Apakah Keabsahan Sholat Berjamaah Mensyaratkan Kehadiran Fisik Makmum di Barisan Sholat Bersama Imam ?

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI

Menggunakan speaker sudah umum untuk menyiarkan adzan dan takbir. Namun, dalam beberapa kasus, suara takbir imam disiarkan hingga menjangkau dusun atau kampung sebelah yang jaraknya cukup jauh. 

Badrun (nama samaran) melakukan takbiratul ihrom di halaman rumahnya hanya dengan menyimak suara imam lewat speaker, tanpa melihat gerakan imam maupun makmum lainnya secara langsung, dan tanpa berada dalam barisan sholat yang sama secara fisik.

Catatan : 
- Imam berada di masjid dan Badrun berada di rumah 
- Tidak adanya robit di pintu keluarnya.

PERTANYAAN :

Apakah keabsahan sholat berjamaah mensyaratkan kehadiran fisik makmum di barisan sholat bersama imam, ataukah cukup dengan mendengar suara imam meskipun sholat di halaman rumah ?

JAWABAN

Tidak disyaratkan harus hadir secara fisik ke masjid dan cukup sholat di halaman rumah apabila memenuhi syarat, dan itu dianggap ijtima'

Ijtima' adalah: berkumpul atau dianggap berkumpulnya imam dan makmum di satu tempat

Syarat-syarat yang harus dipenuhi apabila berjama'ah di luar atau dari luar masjid adalah :
a) mengetahui pergerakan imam atau makmum dengan melihat
b) tidak ada penghalang seperti tembok, antara imam dan makmum
c) makmum bisa mencapai imam tanpa harus berbelok atau membelakangi imam
d) tidak melebihi jarak 300 hasta / sekitar 150 m.

REFRENSI :

حاشية الترمسي، الجزء ٣ الصحفة ٧٤٩

ويكره للمأموم وقوفه منفردا عن الصف إذا وجد فيه سعة 
_________
قوله ( ويكره للمأموم ) أي ابتداء ودواما كما في "الحلبي" وتفوت به فضيلة الجماعة بمعنى السابق وقيل إن الفائت فضيلة الصف فقط لا فضيلة الجماعة

Artinya : Dimakruhkan bagi makmum untuk berdiri sendirian di belakang shaf jika masih ada tempat yang cukup di dalam shaf tersebut.
_______________

Pernyataan (“dimakruhkan bagi makmum”) maksudnya adalah makruh sejak awal dan secara terus-menerus, sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Halabi. Dengan melakukan hal ini, maka pahala berjamaah (27 derajat) akan hilang, dalam arti seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Namun, ada pendapat yang mengatakan bahwa yang hilang hanyalah pahala keutamaan shaf, bukan pahala berjamaah secara keseluruhan.


حاشية البجيرمي على شرح المنهج، الجزء ١ الصحفة ٣٢٢

وَكُرِهَ لِمَأْمُومٍ انْفِرَادٌ عَنْ صَفٍّ مِنْ جِنْسِهِ لِخَبَرِ الْبُخَارِيِّ «عَنْ أَبِي بَكْرَةَ أَنَّهُ دَخَلَ وَالنَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - رَاكِعٌ فَرَكَعَ قَبْلَ أَنْ يَصِلَ إلَى الصَّفِّ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَقَالَ زَادَك اللَّهُ حِرْصًا وَلَا تَعُدْ» بَلْ يَدْخُلُ الصَّفَّ إنْ وَجَدَ سَعَةً
________
(قَوْلُهُ: وَكُرِهَ لِمَأْمُومٍ انْفِرَادٌ) أَيْ ابْتِدَاءً وَدَوَامًا كَمَا فِي ح ل وَتَفُوتُ بِهِ فَضِيلَةُ الْجَمَاعَةِ قَالَ م ر فِي شَرْحِهِ وحج وسم: إنَّ الصُّفُوفَ الْمُتَقَطِّعَةَ تُفَوِّتُ عَلَيْهِمْ فَضِيلَةَ الْجَمَاعَةِ اهـ. قَالَ م ر فِي الْفَتَاوَى تَبَعًا لِلشَّرَفِ الْمُنَاوِيِّ: إنَّ الْفَائِتَ عَلَيْهِمْ فَضِيلَةُ الصُّفُوفِ لَا فَضِيلَةُ الْجَمَاعَةِ وَمَالَ ع ش إلَى مَا فِي شَرْحِ م ر لِأَنَّهُ إذَا تَعَارَضَ مَا فِيهِ وَغَيْرُهُ قُدِّمَ مَا فِي الشَّرْحِ


Artinya : Dimakruhkan bagi makmum untuk berdiri sendirian di belakang shaf (barisan salat) yang sejenis dengannya (yaitu semisal sesama laki-laki), berdasarkan hadis dalam Shahih al-Bukhari dari Abu Bakrah bahwa ia masuk (ke dalam masjid) sementara Baginda Nabi ﷺ sedang rukuk, maka ia pun langsung rukuk sebelum mencapai shaf. Setelah itu, ia menyampaikan hal tersebut kepada Nabi ﷺ, lalu beliau bersabda: 'Semoga Allah menambahkan semangatmu, tetapi jangan kamu ulangi lagi.' Maka hendaknya ia masuk ke dalam shaf jika masih menemukan ruang yang cukup.
__________________

(Ucapan: "Dimakruhkan bagi makmum berdiri sendirian")
Artinya: sejak awal maupun dipertengahan salat, sebagaimana disebutkan dalam Hasyiyah al-Halabi. Dengan berdiri sendirian ini, maka ia kehilangan pahala berjamaah. Dalam syarahnya, Imam ar-Ramli menyatakan, Syekh Ibnu Hajar dan Ibnu Qosim menyatakan bahwa barisan-barisan yang terputus menyebabkan mereka kehilangan pahala berjamaah.

Hanya saja Syekh ar-Ramli dalam fatawinya menukil dari Syaraf al-Munawi bahwa yang hilang dari mereka hanyalah pahala keytamaan shaf saja, bukan pahala berjamaah. Kemudian Syekh Ali Syabromalisi lebih condong pada pendapat Ar Ramli dalam syarah Minhaj (yakni Nihayatul Muhtaj yang menyatakan hilangnya pahala berjamaah), karena jika terjadi pertentangan antara isi syarah dan selainnya, maka yang lebih diutamakan adalah isi Syarah Minhaj.


نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج، الجزء ٢ الصحفة ١٩١ — الرملي، شمس الدين (ت ١٠٠٤)

٠(قَوْلُهُ: كَمَا لَوْ انْفَرَدَ عَنْ الصَّفِّ) أَيْ فَإِنَّهُ قَدْ تَفُوتُهُ فَضِيلَةُ الْجَمَاعَةِ

Artinya : (Perkataan beliau: 'Seperti halnya jika seseorang sholat bermakmum sendirian di luar shaf'), maksudnya adalah: maka bisa jadi dia akan kehilangan pahala berjamaah (27 derajat). 


إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، الجزء ٢ الصحفة ٧٦٣

وقوله: ( اجتماعهما ) حاصل الكلام على ما يتعلق بهذا الشرط أن لاجتماعهما أربع حالات
الحالة الأولى: أن يجتمعا في مسجد
الحالة الثانية: أن يجتمعا في غيره، وهذه تحتها أربع صور؛ وذلك لأنهما إما أن يجتمعا في فضاء، أو في بناء، أو يكون الإمام في بناء والمأموم في فضاء، أو بالعكس
الحالة الثالثة: أن يكون الإمام في المسجد، والمأموم خارجه
الحالة الرابعة بعكس هذه

Artinya : Dan ucapannya: (Berkumpulnya imam dan makmum). Kesimpulan inti dari pembahasan terkait syarat ini adalah : bahwa berkumpulnya keduanya (imam dan makmum) itu memiliki empat keadaan :"

Keadaan pertama: Keduanya berkumpul di dalam masjid.
Keadaan kedua: Keduanya berkumpul di luar masjid. 

Keadaan no dua ini memiliki empat rincian, yaitu : 
a) keduanya berada di ruang terbuka (tanpa bangunan), 
b) keduanya berada di dalam bangunan, 
c) Imam berada di dalam bangunan dan makmum di luar bangunan (ruang terbuka),
d) Makmum di dalam bangunan dan imam di ruangan terbuka (luar).

Keadaan ketiga: Imam berada di dalam masjid, sementara makmum berada di luar.

Keadaan keempat: Kebalikannya, yaitu makmum di dalam masjid dan imam di luar.

ففي الحالة الأولى يصح الاقتداء مطلقا، وإن بعدت المسافة بينهما، وحالت أبنية واختلفت، كأن كان الإمام في سطح أو بشر، والمأموم في غير ذلك، لكن يشترط فيها أن تكون نافذة إلى المسجد نفوذا لا يمنع الاستطراق عادة، كأن كان في البئر مرقى يتوصل به إلى الإمام من غير مشقة، ولا يشترط هنا عدم الازورار والانعطاف. ولا يكفي الاستطراق من فرجة في أعلى البناء؛ لأن المدار على الاستطراق العادي، ولا يضر غلق أبوابها، ولو ضاع مفتاح الغلق بخلاف التسمير فيضر، وعلم أنه يضر الشباك الكائن في جدار المسجد، فلا تصح الصلاة من خلفه؛ لأنه يمنع الاستطراق عادة

Pada keadaan pertama (yaitu ketika imam dan makmum sama-sama berada di dalam masjid), maka salat berjamaah sah secara mutlak, meskipun jarak antara imam dan makmum berjauhan, meskipun ada bangunan yang menghalangi, atau keduanya berada di tempat yang berbeda — seperti imam di atap atau ruang bawah tanah (basement), sedangkan makmum ada di tempat lain.

Namun, dalam keadaan ini disyaratkan bahwa tempat imam dan makmum masih terhubung secara fisik ke masjid dengan hubungan yang memungkinkan orang untuk melewatinya secara wajar, seperti jika imam berada di sumur yang memiliki tangga yang memungkinkan makmum menuju ke tempat imam tanpa kesulitan yang berarti. Dan dalam kondisi ini tidak disyaratkan adanya lurus arah (tidak membelok atau berbelok-belok) dalam jalan menuju ke imam.

Dan tidak cukup jika hubungan itu hanya berupa celah (lubang) di atas bangunan, karena tolak ukurnya adalah kemungkinan melintas menuju ke tempat imam secara normal.

Tidak mengapa jika pintu-pintu yang berada di antara imam dan makmum terkunci, bahkan meskipun kuncinya hilang. Berbeda jika pintunya dipaku atau disekrup permanen, maka itu menghalangi sahnya berjamaah (karena menghalangi jalan secara total).

Dengan ini diketahui bahwa jendela berjeruji yang ada di dinding masjid itu juga bisa menghalangi, sehingga tidak sah shalat berjamaah dari belakang jendela tersebut, karena ia menghalangi jalan menuju imam secara umum.

وخالف الإسنوي فقال: لا يضر؛ لأن جدار المسجد منه، وهو ضعيف لكن محل الضرر في الشباك، إذا لم يكن الجدار الذي هو فيه متصلا بباب المسجد، ويمكن الوصول منه إلى الإمام من غیر ازورار وانعطاف، فإن كان كذلك فلا يضر. وقال حل: متى ما كان متصلا بما ذكر لا يضر، سواء وجد ازورار وانعطاف أو لا

Al-Ishnawi berpendapat berbeda dalam masalah ini, ia berkata bahwa : 'Hal itu tidak menghalangi keabsahan shalat berjamaah, karena dinding masjid adalah bagian dari masjid.' Namun pendapat ini lemah. Tetapi letak pembahasan ini adalah pada jendela jeruji, yang mana dinding tempat jendela itu berada tidak tersambung dengan pintu masjid, dan tidak memungkinkan untuk mencapai imam tanpa menyimpang atau berbelok, maka hal itu bisa menghalangi keabsahan shalat berjamaah. Namun jika memungkinkan untuk mencapai imam tanpa menyimpang atau berbelok, maka hal itu tidak mengapa. Bahkan syekh Al Halabi berkata: 'Selama tembok tersebut itu tersambung dengan pintu yang telah disebutkan, maka adanya jendela jeruji tidak menghalangi sahnya berjamaah, baik jalan menuju imam dicapai dengan belokan maupun tidak.

وفي الصورة الأولى من الحالة الثانية يشترط لصحة القدوة قرب المسافة بأن لا يزيد ما بينهما على ثلاثمائة ذراع. وفي الصور الثلاث منها يشترط - زيادة على ذلك - عدم حائل يمنع مرورا أو رؤية أو وقوف واحد حذاء منفذ في الحائل إن وجد. ويشترط في الواقف أن يرى الإمام أو بعض من يقتدي به، وحكم هذا الواقف حكم الإمام بالنسبة لمن خلفه، فلا يحرمون قبله، ولا يسلمون قبله. وعند م ر (۱): يشترط أن يكون ممن يصح الاقتداء به، فإن حال ما يمنع ذلك أو لم يقف واحد حذاء منفذ فيه بطلت القدوة
وفي الحالة الثالثة والرابعة: يشترط فيهما أيضًا ما ذكر من قرب المسافة وعدم الحائل، أو وقوف واحد حذاء المنفذ

Dan dalam gambaran pertama dari keadaan kedua, disyaratkan agar jarak antara makmum dan imam tidak melebihi tiga ratus hasta (144 m) agar keikutsertaan (makmum kepada imam) tetap sah. Sedangkan dalam tiga gambar lainnya dari keadaan itu, disyaratkan ( selain syarat-syarat yang telah disebutkan ) yaitu tidak adanya penghalang yang menghalangi lewatnya makmum ke tempat imam, atau penghalangi pandangan makmum, atau harus ada berdirinya seseorang tepat sejajar dengan celah (lubang/pintu) dalam penghalang tersebut jika ada.

Dan disyaratkan bagi makmum yang berdiri sebagai penghubung makmum yang terhalang, maka dia harus bisa melihat imam atau sebagian dari orang-orang yang bermakmum bersamanya. Dan hukum makmum penghubung ini sama seperti hukumnya imam bagi orang-orang yang di belakangnya. Maka mereka tidak boleh bertakbirotul ihrom sebelum dia, dan tidak boleh salam sebelum dia. Dan bahkan menurut pendapat Syekh Romli : di syaratkan bahwa penghubung yang sejajar dengan celah tersebut adalah orang yang sah untuk di jadikan imam. Maka jika terdapat sesuatu yang menghalangi antara imam dan makmum, atau tidak ada seorang pun makmum yang berdiri sejajar dengan celah/pintu, maka batal bermakmumnya semua orang yang tidak melihat imam.

Dan dalam keadaan ketiga dan keempat : disyaratkan pula : semua syarat yang telah disebutkan, yaitu kedekatan jarak (tidak melebihi 144 m) dan tidak adanya penghalang, atau berdirinya seseorang sejajar dengan celah (lubang/pintu) tersebut.


والله أعلم بالصواب

و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 


PENANYA

Nama : Mawlawie
Alamat : Tarakan, Kalimantan Utara

__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Wakil: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Ustadz Ahmad Marzuki (Cikole, Sukabumi, Jawa Barat)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Terjemah Ibarot : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)

________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjilat Farji Istri atau Memasukkan Dzakar ke Dalam Mulut Istri