Hukum Thawaf Bagi Orang Beser

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

DESKRIPSI

Thawaf merupakan salah satu rukun Umroh yang harus dilakukan dalam keadaan suci dari hadats besar maupun kecil, nama Badriyah (nama samaran) mengalami Beser (sering buang air kecil secara tidak normal), bahkan sampai keluar air seni tanpa sengaja meskipun setetes.

PERTANYAAN

Apakah sah thawaf Badriyah yang dirinya mengalami Beser dan terkadang air seninya keluar tanpa sengaja ?

JAWABAN :

Sah, selama aturan bersucinya mengikuti aturan bersucinya orang beser, membersihkan kemaluannya, lalu disumbat pakai kapas, pakai pembalut, lalu segera wudhu dan segera mengerjakan thowaf.

REFERENSI :

المجموع شرح المهذب، الجزء ٨ الصحفة ٥٨
 
(فَرْعٌ)
قَدْ ذَكَرْنَا أَنَّ مَذْهَبَنَا اشْتِرَاطُ الطَّهَارَةِ عَنْ الْحَدَثِ وَالنَّجَسِ وَسَتْرِ الْعَوْرَةِ لِصِحَّةِ الطَّوَافِ وَذَكَرْنَا خِلَافَ أَبِي حَنِيفَةَ وَدَاوُد فِيهِ

Artinya : (Cabang pembahasan)
Kami telah sebutkan diatas bahwa madzhab kami (Syafi’i) mensyaratkan harus suci dari hadats dan najis, serta menutup aurat sebagai syarat sahnya thawaf. Dan kami juga telah menyebutkan adanya perbedaan pendapat dari Imam Abu Hanifah dan Dawud (Azh-Zhahiri) dalam masalah ini.



حاشية البجيرمي علي المنهج، الجزء ٢ الصحفة ٥٩

والإستحاضة كسلس أي كسلس بول أو مذي فيما يأتي (فلاتمنع ما يمنعه الحيض) من صلاة وغيرها للضرورة، وتعبيري بذلك أعم من قوله: فلاتمنع الصوم والصلاة وإن كان في المتحيرة تفصيل يأتي

Artinya: (Adapun istihadhah itu seperti beser) artinya beser kencing atau madi pada keterangan yang akan datang (maka istihadhah tidak mengharamkan sesuatu yang diharamkan ketika haidh) dari shalat dan lainnya karena darurat, adapun Redaksi tersebut lebih umum dari perkataan beliau: maka istihadhah tidak mengharamkan puasa dan shalat dan apabila ia adalah orang yang mutahayyirah, maka seperti perincian yang akan datang.

 فيجب أن تغسل مستحاضة فرجها فتحشوه بنحو قطن (فتعصبه) بأن تشده بعد حشوه بذلك بخرقة مشقوقة الطرفين تخرج احدهما أمامها والآخر وراءها، وتربطهما بحرقة تشد بها وسطها كالتكة بشرطهما أي: الحشو، والعصب أي: بشرط وجوبها بأن احباجتها ولن تتأذي بهما ولو تكن في الحشو صائمة وإلا فلايجب، بل يجب علي الصائمة ترك الحشو نهارا، ولو خرج الدم بعد العصب لكثرته لم يضر أولتقصيرها فيه ضر

(Maka bagi orang yang istihadhah wajib membasuh farjinya kemudian menyumbatnya) semisal dengan kapas, (kemudian membalutnya) dengan cara mengikat setelah menyumbatnya dengan menggunakan kain yang di belah menjadi dua sisi dengan cara mengeluarkan salah satunya lewat arah depan dan yang lain lewat arah belakang, dan menghubungkan keduanya dengan kain yang mengikat bagian tengahnya seperti celana dengan syarat keduanya (menyumbat dan membalut) artinya dengan syarat wajibnya dan tidak menyebabkan rasa sakit sebab keduanya (menyumbat dan membalut) dan dalam menyumbatnya tidak dalam keadaan puasa, apabila dalam keadaan puasa maka tidak wajib, bahkan wajib bagi orang yang puasa untuk tidak menyumbatnya di siang hari, dan apabila darah tetap mengalir setelah di beri pembalut karena terlalu banyaknya, maka tidak bahaya atau karena adanya kelalaian maka bahaya. 

فتتطهر بأن توضأ أو تتيمم وتفعل جميع ما ذكر (لكل فرض)، وإن لم تزل العصابة عن محلها ولم يظهر الدم علي جوانبها كالتيمم في غير دوام الحدث في التطهر وقياسا عليه في الباقي (وقته) لاقبله كالتيمم وذكر الحشو والترتيب مع قولي بشرطهما من زيادتي وأفاد تعبير بالفاء ما شرطه في التحقيق وغيره من تعقيب الطهر بما قبله، وتعبيري بالطهر أعم من تعبيره بالوضوء

(Kemudian bersuci) dengan cara wudhu' atau tayamum dan mengerjakan semua yang telah disebutkan ini (di setiap melakukan fardhu) walaupun pembalutnya tidak bergeser dari tempatnya dan tidak tampak adanya darah pada sampingnya, maka bersucinya seperti tayamum di selain dawamul hadast, dan bersucinya dilakukan ketika masuknya waktu bukan sebelumnya seperti tayamum adapun menyebutkan menyumbat dan tartib serta perkataanku dengan syarat keduanya adalah dari tambahanku, sedangkan menggunakan redaksi fa' memberikan faidah sesuatu yang disyaratkan adalah tahqiq dan lainnya dari selesainya bersuci dengan sesuatu yang ada sebelumnya. Adapun redaksi dengan bersuci itu lebih umum dari redaksi dengan berwudhu'.

وأن(تبادر به) أي بالفرض بعد تطهر تقليلا للحدث بخلاف المتيمم في غير دوام الحدث (ولايضر تأخيرها) الفرض (لمصلحة كستر وانتظار جماعة) وإجابة مؤذن واجتهاد في قبلة لأنها غير متصرة بذلك والتصريح بالوجوب في غير الوضوء والعصب من زيادتي

(Dan harus bersegera melakukan fardhu) setelah bersuci karena meminimalkan hadast berbeda dengan tayamum di selain dawamul hadast (dan tidak bahaya jika mengakhirkan) fardhu (karena ada maslahat seperti menutup aurat dan menunggu jamaah) dan menjawab adzan, ijtihad dalam menentukan qiblat karena hal itu tidak dianggap sembrono adapun penjelasan kata wajib di selain wudhu' dan membalut adalah tambahanku.


تحفة المحتاج، الجزء ١ الصحفة ٣٩٤

ولا يضر خروج دم بعد العصب إلا إن كان لتقصير في الشد . وبُحِث وجوبُ العصب على سلس المني أيضا تقليلا للحدث كالخبث ٠
 قال الجلال البلقيني : ولو انفتح في مقعدته دمل فخرج منه غائط لم يعف عن شيء منه . وقال والده بعد قول الإسنوي " إنما يعفى عن بول السلس بعد الطهارة " : ما ذكره غير صحيح ، بل يعفى عن قليله . أي الخارج بعد أحكام ما وجب من حشو وعصب في الثوب والبدن ، كما في التنبيه قبل الطهارة وبعدها . وتقييدهم بها إنما هو لبيان أن ما يخرج بعدها لا ينقضها . وتبعه في الخادم ، بل قال ابن الرفعة : سلس البول ودم الاستحاضة يعفى حتى عن كثيرهما ، لكن غلطه النشائي . أي بالنسبة لكثير البول 

Artinya : Tidak apa-apa (tidak merusak wudhu dan tidak menghalangi keabsahan ibadah) jika ada darah keluar setelah pembalutan luka, kecuali jika dia teledor sehingga kurang kuat dalam membalutnya. 
Ada juga pembahasan tentang wajibnya membalut kemaluan bagi penderita beser sperma (keluar terus-menerus), untuk mengurangi (dampak) hadats sebagaimana beser najis.  

Syekh Al Jalal Al-Bulqini berkata: Jika timbul bisul di bagian dubur lalu keluar kotoran (tinja) darinya, maka tidak dimaafkan sedikit pun dari kotoran itu. Dan ayah Imam Bulqini, setelah mengutip perkataan al-Isnawi yang menyatakan bahwa: 'Yang dimaafkan hanya air kencing penderita inkontinensia setelah bersuci', beliau mengatakan: Perkataan itu tidak benar. Justru yang dimaafkan adalah sedikit dari apa yang keluar setelah dilakukan segala kewajiban menahan najis, berupa menyumbat dan membalut : baik pada pakaian maupun badan, sebagaimana disebut dalam kitab at Tanbih, baik sebelum bersuci maupun sesudahnya.  

Penyebutan mereka pada kondisi 'setelah bersuci' hanya untuk menjelaskan bahwa najis yang keluar setelah bersuci itu tidak membatalkan wudhu (selama sudah melakukan langkah-langkah yang diwajibkan). Pernyataan ini diikuti oleh penulis kitab al-Khadim. Bahkan Ibn ar-Rif‘ah berkata bahwa: Beser kencing (inkontinensia urine) dan darah istihadhah dimaafkan bahkan meskipun najis yang keluar dalam jumlah banyak. Namun, pendapat ini dibantah oleh an-Nasyā’ī, yakni dalam hal banyaknya air kencing.


والله أعلم بالصواب

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

PENANYA 

Nama : Mabrurotul Aulia
Alamat : Batumarmar, Pamekasan, Madura
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Wakil: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Lusy Windari (Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Terjemah Ibarot : Ustadz Rahmatullah Metuwah (Babul Rahmah, Aceh Tenggara, Aceh), Ustadz Masruri Ainul Khayat (Kalimantan Barat), Ustadz Ahmad Marzuki (Cikole, Sukabumi, Jawa Barat), Kyai Muntahal 'Ala Hasbullah (Giligenting, Sumenep, Madura), Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur), Ustadz Ahmad Alfadani (Balongbendo, Sidoarjo, Jawa Timur), Ustadz Abdurrozaq (Wonokerto, Pekalongan, Jawa Tengah), Ustadzah Lusy Windari (Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)

________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjilat Farji Istri atau Memasukkan Dzakar ke Dalam Mulut Istri