Hukum Melakukan Perjalanan Sangat Jauh Untuk Melaksanakan Ibadah Haji
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
DESKRIPSI
Seorang pemuda dari Tangerang berangkat menuju Tanah Suci untuk menunaikan Haji dengan cara berjalan kaki. Perjalanan tersebut memakan waktu berbulan-bulan, melewati beberapa negara dengan berbagai tantangan seperti cuaca ekstrem, bahaya di jalan, serta keterbatasan bahasa dan budaya. Dalam perjalanannya, ia tidak hanya mengandalkan bekal pribadi, tetapi juga menerima bantuan dari orang lain. Perjalanan yang penuh masyaqqah ini juga berpotensi membuat sebagian kewajiban agama yang biasa dilaksanakan dengan mudah menjadi sulit dijalankan karena kondisi perjalanan yang berat.
PERTANYAAN
Seorang muslim melakukan perjalanan Haji dengan berjalan kaki menempuh jarak yang sangat jauh lintas negara. Dalam perjalanan tersebut kemungkinan besar ia menghadapi rasa letih, sakit, atau bahaya. Bagaimana fiqih memandang bentuk perjalanan seperti ini, mengingat adanya perintah menjaga keselamatan jiwa sekaligus adanya teladan sebagian salaf yang menempuh ibadah dengan cara penuh kesulitan?
JAWABAN :
Boleh jika dia yakin atau punya praduka kuat akan selamat di perjalanan, tetapi makruh jika sendirian.
REFERENSI :
المجموع شرح المهذب - ط المنيرية، الجزء ٧ الصحفة ٨٥ — النووي (ت ٦٧٦)
(فرع)
إذا كان البحر مفرقا أَوْ كَانَ قَدْ اغْتَلَمَ وَمَاجَ حَرُمَ رُكُوبُهُ لِكُلِّ سَفَرٍ لِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى (وَلا تُلْقُوا بايديكم إلى التهلكة) ولقوله تعالي (ولا تقتلوا أنفسكم) هَكَذَا صَرَّحَ بِهِ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَالْأَصْحَابُ
Artinya : (Cabang pembahasan) Apabila laut sedang bergelombang besar atau sedang bergelora dan ombaknya tinggi, maka haram hukumnya berlayar di laut tersebut untuk tujuan perjalanan apa pun. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta‘ala: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah: 195) dan firman-Nya pula: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri.” (QS. An-Nisā’: 29)
Demikianlah telah ditegaskan oleh Imam Haromain dan ulama-ulama madhzab Syafii.
(فَرْعٌ)
مَذْهَبُ أَبِي حَنِيفَةَ وَمَالِكٍ وَأَحْمَدَ أَنَّهُ يَجِبُ الْحَجُّ فِي الْبَحْرِ إنْ غَلَبَتْ فِيهِ السَّلَامَةُ وَإِلَّا فَلَا وَهَذَا هُوَ الصَّحِيحُ عِنْدَنَا كَمَا سَبَقَ وَمِمَّا جَاءَ فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ مِنْ الاحاديث حديث ابن عمر وبن الْعَاصِ إنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ (لا يركبن أحد بَحْرًا إلَّا غَازِيًا أَوْ مُعْتَمِرًا أَوْ حَاجًّا وَإِنَّ تَحْتَ الْبَحْرِ نَارًا وَتَحْتَ النَّارِ بَحْرًا) رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالْبَيْهَقِيُّ وَآخَرُونَ قَالَ الْبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُ قَالَ البخاري هذا الحديث ليس بصحيح رواه البيهقى من طرق عن ابن عمرو وموقوفا وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
(Cabang pembahasan)
Adapun Mazhab Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad berpendapat bahwa ibadah haji melalui jalur laut hukumnya wajib apabila keselamatan lebih dominan (di duga kuat aman). Namun, jika dikhawatirkan bahaya lebih besar, maka tidak wajib. Inilah pendapat yang shohih menurut kami (ulama madzhab Syafii), sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Dan di antara hadis yang berkaitan dengan masalah ini adalah hadis dari Ibnu Umar dan Ibnu al-‘Ash, bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Janganlah seseorang menaiki lautan kecuali untuk berjihad di jalan Allah, atau untuk umrah, atau untuk haji. Dan sesungguhnya di bawah laut itu ada api, dan di bawah api itu ada laut.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Baihaqi, dan yang lainnya. Al-Baihaqi dan selainnya berkata: Al-Bukhari mengatakan bahwa hadis ini tidak sahih. Al-Baihaqi meriwayatkannya melalui beberapa jalur dari Ibnu ‘Amr dalam bentuk mauquf (terhenti pada sahabat). Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
نهاية المطلب في دراية المذهب، الجزء ٤ الصحفة ١٥٣ — الجويني، أبو المعالي (ت ٤٧٨)
وإن لم نوجب ركوبَ البحر، ولم يكن البحر معروفًا بالإهلاك، فلا يُنكر الأمر بركوبه استحبابًا، ولا نرى الأمر ينتهي إلى دفع ذلك. ولو كان مُخْطِرًا (١)، فإن غلب [على] (٢) الظن الهلاكُ، حرم الركوب، وفاقًا، وتأسيًا بقوله تعالى: ﴿وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ﴾ [البقرة: ١٩٥]٠
وإن استوى الأمران، ولم يقض العقل بتغليب الهلاك، أو السلامة، فقد كان شيخي يقطع بتحريم الركوب أيضًا. وفيه نظر. وللأصحاب مرامز إلى نفي التحريم في مثل ذلك. أما الكراهيةُ فكائنةٌ، لا شك فيها٠
Artinya : Dan apabila kami tidak mewajibkan berlayar mengarungi lautan, dan jalur laut tersebut tidak dikenal sebagai laut yang mematikan (berbahaya), maka tidak boleh mengingkari orang yang mengarunginya dengan tujuan yang dianjurkan (mustahabb). Dan kami juga tidak memandang perlu melarang atau mencegah hal itu.
Namun, jika laut tersebut berisiko membahayakan, maka di perinci :
-Jika ada dugaan kuat bahwa jalur tersebut mematikan/membahayakan, maka haram hukumnya berlayar melaluinya. Dan hal ini telah disepakati (oleh para ulama), berdasarkan keteladanan dari firman Allah Ta‘ala:“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.”
(QS. Al-Baqarah: 195)
-Dan apabila kedua keadaan (antara keselamatan dan kebinasaan) itu sama kuatnya, dan akal tidak dapat memastikan mana yang lebih dominan, apakah kemungkinan binasa atau selamat, maka guru saya berpendapat tegas bahwa berlayar tetap haram. Namun, pendapat ini masih perlu ditinjau kembali. Sebagian ulama dari kalangan mazhab Syafii memberikan isyarat bahwa dalam keadaan seperti itu tidak sampai pada derajat haram. Adapun hukum makruh, maka itu pasti dan tidak diragukan lagi.
الباجوري ، الجزء ١ الصحفة ٦٧٣
وأحكامه : أن يكون فرض عين ؛ كحجة الإسلام ، وفرض كفاية : كإحياء الكعبة كل سنة ، ومندوباً ؛ كحج الصبيان والعبيد ، وحراماً ؛ إذا تحقق الضرر منه أو ظنه ، ومكروهاً ؛ إذا خافه أو شك فيه٠
Hukum menunaikan Haji bisa menjadi fardu 'ain; seperti haji menunaikan rukun Islam¹. Dan fardu kifayah; seperti haji untuk menghidupkan (meramaikan) Ka'bah setiap tahun. Dan sunnah (mandub); seperti haji yang dikerjakan anak-anak dan para budak. Dan bisa juga haram, jika diyakini atau disangka kuat bisa menimbulkan bahaya dalam mengerjakannya. Dan makruh jika hanya di kawatirkan atau diragukan bahayanya.
-------
¹ Haji yang wajib dilakukan sekali seumur hidup.
الفتاوي الفقهية الكبرى، الجزء ١ الصحفة ١٠
وَقَدْ صَرَّحَ ابْنُ عَبْدِ السَّلَامِ بِأَنَّ مَا ظُنَّ تَرَتُّبُ الضَّرَرِ عَلَيْهِ غَالِبًا حَرَامٌ؛ لِأَنَّ الشَّارِعَ أَقَامَ الظَّنَّ مَقَامَ الْعِلْمِ فِي أَكْثَرِ الْأَحْكَامِ وَمَا شُكَّ فِي تَرَتُّبِهِ عَلَيْهِ جَائِزٌ كَمَا مَرَّ عَنْ السُّبْكِيّ فِي حَلَبِيَّاتِهِ
Artinya : Syekh Ibnu Abdissalam telah menjelaskan bahwa sesungguhnya hal yang diduga kuat akan berdampak negatif pada umumnya adalah haram, karena syari' menempatkan posisi dugaan kuat sama dengan posisi mengetahui langsung dalam kebanyakan hukum dan hal yang masih diragukan akan berdampak negatif diperbolehkan sebagaimana keterangan dari Syekh al Subkiy dalam kitab Halabiyahnya.
الحج من نظم الإمام العمريطي الشافعي في "نهاية التدريب في نظم غاية التدريب"، الجزء ١ الصحفة ٢٣ — محمد محيي الدين حمادة (معاصر)
أما مَن كان بينه وبين مكة المكرمة أقل من مرحلتين، وكان قادرًا على المشي لزمه الحج ماشيًا، ولو لم يملك أُجرة الراحلة استئجارًا، أو ثمنها شراء، ولا يعتبر في حقه وجود الراحلة (٣) ولا فرق في ذلك بين الرجل والمرأة كما ذهب إليه الإمام الرافعي (٤). ومن كان بينه وبين مكة مرحلتان فأكثر، وكان قادرًا على المشي، ولا يملك الراحلة، لم يلزمه الحج وجوبًا، لكن يندب في حقه ذلك خروجًا من خلاف من أو جبه
Artinya : Adapun seseorang yang jarak antara dirinya dan Mekah al-Mukarramah kurang dari dua marhalah (81 km), dan ia mampu berjalan kaki menuju kota Mekkah, maka ia diwajibkan untuk menunaikan haji dengan berjalan kaki, sekalipun ia tidak memiliki biaya untuk menyewa kendaraan atau membeli tunggangan. Dalam hal ini, keberadaan kendaraan tidak menjadi syarat wajib haji baginya. Dan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam ketentuan ini, sebagaimana pendapat Imam ar-Rafi‘i.
Sedangkan seseorang yang jaraknya dari Mekah adal dua marhalah (81 km) atau lebih, dan ia mampu berjalan kaki namun tidak memiliki kendaraan, maka haji tidak wajib atasnya, tetapi disunnahkan baginya untuk melakukannya supaya keluar dari perbedaan pendapat ulama yang mewajibkannya.
المجموع شرح المهذب، الجزء ٤ الصحفة ٢٨٤
٠( فرع ) قد يقال : ذكرتم أنه يكره الانفراد في السفر ، وقد اشتهر عن خلائق من الصالحين الوحدة في السفر ( والجواب ) : أن الوحدة والانفراد إنما يكرهان لمن استأنس بالناس فيخاف عليه من الانفراد الضرر بسبب الشياطين وغيرهم ، أما الصالحون فإنهم أنسوا بالله تعالى ، واستوحشوا من الناس في كثير من أوقاتهم فلا ضرر عليهم في الوحدة ، بل مصلحتهم وراحتهم فيها
Artinya : Cabang pembahasan: Mungkin ada yang bertanya (karena merasa ada yang janggal), “Tuan-tuan telah menyebutkan bahwa bepergian sendirian itu makruh, padahal telah masyhur bahwa banyak orang-orang saleh melakukan perjalanan seorang diri.”
Jawabannya adalah : Bahwa bepergian sendirian itu dimakruhkan hanya bagi orang-orang yang merasa nyaman kumpul dengan manusia, karena dikhawatirkan ia akan mengalami bahaya akibat kesendirian — baik dari gangguan setan maupun lainnya.
Adapun orang-orang saleh, maka mereka telah merasakan kedekatan hanya dengan Allah Ta‘ala dan justru merasa merasakan gelisah bersama manusia pada kebanyakan waktu mereka. Maka, tidak ada bahaya bagi mereka dalam bepergian sendirian, bahkan di dalam kesendirian itu terdapat maslahat (kebaikan) dan ketenangan bagi mereka.
والله أعلم بالصواب
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
Nama : Mabrurotul Aulia
Alamat : Batumarmar, Pamekasan, Madura
__________________________________
MUSYAWWIRIN
Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)
PENASIHAT
Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)
PENGURUS
Ketua: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Wakil: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
TIM AHLI
Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Deskripsi Masalah: Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Terjemah Ibarot : Ustadz Rahmatullah Metuwah (Babul Rahmah, Aceh Tenggara, Aceh), Ustadz Masruri Ainul Khayat (Kalimantan Barat), Ustadz Ahmad Marzuki (Cikole, Sukabumi, Jawa Barat), Kyai Muntahal 'Ala Hasbullah (Giligenting, Sumenep, Madura), Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur), Ustadz Ahmad Alfadani (Balongbendo, Sidoarjo, Jawa Timur), Ustadz Abdurrozaq (Wonokerto, Pekalongan, Jawa Tengah), Ustadzah Lusy Windari (Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
________________________________________
Keterangan:
1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.
2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.
3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.
4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.
5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.
Komentar
Posting Komentar