Hukum Jum'atan Dua Kali Di Masjid yang Masih Satu Desa Namun Telah Beda Dusun

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

DESKRIPSI

Ada 2 masjid dalam 1 desa. Beda dusun, Masjid A untuk jumatannya selesai jam 12.05, sedangkan jam 12.05 di masjid B masih khutbah pertama.

PERTANYAAN

Bagaimana hukumnya ketika Fulan jumatan dua kali, selesai jumatan dari masjid A lanjut jumatan ke masjid B ?

JAWABAN :

Hukumnya boleh bahkan disunnahkan untuk 'iadah sholat Jumat seperti deskripsi di atas. Dengan catatan dilaksanakan pada waktunya serta bertujuan untuk meraih keutamaan yang lebih utama dan tidak diulangi lebih dari satu kali. Sedangkan menurut salah satu pendapat 'iadah tidak disunnahkan apabila sholat yang pertama tidak terjadi adanya kekurang sempurnaan.

REFERENSI :

نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج، الجزء ٢ الصحفة ١٥١ — الرملي، شمس الدين (ت ١٠٠٤)

٠(قَوْلُهُ: وَمَحَلُّ نَدْبِ الْإِعَادَةِ إلَخْ) لَعَلَّ الْمُرَادَ أَنَّ مَنْ صَلَّى فِي جَمَاعَةٍ إذَا أَرَادَ الْإِعَادَةَ لِتَحْصِيلِ الْفَضِيلَةِ لِمَنْ لَمْ يُدْرِكْ الْجَمَاعَةَ الْأُولَى اشْتَرَطَ فِي اسْتِحْبَابِ الْإِعَادَةِ لَهُ أَنْ يَكُونَ الْآتِي مِمَّنْ يَرَى جَوَازَ الْإِعَادَةِ بِخِلَافِ مَا لَوْ كَانَ مَالِكِيًّا مَثَلًا لَا يَرَى جَوَازَ الْإِعَادَةِ لِمَنْ ذَكَرَ
-إلى أن قال-
٠(قَوْلُهُ: لِمَنْ صَلَّى جَمَاعَةً) أَيْ وَأَرَادَ إعَادَتَهَا لِتَحْصِيلِ الْفَضِيلَةِ لِغَيْرِهِ (قَوْلُهُ: وَإِلَّا فَلَا يُعِيدُ) أَيْ فَلَوْ أَعَادَ لَمْ تَنْعَقِدْ وَمَحَلُّهُ إذَا كَانَ الشَّافِعِيُّ إمَامًا؛ لِأَنَّ الْمَالِكِيَّ يَرَى بُطْلَانَ الصَّلَاةِ فَلَا قُدْوَةَ (قَوْلُهُ: كَأَنْ كَانَ فِي صَلَاتِهِ الْأُولَى خَلَلٌ)

Artinya : (Ucapannya: ‘Dan tempat disunnahkannya mengulang shalat’, dan seterusnya) : Mungkin yang dimaksud adalah : apabila seseorang yang telah shalat berjamaah, apabila ia ingin mengulang shalat tujuannya supaya orang yang tidak sempat mengikuti jamaah pertama bisa mendapatkan keutamaan berjamaah, maka disyaratkan dalam kesunnahan pengulangan shalat tersebut : orang yang datang (yang akan diajak mengulang shalat) termasuk orang yang membolehkan pengulangan shalat. Berbeda halnya jika ia adalah seorang yang bermadzhab Maliki misalnya, yang tidak membolehkan pengulangan shalat dalam keadaan yang disebutkan.

-sampai pada ucapan-

(Ucapannya: "Bagi orang yang telah shalat berjamaah") : yakni seseorang yang ingin mengulang shalatnya tujuannya supaya orang lain (yang ketinggalan berjamaah) bisa mendapatkan fadilahnya.
(Ucapannya: ‘Jika tidak, maka ia tidak boleh mengulangnya’) : Maksudnya, apabila ia tetap mengulangi shalat, maka shalat itu tidak sah. Ketentuan ini berlaku apabila yang menjadi imam adalah seorang yang bermadzhab Syafi‘i, karena orang bermadzhab Maliki berpendapat bahwa shalat tersebut batal, sehingga tidak sah bermakmum kepadanya.
(Ucapannya: ‘Seperti apabila pada shalat pertamanya terdapat kekurangan’) … (kalimat ini merupakan awal penjelasan lanjutan).


غاية البيان شرح زبد ابن رسلان، الجزء ١ الصحفة ١١١ — الرملي، شمس الدين (ت ١٠٠٤)

أَن مَا تسن فِيهِ الْجَمَاعَة من النَّفْل كالفرض فِي سنّ الْإِعَادَة وَيسْتَثْنى من سنّ الْإِعَادَة صَلَاة الْجِنَازَة إِذْ لَا يتَنَفَّل بهَا وَصَلَاة الْجُمُعَة إِذْ لَا تُقَام بعد أُخْرَى فَإِن فرض الْجَوَاز لعسر الِاجْتِمَاع فَالْقِيَاس كَمَا فِي الْمُهِمَّات أَنَّهَا كَغَيْرِهَا (يَنْوِي نِيَّته مَعَ الْجَمَاعَة) أَي يَنْوِي المعيد بالمعادة الْفَرْض لِأَنَّهُ إِنَّمَا أَعَادَهَا لينال ثَوَاب الْجَمَاعَة فِي فرض وقته وَإِنَّمَا ينَال ذَلِك إِذا نوى الْفَرْض

Artinya : Bahwa semua shalat sunnah yang disyariatkan untuk dilakukan secara berjamaah, maka hukumnya sama seperti shalat fardhu di dalam kesunnahan untuk mengulanginya. Dan dikecualikan dari kesunnahan mengulang shalat, adalah : 
1. Shalat jenazah, karena tidak ada shalat sunnah dalam bentuk shalat jenazah.
2. Shalat Jumat, karena tidak boleh mendirikan shalat Jumat lagi setelah selesai mengerjakan yang lainnya. Namun, jika dianggap ada keadaan yang membolehkan karena kesulitan untuk berkumpul dalam satu tempat (guna menyelenggarakan shalat Jumat), maka secara qiyas (sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Muhimmaat ) adalah : bahwa hukumnya seperti sholat wajib selainnya (yaitu dapat diulang).

(Ucapannya: "Ia berniat dengan niat jamaah"). Maksudnya orang yang mengulang shalat itu harus berniat melaksanakan shalat fardhu. Sebab, ia mengulang shalat tersebut untuk mendapatkan pahala berjamaah pada shalat fardhu di waktunya dan hal itu hanya bisa didapatkan apabila ia berniat fardhu.

وَهَذَا مَا صَححهُ الْأَكْثَرُونَ وَالنَّوَوِيّ فِي الْمِنْهَاج تبعا لأصله وَهُوَ الْمُعْتَمد وَالْمرَاد بِهِ مَا هُوَ فرض على الْمُكَلف لَا مَا هُوَ فرض عَلَيْهِ كَمَا فِي صَلَاة الصَّبِي قَالَه الرَّازِيّ وَلَو تذكر خللا فِي الأولى قبل شُرُوعه فِي الْإِعَادَة أَجْزَأته الثَّانِيَة وَإِلَّا فَلَا

Dan inilah pendapat yang dinilai shahihkan oleh mayoritas ulama, serta oleh Imam Nawawi dalam kitab al-Minhāj, karena mengukuti kitab aslinya yaitu Kitab Muharor. Dan ini adalah pendapat yang menjadi pegangan dalam madzhab Syafi'i. Dan yang dimaksud dengan ‘fardhu’ di sini adalah yang diwajibkan atas semua orang mukallaf, bukan sesuatu yang diwajibkan atas dirinya secara khusus, seperti dalam shalatnya anak kecil, sebagaimana dijelaskan oleh ar-Razi. 

Dan apabila seseorang teringat adanya kekurangan pada shalat pertamanya sebelum ia memulai shalat yang ia ulang, maka shalat yang kedua itu sudah mencukupi (menggantikan yang pertama). Namun jika ia mengingatnya setelah memulai (shalat kedua), maka itu tidak mencukupinya.


حاشية الجمل على شرح المنهج = فتوحات الوهاب بتوضيح شرح منهج الطلاب، الجزء ١ الصحفة ٥١١ — الجمل (ت ١٢٠٤)

وَدَخَلَ فِي الْمَكْتُوبَةِ الْجُمُعَةُ . فَيُسَنُّ إعَادَتُهَا عِنْدَ جَوَازِ تَعَدُّدِهَا أَوْ سَفَرِهِ لِبَلَدٍ أُخْرَى رَآهُمْ يُصَلُّوهَا ، خِلَافًا لِمَنْ مَنَعَ ذَلِكَ
 قَالَ شَيْخُنَا الشبراملسي، وَهَلْ تُحْسَبُ مِنْ الْأَرْبَعِينَ فِي الثَّانِيَةِ اكْتِفَاءً بِنِيَّةِ الْفَرْضِيَّةِ أَوْ لَا لِوُقُوعِهَا لَهُ نَافِلَةً ؟ فِيهِ نَظَرٌ، وَإِطْلَاقُهُمْ يَقْتَضِي الْأَوَّلَ اهـ. بِرْمَاوِيٌّ

Artinya : Termasuk dalam kategori shalat wajib adalah shalat Jumat. Maka disunnahkan untuk mengulanginya ketika diperbolehkan adanya pelaksanaan (shalat Jumat) lebih dari satu tempat, atau ketika seseorang bepergian ke negeri lain lalu melihat penduduknya sedang melaksanakan shalat Jumat. Hal ini berseberangan dengan pendapat yang melarang hal itu.

Syekh kami asy-Syabramallisi berkata : "Apakah orang tersebut dihitung termasuk jumlah empat puluh dalam pelaksanaan shalat Jumat yang kedua, karena sudah cukup baginya dengan berniat fardhu ? Ataukah tidak, karena shalat tersebut baginya berstatus sunnah ? Maka ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Namun penyebutan para ulama madzhab Syafi'i secara mutlak telah menunjukkan bahwa pandangan yang pertama lebih kuat". — (Keterangan) al-Birmawi.

٠(قَوْلُهُ أَيْضًا أَيْ الْمَكْتُوبَةُ) أَيْ وَلَوْ جُمُعَةً أَوْ مَقْصُورَةً أَوْ لَمْ تُغْنِ عَنْ الْقَضَاءِ أهـ شَيْخُنَا. وَعِبَارَةُ شَرْحِ م ر، وَدَخَلَ فِي الْمَكْتُوبَةِ الْجُمُعَةُ فَيُسَنُّ إعَادَتُهَا عِنْدَ جَوَازِ تَعَدُّدِهَا أَوْ سَفَرِهِ لِبَلَدٍ آخَرَ رَآهُمْ يُصَلُّونَهَا خِلَافًا لِمَنْ مَنَعَ ذَلِكَ كَالْأَذْرَعِيِّ

(Ucapannya: "Juga, Yang di maksud yaitu shalat wajib") : walaupun itu berupa shalat Jumat, shalat yang diqashar menjadi 1 roka'at, ataupun shalat yang tidak menggugurkan kewajiban qadha. Selesai (penjelasan) dari Syekh kami.

Adapun redaksi dalam Syarah Minhaj Syekh Ramli : "Termasuk dalam shalat wajib adalah shalat Jumat, maka disunnahkan untuk mengulanginya ketika diperbolehkan adanya pelaksanaan Jumat lebih dari satu tempat, atau ketika seseorang bepergian ke negeri lain dan melihat penduduknya sedang melaksanakannya. Hal ini berbeda dengan pendapat yang melarang hal itu, seperti al-Azra‘i".


تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي، الجزء ٢ الصحفة ٢٦٦ — ابن حجر الهيتمي (ت ٩٧٤)

وَالْأَوْجَهُ أَنْ يُقَالَ لَا تُسَنُّ الْإِعَادَةُ خَلْفَ مَنْ يُكْرَهُ الِاقْتِدَاءُ بِهِ لِنَحْوِ فِسْقٍ أَوْ بِدْعَةٍ أَوْ عَدَمِ اعْتِقَادِ وُجُوبِ بَعْضِ الْأَرْكَانِ لَكِنْ تَحْصُلُ الْفَضِيلَةُ 

Artinya : Pendapat yang lebih kuat adalah bahwa tidak disunnahkan mengulang shalat di belakang seseorang yang dimakruhkan untuk di ikuti (sebagai imam), mungkin karena sebab seperti kefasikan, bid‘ah atau karena ia tidak meyakini wajibnya sebagian rukun shalat. Namun keutamaan (shalat berjamaah) tetap dia dapatkan .



أسنى المطالب في شرح روض الطالب، الجزء ١ الصحفة ٢١٣ — زكريا الأنصاري (ت ٩٢٦)

وَيُسْتَثْنَى مِنْ اسْتِحْبَابِ الْإِعَادَةِ صَلَاةُ الْجُمُعَةِ؛ لِأَنَّهَا لَا تُقَامُ بَعْدَ أُخْرَى، فَإِنْ فُرِضَ الْجَوَازُ لِعُسْرِ الِاجْتِمَاعِ، فَالْقِيَاسُ فِي الْمُهِمَّاتِ أَنَّهَا كَغَيْرِهَا وَقَوْلُهُ لِعُسْرِ الِاجْتِمَاعِ مِثَالٌ فَإِنَّهُ لَوْ صَلَّى بِقَرْيَةٍ، ثُمَّ سَافَرَ لِأُخْرَى قَرِيبَةٍ فَوَجَدَهَا تُصَلِّي كَانَ الْحُكْمُ كَذَلِكَ، وَمَحَلُّ اسْتِحْبَابِ الْإِعَادَةِ لِمَنْ لَوْ اقْتَصَرَ عَلَيْهَا لَأَجْزَأَتْهُ بِخِلَافِ الْمُتَيَمِّمِ لِبَرْدٍ أَوْ لِفَقْدِ الْمَاءِ بِمَحَلٍّ يَغْلِبُ فِيهِ وُجُودُ الْمَاءِ

Artinya : Dan dikecualikan dari kesunnahan mengulang shalat wajib : yaitu shalat Jumat, karena shalat Jumat tidak boleh di dirikan lagi setelah selesai menunaikannya. Jika seandaikan di anggap boleh untuk mengulangi, dikarenakan sulitnya berkumpul disatu tempat (untuk melaksanakan junatan), maka menurut qiyas dalam kitab al-Muhimmaat hukum sholat jumat sama seperti shalat wajib lainnya. 

Ucapannya : "Karena sulitnya berkumpul di satu tempat" itu hanyalah sebagai contoh, sebab jika ada seseorang telah shalat Jumat di suatu desa, lalu dia bepergian ke desa lain yang dekat dan mendapati mereka sedang melaksanakan shalat Jumat, maka hukumnya juga demikian (yakni disunnahkan mengulanginya).

Kesunnahan mengulang shalat ini, hanya berlaku bagi orang yang seandainya ia hanya mengerjakan shalat yang diulang tersebut saja, maka sudah dianggap sudah mencukupi (menunaikan kewajibannya). Berbeda dengan orang yang bertayammum karena cuaca dingin atau karena tidak menemukan air di tempat yang pada umumnya air mudah ditemukan. (Maka mengulangi sholat hukumnya wajib baginya).

وَإِنَّمَا يُسْتَحَبُّ إذَا كَانَ الْإِمَامُ مِمَّنْ لَا يُكْرَهُ الِاقْتِدَاءُ بِهِ
وَلَا يُسْتَحَبُّ إلَّا مَرَّةً وَاحِدَةً كَمَا أَشَارَ إلَيْهِ الْإِمَامُ . وَقُوَّةُ كَلَامِ غَيْرِهِ تُرْشِدُ إلَيْهِ . ذَكَرَ ذَلِكَ الْأَذْرَعِيُّ
 وَمَا أَشَارَ إلَيْهِ الْإِمَامُ نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ فِي مُخْتَصَرِ الْمُزَنِيّ
 قَالَ فِي الْمُهِمَّاتِ وَتَصْوِيرُهُمْ يُشْعِرُ بِأَنَّ الْإِعَادَةَ إنَّمَا تُسْتَحَبُّ إذَا حَضَرَ فِي الثَّانِيَةِ مَنْ لَمْ يَحْضُرْ فِي الْأُولَى، وَهُوَ ظَاهِرٌ، وَإِلَّا لَزِمَ اسْتِغْرَاقُ ذَلِكَ لِلْوَقْتِ
 
Dan kesunnahan mengulang shalat itu juga hanya berlaku, apabila imamnya bukan termasuk orang yang dimakruhkan untuk diikuti. 

Dan kesunnahan mengulang sholat tersebut hanya berlaku untuk satu kali saja, sebagaimana telah di isyaratkan oleh Imam Haramain, dan kuatnya ucapan para ulama lainnya juga menunjukkan hal tersebut. Hal ini telah disebutkan oleh Imam Adzra‘i.

Dan apa yang diisyaratkan oleh Imam Haramian sebetulnya juga telah dinyatakan secara tegas oleh Imam Syafii di dalam kitab Mukhtashar al-Muzani. Imam Asnawi dalam kitab al-Muhimmaat menyatakan bahwa gambaran para ulama telah menunjukkan bahwa kesunnahan mengulang shalat hanya berlaku apabila orang yang hadir pada dalam shalat yang kedua dia tidak hadir pada shalat yang pertama. Dan hal itu jelas, karena jika tidak demikian maka akan menyebabkan seseorang menghabiskan seluruh waktunya untuk terus-menerus mengulang shalat.


إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، الجزء ٢ الصحفة ٧٢ — البكري الدمياطي (ت ١٣١٠)

وأفهم قولنا بمستو ولو تقديرا: أنه لو علمت قرية سمعوا النداء، ولو استوت لم يسمعوا، أو انخفضت فلم يسمعوا ولو استوت لسمعوا: وجبت في الثانية، دون الأولى لتقدير الاستواء٠ 
-إلى أن قال-

Artinya : Dan perkataan kami " di tanah yang rata " walaupun secara perkiraan, itu telah memberikan pemahaman bahwa : apabila diketahui bahwa ada sebuah desa mereka mendengar adzan, tetapi seumpama kondisi kampung mereka datar (bukan ditempat yang tinggi), maka di pastikan mereka tidak akan mendengarnya, atau seandainya lokasi kampung mereka ditempat yang rendah, maka mereka tidak mendengar, dan seandainya di daerah datar, maka mereka pasti mendengarnya, maka dalam kondisi yang kedua mereka wajib jumatan, dan dalam kondisi pertama mereka tidak wajib jumatan, karena pertimbangan kondisi kampung di tempat yang datar.
-sampai pada ucapan-

٠(سئل) رحمه الله تعالى عن بلد تسمى راون بها ثلاث قرى مفصولة مختصة كل قرية باسم وصفة بين كل قرية أقل من خمسين ذراعا فبنوا مسجدا لإقامة الجمعة في خطة أبنية أوطان المجمعين فصلوا فيه مدة طويلة، فحصل بينهم مقاتلة فانفردت قرية من الثلاثة بجمعة، وأهل القريتين بنوا مسجدا ثانيا بجمعة أخرى

“(Beliau Syekh ditanya — semoga Allah merahmatinya — tentang sebuah wilayah yang disebut Raun, yang di dalamnya terdapat tiga desa yang terpisah, masing-masing memiliki nama dan ciri khasnya. Jarak antara setiap desa kurang dari lima puluh hasta (25 meter). Mereka mendirikan sebuah masjid untuk melaksanakan shalat Jumat di tengah-tengah pemukiman gabungan, lalu mereka shalat di dalamnya dalam jangka waktu yang lama. Kemudian terjadi pertikaian (peperangan) di antara mereka, sehingga salah satu dari tiga kampung tersebut melaksanakan shalat Jumat secara terpusah, dan penduduk dua desa 1lainnya membangun masjid kedua untuk melaksanakan shalat Jumat yang lain.

فهل يلزمهم أن يجتمعوا بجمعة واحدة وتبطل الأخرى بوجود الأمان بينهم أو لا؟ (فأجاب) نفع الله به: حيث كانت القرى المذكورة يتمايز بعضها عن بعض، وكان في كل قرية أربعون من أهل الجمعة، خرجوا عن عهدة الواجب، وصحت جمعتهم، سواء المتقدمة والمتأخرة الخ

Maka apakah mereka wajib untuk berkumpul dalam satu shalat Jumat saja sehingga shalat yang lain batal, dikarenakan sudah ada jaminan keamanan di antara mereka, ataukah tidak wajib ? 
(Maka beliau menjawab) — semoga Allah memberi manfaat melalui beliau —: Di karenakan desa-desa yang disebutkan itu sudah terpisah satu sama lain, dan di setiap desa terdapat empat puluh orang yang wajib melaksanakan shalat Jumat, maka mereka keluar dari kewajiban (tidak wajib berkumpul di satu tempat), dan shalat Jumat mereka sah, baik yang lebih dahulu maupun yang kemudian, dan seterusnya.


والله أعلم بالصواب

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

PENANYA

Nama : Laila Farach
Alamat : Pakis, Malang, Jawa Timur
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Wakil: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Terjemah Ibarot : Ustadz Rahmatullah Metuwah (Babul Rahmah, Ustadz Ahmad Marzuki (Cikole, Sukabumi, Jawa Barat), Kyai Muntahal 'Ala Hasbullah (Giligenting, Sumenep, Madura), Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur), Ustadz Ustadzah Lusy Windari (Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Menjilat Farji Istri atau Memasukkan Dzakar ke Dalam Mulut Istri

Apa yang Dimaksud Dengan "Adab Lebih Didahulukan Daripada Ilmu"