Hukum Wali yang Fasiq Menikahkan Putrinya, Sahkah ?

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Ada seorang gadis mau menikah, sang ayah dari gadis tersebut diyakini oleh anaknya sebagai seorang yang fasiq karena tidak suka melaksanakan shalat 5 waktu. 

PERTANYAAN

Menurut madzhab Syafi'i apakah sah ayah tersebut menjadi wali dari anaknya, kalau tidak bagaimana solusinya ? 

JAWABAN :

Menurut pendapat yang muktamad dalam madzhab Syafi'i :Tidak boleh dan tidak sah.

Menurut pendapat kedua yang dipilih oleh Syekh Izzudin Ibnu Abdissalam : boleh dan Sah. 

Di antara solusi keluar dari perbedaan pendapat adalah : dengan meminta si wali untuk bertaubat sebelum mengakadkan atau mewakilkan akad nikah. Maka ini sudah mencukupi menurut sebagian ulama Syafi'iyyah.

REFERENSI :

روضة الطالبين وعمدة المفتين، الجزء ٧ الصحفة ٦٤ — النووي (ت ٦٧٦)

الْمَانِعُ الثَّالِثُ: الْفِسْقُ فِيهِ سَبْعُ طُرُقٍ. أَشْهَرُهَا: فِي وَلَايَةِ الْفَاسِقِ قَوْلَانِ، وَقِيلَ بِالْمَنْعِ قَطْعًا. وَقِيلَ: يَلِي قَطْعًا. وَقِيلَ: يَلِي الْمُجْبَرُ فَقَطْ. وَقِيلَ: عَكْسُهُ، لِأَنَّهُ لَا يَسْتَقِلُّ. وَقِيلَ: يَلِي غَيْرُ الْفَاسِقِ بِشُرْبِ الْخَمْرِ. وَقِيلَ: يَلِي الْمُسْتَتِرُ بِفِسْقِهِ دُونَ الْمُعْلِنِ

Artinya : Penghalang (hak wali nikah) yang ketiga: kefasikan (berbuat dosa). Dalam masalah ini terdapat tujuh periwayatan madzhab Syafii. Dan riwayat yang paling masyhur : tentang kewenangan (jadi wali nikah) bagi orang fasik terdapat dua pendapat.
-Dan dalam riwayat lemah : Hak wali nikahnya dilarang secara mutlak. 
-Dalam riwayat lain yg lemah juga : Dia bisa menikahkan secara mutlak. 
-Dalam riwayat lain : Yang berwenang hanyalah wali mujbir (yang boleh menikahkan anak gadisnya secara paksa). 
-Dalam riwayat lain malah sebaliknya, (yakni orang fasiq yang bisa menikahkan hanya selain wali mujbir), karena dia tidak menikahkan tanpa idzin wanita yang dia nikahkan. 
-Dalam riwayat lain : wali fasiq yang berwenang menikahkan adalah : selain orang fasik yang sebabnya meminum minuman keras. 
-Dalam riwayat lain : yang berwenang menikahkan adalah : wali yang menyembunyikan kefasikannya, bukan yang menampakkannya.

وَأَمَّا الرَّاجِحُ، فَالظَّاهِرُ مِنْ مَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ : مَنْعُ وَلَايَةِ الْفَاسِقِ، وَأَفْتَى أَكْثَرُ الْمُتَأَخِّرِينَ بِأَنَّهُ يَلِي، لَا سِيَّمَا الْخُرَاسَانِيُّونَ، وَاخْتَارَهُ الرُّويَانِيُّ. قُلْتُ: الَّذِي رَجَّحَهُ الرَّافِعِيُّ فِي الْمُحَرِّرِ: مَنْعُ وَلَايَتِهِ. وَاسْتُفْتِيَ الْغَزَالِيُّ فِيهِ فَقَالَ: إِنْ كَانَ بِحَيْثُ لَوْ سَلَبْنَاهُ الْوِلَايَةَ لَانْتَقَلَتْ إِلَى حَاكِمٍ يَرْتَكِبُ مَا يُفَسِّقُهُ، وُلِّيَ، وَإِلَّا، فَلَا. وَهَذَا الَّذِي قَالَهُ حَسَنٌ، وَيَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ الْعَمَلُ بِهِ - وَاللَّهُ أَعْلَمُ -

Adapun pendapat yang kuat (dari 2 pendapat di atas), maka yang saya fahami dari mazhab Asy-Syafi‘i adalah: Dicabutnya hak wali nikah dari orang fasik. Namun Sebagian besar ulama muta’akhkhir (generasi belakangan) berfatwa bahwa ia masih tetap wewenang untuk menikahkan, khususnya para Ulama Khurasan, dan pendapat ini dipilih oleh Ar-Ruyani. Saya (penulis) berkata: "Pendapat yang dianggap kuat oleh Ar-Rafi‘i dalam kitab Muharrar adalah : Di cabutnya hak wali nikah bagi orang fasik".
Imam Ghazali pernah dimintai fatwa dalam masalah ini, maka beliau berkata: "Jika dengan mencabut kewenangan hal perwaliannya, justru hak wali akan berpindah kepada hakim yang melakukan perbuatan yang juga membuatnya fasik, maka wali nasab yang fasiq tersebut tetap diberi kewenangan untuk menikahkan. Namun jika tidak, maka tidak diberi kewenangan."

Dan apa yang dikatakan oleh Al-Ghazali itu sangat bagus, dan seharusnya diamalkan. — Dan Allah lebih mengetahui.


تحفة المحتاج، الجزء ٧ الصحفة ٢٥٦

٠(ولا ولاية لفاسق) غير الإمام الأعظم (على المذهب) للحديث الصحيح { لا نكاح إلا بولي } مرشد أي عدل عاقل فيزوج الأبعد واختار أكثر متأخري الأصحاب أنه يلي والغزالي أنه لو كان بحيث لو سلبها انتقلت لحاكم فاسق لا ينعزل ولي وإلا فلا لأن الفسق عم واستحسنه في الروضة وقال ينبغي العمل به وبه أفتى ابن الصلاح وقواه السبكي

Artinya : (Tidak ada kewenangan jadi wali nikah bagi orang fasik/pendosa) selain imam tertinggi (khalifah) (menurut periwayatan mazhab Syafi'i yang paling kuat). Hal berdasarkan hadis shahih: "Tidak sah nikah kecuali dengan wali". Yakni wali yang mursyid (maksudnya wali yang baik amal agamanya (jauh dari dosa) dan berakal. Maka dari itu, jika wali yang paling dekat ternyata fasiq, maka wali urutan berikutnya yang boleh menikahkan. Sebagian besar Ulama' Madzhab Syafi'i generasi muta’akhkhir memilih pendapat yang menyatakan bahwa orang fasik (pendosa) tetap bisa menjadi wali nikah. Sementara Imam Ghazali berpendapat: ‘Jika hak wali nikahnya dicabut, maka faktanya hak wali akan pindah kepada hakim yang juga sama-sama fasiq, maka ia (wali nasab) tidak boleh dicabut (yakni masih sah). Namun jika hak wali berpindah kepada hakim yang baik agamanya, maka hak wali nasab dicabut. Pendapat ini dianggap bagus dalam ar-Raudhah, dan beliau berkata: "Seharusnya pendapat inilah diamalkan". Ibnus Shalah pun berfatwa sesuai pendapat tersebut, dan As-Subki juga menguatkannya.

وقال الأذرعي لي منذ سنين أفتي بصحة تزويج القريب الفاسق واختاره جمع آخرون إذا عم الفسق وأطالوا في الانتصار له حتى قال الغزالي من أبطله حكم على أهل العصر كلهم إلا من شذ بأنهم أولاد حرام اهـ

Imam Adzra‘i berkata: "Sudah bertahun-tahun aku berfatwa mengesahkan perwalian kerabat dekat yang fasiq, dan pendapat ini juga dipilih oleh sekelompok Ulama lainnya jika kefasikan telah merata di mana-mana". Mereka juga memaparkan argument (pendapat) yang panjang untuk membela pendapat ini, hingga Imam Ghazali berkata: "Siapa yang membatalkan nikah (dengan menolak hak perwalian orang fasik), berarti ia menghukumi bahwa hampir seluruh penduduk di zaman ini, sebagai anak-anak haram, kecuali hanya segelintir orang-orang tertentu saja." Selesai.


اعانة الطالبين، الجزء ٣ الصحفة ٣٠٥

وَشُرِطَ فِي الوَلِيِّ عَدَالَةٌ وَحُرِّيَّةٌ وَتَكْلِيْفٌ، فَلاَ وِلاَيَةَ لِفَاسِقٍ غَيْرِ الإِمَامِ الأَعْظَمِ، لِأَنَّ الفِسْقَ نَقْصٌ يَقْدَحُ فِي الشَّهَادَةِ فَيَمْنَعُ الوِلاَيَةَ كَالرِّقِّ-إلى أن قال- وَالَّذِي اخْتَارَهُ النَّوَوِيُّ كَابْنِ الصَّلاَحِ بَقَاءُ الوِلاَيَةِ لِلفَاسِقِ اهـ

Artinya : Disyaratkan untuk sahnya wali nikah : adanya sifat adil (menjauhi dosa), merdeka, dan mukallaf. Karena itu, tidak sah perwalian bagi orang fasiq (pendosa) selain imam (pemimpin tertinggi sebuah negara), sebab kefasikan adalah bentuk kekurangan yang merusak (keberterimaan) kesaksian, sehingga mencegah kewalian sebagaimana halnya perbudakan. — Hingga beliau berkata: Dan pendapat yang dipilih secara pribadi oleh An-Nawawi, sebagaimana juga Ibnus Shalah, (yakni bukan meriwayatkan madzhab Syafii) adalah : tetap adanya Hak kewalian bagi orang fasiq (pendosa).” — Selesai.


حاشية القليوبي على المحلي، الجزء ٣ الصحفة ٢٢٨

لاَ وِلاَيَةَ لِفَاسِقٍ عَلَى الْمَذْهَبِ قَالَ الْمَحَلِّي: وَالْقَوْلُ الثَّانِي أَنَّهُ يَلِي لِأَنَّ الْفَسَقَةَ لَمْ يُمْنَعُوْا مِنَ التَّزْوِيْجِ فِيْ عَصْرِ اْلأَوَّلِيْنَ

Artinya : Menurut periwayatan yang kuat dalam mazhab Syafi’i, bahwa orang fasik (pendosa) tidak boleh menjadi wali. Sedangkan menurut al-Mahalli, pendapat kedua yang menyatakan : bahwa orang fasiq (pendosa) dibolehkan dan sah menjadi wali nikah. Pendapat ini di dasarkan pada alasan karena orang-orang fasiq pada masa awal Islam tidak dilarang untuk mengawinkan.
 

الغاية في اختصار النهاية، الجزء ١ الصحفة ٩٤ — عز الدين بن عبد السلام (ت ٦٦٠)

«الأصحّ أنّ الفسق لا يمنع من ولاية النكاح، لأنّ العدالة شُرطت من الولاية، حثًّا للولاة على القيام بمصالح الولايات، ودفع مفاسدها، وطبع الولي يحثّه على تحصيل مصالح النكاح، ويزعه عن إدخال العار على نفسه وعلى وليه، والوازع الطبعي أقوى من الوازع الشرعي»

Artinya : Pendapat Ashab (Ulama-ulama Syafii) yang lebih sahih adalah : bahwa kefasikan (dosa) tidak menghalangi hak menjadi wali dalam pernikahan, karena sifat adil (jauh dari perbuatan dosa) itu disyaratkan dalam kewalian sebagai bentuk dorongan kepada para wali agar menjalankan kemaslahatan-kemaslahatan dalam hak kewalian dan menghindari kerusakan yang timbul padanya. Sementara tabiat seorang wali nikah adalah selalu mendorongnya untuk mewujudkan kemaslahatan pernikahan dan menahannya dari memasukkan aib pada dirinya dan kepada orang yang berada di bawah perwaliannya, dan dorongan yang bersifat fitrah (naluriah) itu lebih kuat daripada dorongan syar‘i.


بغية المسترشدين، الجزء ٤٢٣

يشترط في الولي عدم الفسق على الراجح ، فإذا لم يصح عقده لم يصح توكيله لأنه فرعه ، كوكيل وليّ أحرم موكله هذا في غير سيد الأمة ، أما هو فيزوجها ويوكل ولو فاسقاً ، لأن تزويجه لها بالملك لا بالولاية ، كما أن الإمام الأعظم لا ينعزل بالفسق ، فيزوّج بناته إذا لم يكن لهن وليّ خاص غيره كبنات غيره ، ويوكل غيره الأهل لذلك

Artinya : Disyaratkan pada wali adalah bukan orang fasik (pendosa) menurut pendapat yang lebih kuat. Jika akad nikahnya tidak sah, maka otomatis juga tidak sah pula perwakilannya, karena perwakilan merupakan cabang (dari hak kewalian), sebagaimana tidak sahnya wakil nikah dari seorang wali nikah yang sedang ihram. Hanya saja aturan ini berlaku pada selain kasus tuang pemilik budak perempuan. Adapun seorang tuan pemilik budak wanita, maka dia boleh menikahkannya dan juga boleh mewakilkannya, sekalipun ia seorang fasik, karena dia boleh menikahan budaknya itu berdasarkan hukum kepemilikan, bukan berdasarkan hak perwalian.

Demikian pula imam tertinggi (khalifah) tidak terpecah dari jabatannya sebab perbuatan dosa-dosanya, sehingga dia tetap boleh menikahkan anak-anak perempuannya bila mereka tidak memiliki wali khusus selain dirinya, seperti halnya putri-putri orang lain, dan ia juga boleh juga mewakilkannya kepada orang lain yang layak untuk itu.

ولا تشترط العدالة في الولي مطلقاً ، فلو تاب في المجلس توبة صحيحة زوّج في الحال ، وإن كان وصف العدالة لا يثبت إلا بعد مضي سنة ، نعم فيه إشكال من حيث إن من شروط التوبة ردّ المظالم وقضاء الصلوات ، وقد لا يتمكن من ذلك فوراً مع قولهم زوج حالاً ، لكن صرح (ع ش) بأن التوبة في حق الولي لا يشترط فيها قضاء نحو الصلاة ، حيث وجدت شروط التوبة بأن غرم مصمماً على ردها 

Punya sifat adil (amal agama yang baik) tidak disyaratkan secara mutlak pada wali nikah. Maka jika ia bertaubat di majelis akad (pada saat itu juga) dengan taubat yang benar, maka ia langsung boleh menikahkan saat itu juga, meskipun sifat adil secara hukum baru bisa dibuktikan setelah adanya berlalunya (karantina) selama satu tahun.

Namun memang terdapat problem disini, karena salah satu syarat taubat adalah mengembalikan hak-hak orang yang dia zalimi dan juga mengqadha shalat-shalat yang dia ditinggalkan, dan ia mungkin tidak mampu melakukannya segera, padahal mereka (para Ulama') mengatakan bahwa ia langsung boleh menikahkan. Akan tetapi Syekh Ali Sabromalisi menegaskan bahwa taubat bagi seorang wali tidak disyaratkan padanya untuk segera mengqadha shalat dan semisalnya, selama syarat-syarat taubat yang lain telah terpenuhi, yaitu ia siap menanggung dan bertekad kuat untuk mengembalikan hak tersebut.


حاشيتا قليوبي وعميرة، الجزء ٣ الصحفة ٢٢٨ — القليوبي (ت ١٠٦٩)

قَوْلُهُ: (ولا وِلايَةَ لِفاسِقٍ) فَإنْ تابَ زَوَّجَ فِي الحالِ عَلى المُعْتَمَدِ عِنْدَ شَيْخِنا الرَّمْلِيِّ وأتْباعِهِ ويَنْبَغِي الِاكْتِفاءُ هُنا بِعَزْمِهِ عَلى وفاءِ الحُقُوقِ الَّتِي عَلَيْهِ، وإنْ كانَ قادِرًا عَلَيْها فَراجِعْهُ

Artinya : Ucapan Imam Haromain: Dan tidak sah perwalian bagi orang fasik (pendosa). Mafhumnya : apabila ia telah bertaubat, maka ia boleh menikahkan saat itu juga menurut pendapat yang dianggap kuat oleh guru kami, yaitu Syekh Ramli, dan para pengikutnya. Dan seharusnya dalam masalah ini cukup dengan tekadnya untuk menunaikan hak-hak yang menjadi kewajibannya, apabila ia mampu menunaikannya. Silakan merujuk kembali (kepada penjelasan ulama) terkait hal ini.


فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين، الجزء ١ الصحفة ٦٢٣ — زين الدين المعبري (ت ٩٨٧)

تنبيه ثان [في بيان المعتمد في المذهب]: اعلم أن المعتمد في المذهب للحكم والفتوى ما اتفق عليه الشيخان كما جزم به النووي فالرافعي فما رجحه الأكثر فالأعلم فالأروع
قال شيخنا: هذا ما أطلق عليه محققو المتأخرين والذي أوصى باعتماده مشايخنا

Artinya : Peringatan kedua :(Tentang penjelasan pendapat yang menjadi pegangan dalam mazhab Syafi'i): 
Ketahuilah bahwa pendapat yang dijadikan pegangan oleh Ulama mazhab Syafii untuk keputusan hukum di pengadilan dan fatwa para Mufti adalah sesuai urutan berikut ini : 
1. Pendapat yang disepakati oleh dua imam besar ( Imam Nawawi dan Omam Rafi‘i).
2. Pendapat yang di unggulkan oleh Imam Nawawi saja.
3. Pendapat yang di unggulkan oleh Imam Rafi‘i saja.
4. Setelah itu, pendapat yang dikuatkan oleh mayoritas ulama, kemudian yang paling alim, kemudian yang paling wara‘.

Guru kami (Syekh Ibnu Hajar) berkata: Inilah yang di tegaskan oleh para ulama peneliti dari kalangan ulama muta’akhkhirin, dan inilah yang diwasiatkan untuk dijadikan pegangan oleh para guru kami.


الياقوت النفيس في مذهب ابن ادريس في الفقه الشافعي، الصحفة ٢٠٢

وقد تعذرت العدالة في زمننا وقبله ؛ فقد قال الغزالي: إن الفسق قد عم العباد والبلاد، وقد اختار هو وتبعه الأذرعي وابن عطيف ما أفتى به بعضهم من قبول شهادة الفاسق عند عموم الفسق دفعا للحرج الشديد في تعطيل الأحكام، لكن يلزم القاضي تقديم الأمثل فالأمثل والبحث عن حال الشاهد، وتقديم من فسقه أخف أو أقل على غيره

Artinya : Sifat 'adil pada saksi (yakni : tidak pernah mengerjakan dosa besar sama sekali dan juga tidak terus menerus dalam dosa kecil) telah sulit ditemukan pada masa kita dan masa sebelumnya, sebab Imam Ghazali berkata: Sesungguhnya kefasikan telah merata pada hamba dan negeri. Beliau telah memilih (dan ini diikuti oleh al-Adzra‘i serta Ibnu ‘Athif) pendapat sebagian ulama yang membolehkan menerima kesaksian orang fasiq (pendosa) ketika perbuatan fasiq (dosa) telah merata di mana-mana. Hal ini untuk menghindari kesulitan besar yang terjadi bila hukum-hukum tidak dapat ditegakkan. Namun hakim tetap wajib mendahulukan saksi yang lebih baik (lebih sedikit dosanya) kemudian yang berikutnya, serta meneliti keadaan saksi dan mendahulukan orang yang kefasikannya lebih ringan atau lebih sedikit daripada yang lainnya.

قال الأشخر : ويجوز تقليد هؤلاء في ذلك للمشقة بالشرط المذكور، على أن أبا حنيفة قال : ينفذ حكم الحاكم بشهادة الفاسق إذا لم يجرب عليه الكذب، فيجوز تقليده أيضًا عند شدة الضرورة. اهـ

Syekh Asykhar berkata : Boleh bertaklid kepada mereka (ulama yang membolehkan menerima kesaksian pendosa) dalam masalah ini karena adanya kesulitan (mencari saksi yang adil), dengan syarat-syarat yang telah disebutkan. Selain itu, Abu Hanifah berkata: Keputusan hakim berdasarkan kesaksian orang fasik (pendosa) di anggap SAH selama ia belum teruji sering berdusta. Maka boleh juga bertaklid kepadanya dalam kondisi darurat yang sangat.


والله أعلم بالصواب

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

PENANYA 
 
Nama : Rahma
Alamat : Rancah, Ciamis, Jawa Barat
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Wakil: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Terjemah Ibarot : Ustadz Rahmatullah Metuwah (Babul Rahmah, Aceh Tenggara, Aceh), Ustadz Masruri Ainul Khayat (Kalimantan Barat), Ustadz Ahmad Marzuki (Cikole, Sukabumi, Jawa Barat), Kyai Muntahal 'Ala Hasbullah (Giligenting, Sumenep, Madura), Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur), Ustadz Ahmad Alfadani (Balongbendo, Sidoarjo, Jawa Timur), Ustadz Abdurrozaq (Wonokerto, Pekalongan, Jawa Tengah), Ustadzah Lusy Windari (Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)

________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Menjilat Farji Istri atau Memasukkan Dzakar ke Dalam Mulut Istri

Apa yang Dimaksud Dengan "Adab Lebih Didahulukan Daripada Ilmu"