Hukum Membadalkan Haji Bagi Seseorang Lanjut Usia dan Sakit-Sakitan
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
DESKRIPSI
Badriah (nama samaran) sesuai dengan porsinya, Ia akan diberangkatkan pada tahun ini. Namun kondisi Badriyah yang sudah lanjut usia dan sakit-sakitan dan tidak memungkinkan untuk berangkat ke tanah suci, sedangkan dia mampu dalam pembiyaannya ?
PERTANYAAN
Bolehkah Badriyah dibadalkan hajinya ?
JAWABAN
Boleh apabila ketidakmampuan tubuhnya tersebut sekiranya tidak bisa diharapkan kesembuhannya serta mendapat izin darinya.
REFERENSI :
شرح النووي على مسلم، الجزء ٨ الصحفة ٢٧ — النووي (ت ٦٧٦)
وَالْجُمْهُورِ أَنَّ النِّيَابَةَ فِي الْحَجِّ جَائِزَةٌ عَنِ الْمَيِّتِ وَالْعَاجِزِ الْمَأْيُوسِ مِنْ بُرْئِهِ وَاعْتَذَرَ الْقَاضِي عِيَاضٌ عَنْ مُخَالَفَةِ مَذْهَبِهِمْ لِهَذِهِ الْأَحَادِيثِ فِي الصَّوْمِ عَنِ الْمَيِّتِ وَالْحَجِّ عَنْهُ بِأَنَّهُ مُضْطَرِبٌ وَهَذَا عُذْرٌ بَاطِلٌ وَلَيْسَ فِي الْحَدِيثِ اضْطِرَابٌ وَإِنَّمَا فِيهِ اخْتِلَافٌ جَمَعْنَا بَيْنَهُ كَمَا سَبَقَ وَيَكْفِي فِي صِحَّتِهِ احْتِجَاجُ مُسْلِمٍ بِهِ فِي صَحِيحِهِ وَاللَّهُ أعلم
Artinya : Mayoritas ulama berpendapat bahwa perwakilan (badal) dalam ibadah haji hukumnya diperbolehkan atas nama orang yang telah meninggal dunia dan juga orang yang tidak mampu sebab udzur yang permanen serta tidak diharapkan kesembuhannya. Qadhi Iyadh mencoba memberikan alasan atas perbedaan mazhab mereka terhadap hadits-hadits tentang puasa atas nama orang yang telah meninggal dan haji atas namanya, dengan mengatakan bahwa hadits tersebut bersifat tidak konsisten (mudhtharib). Namun alasan ini tidak benar, karena dalam hadits tersebut tidak terdapat ketidakkonsistenan, melainkan hanya perbedaan yang telah kami kompromikan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Dan sebagai bukti kesahihannya, cukuplah bahwa Imam Muslim menjadikannya sebagai hujah dalam kitab Shahih-nya. Dan Allah Maha Mengetahui.
المجموع شرح المهذب، الجزء ٧ الصحفة ٩٨
واما) الحجة الواجبة بقضاء أو نذر فيجوز النيابة فيها عن الميت والمعضوب بلا خلاف عندنا كحجة الاسلام لكن لا يجوز عن المعضوب إلا باذنه ويجوز عن الميت بإذنه وبغير إذنه، ويجوز من الوارث والأجنبي سواء أذن له الوارث أم لا بلا خلاف
Artinya : Adapun haji yang wajib sebab qadha atau nazar, maka boleh diwakilkan pelaksanaannya atas nama orang yang telah meninggal dunia maupun orang yang tidak mampu secara fisik, tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan kami, sebagaimana haji rukun Islam.
Namun, tidak boleh mewakili orang yang masih hidup dan secara fisik tidak mampu kecuali dengan izinnya. Sedangkan mewakili orang yang telah meninggal dunia, maka boleh dilakukan baik dengan izinnya semasa hidup maupun tanpa izinnya. Dan boleh dilakukan oleh ahli waris maupun orang lain, baik ahli waris tersebut memberi izin atau tidak, tanpa ada perbedaan pendapat.
الحاوي الكبير، الجزء ١٥ الصحفة ٣١٣ — الماوردي (ت ٤٥٠)
قَالَ الْمَاوَرْدِيُّ: أَمَّا الصِّيَامُ عَنِ الحيِّ فَلَا يَجُوزُ إِجْمَاعًا بِأَمْرٍ أَوْ غَيْرِ أمرٍ، عَنْ قَادِرٍ أَوْ عَاجِزٍ، لِلظَّاهِرِ مِنْ قَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: ﴿وَأَنْ لَيْسَ لِلإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى) ﴿النجم: ٣٩) وَلِأَنَّ مَا تَمَحَّضَ مِنْ عِبَادَاتِ الْأَبْدَانِ لَا تَصِحُّ فِيهَا النِّيَابَةُ، كَالصَّلَاةِ، وَخَالَفَ الْحَجُّ، لِأَنَّهُ لَمَّا تَعَلَّقَ وُجُوبُهُ بِالْمَالِ لَمْ يَتَمَحَّضْ عَلَى الْأَبْدَانِ، فَصَحَّتْ فِيهِ النِّيَابَةُ كَالزَّكَاةِ
-إلى أن قال-
وَالثَّانِي: إِنَّهُ لَمَّا صَحَّتِ النِّيَابَةُ فِي الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ مَعَ الْعَجْزِ دُونَ الْقُدْرَة
Artinya : Imam Mawardi berkata: Adapun menggantikan puasa atas nama orang yang masih hidup, maka tidak boleh menurut ijma' (kesepakatan ulama), baik ada perintah maupun tanpa perintah, baik orang tersebut mampu maupun tidak mampu. Hal ini berdasarkan makna lahiriah dari firman Allah Ta‘ala: “Dan bahwa manusia tidak memperoleh selain apa yang telah dia usahakannya.” (QS. An-Najm: 39).
Dan juga karena ibadah yang murni bersifat amalan fisik, itu tidak sah untuk diwakilkan, seperti shalat. Berbeda halnya dengan haji, karena ketika kewajibannya berkaitan dengan harta, maka ia tidak murni bersifat fisik semata, sehingga boleh diwakilkan, sebagaimana zakat.
— hingga beliau berkata —
Poin kedua: Sesungguhnya ketika perwakilan badal haji dan umrah hukumnya boleh dan sah di karenakan adanya ketidakmampuan, dan tidak sah ketika ada kemampuan.
الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ٣٢ الصحفة ٤٢
شَرَائِطُ جَوَازِ النِّيَابَةِ فِي الْحَجِّ عَنِ الْحَيِّ ؛
١٣ - الشَّرْطُ الأَْوَّل: أَنْ يَكُونَ الْمَحْجُوجُ عَنْهُ عَاجِزًا عَنْ أَدَاءِ الْحَجِّ بِنَفْسِهِ، وَلَهُ مَالٌ يَسْتَنِيبُ مِنْهُ (٢) فَإِذَا كَانَ قَادِرًا عَلَى الأَْدَاءِ بِنَفْسِهِ، بِأَنْ كَانَ صَحِيحَ الْبَدَنِ وَلَهُ مَالٌ. فَإِنَّهُ لاَ يَجُوزُ حَجُّ غَيْرِهِ عَنْهُ لأَِنَّهُ إِذَا كَانَ قَادِرًا عَلَى الأَْدَاءِ بِبَدَنِهِ وَلَهُ مَالٌ يَحُجُّ بِهِ، فَالْفَرْضُ يَتَعَلَّقُ بِبَدَنِهِ لاَ بِمَالِهِ، بَل الْمَال يَكُونُ شَرْطًا، وَإِذَا تَعَلَّقَ الْفَرْضُ بِبَدَنِهِ لاَ تُجْزِي فِيهِ النِّيَابَةُ كَالْعِبَادَاتِ الْبَدَنِيَّةِ الْمَحْضَةِ. وَكَذَا لَوْ كَانَ فَقِيرًا صَحِيحَ الْبَدَنِ لاَ يَجُوزُ حَجُّ غَيْرِهِ عَنْهُ؛ لأَنَّ الْمَال مِنْ شَرَائِطِ الْوُجُوبِ فَإِذَا لَمْ يَكُنْ لَهُ مَالٌ لاَ يَجِبُ عَلَيْهِ أَصْلًا، فَلاَ يَنُوبُ عَنْهُ غَيْرُهُ فِي أَدَاءِ الْوَاجِبِ وَلاَ وَاجِبَ (٣)٠
١٤ - الشَّرْطُ الثَّانِي: الْعَجْزُ الْمُسْتَدَامُ مِنْ وَقْتِ الإِْحْجَاجِ إِلَى وَقْتِ الْمَوْتِ، بِأَنْ يَمُوتَ عَلَى مَرَضِهِ (١)٠
Artinya : Syarat-syarat di perbolehkannya badal haji atas nama orang yang masih hidup :
13. Syarat pertama: Orang yang dihajikan harus dalam kondisi betul-betul tidak mampu melaksanakan haji dengan dirinya sendiri, namun dia memiliki harta yang dapat digunakan untuk menunjuk wakil yang melaksanakan haji untuknya.
Adapaun apabila ia masih mampu melaksanakan haji dengan dirinya sendiri, yaitu sehat jasmaninya dan memiliki harta, maka tidak boleh bagi orang lain untuk berhaji atas namanya. Sebab, jika ia mampu melaksanakannya dengan badannya sendiri dan memiliki harta untuk berhaji, maka kewajiban haji itu berkaitan pada dirinya (badannya), bukan pada hartanya. Harta hanyalah sebagai syarat, dan apabila kewajiban itu melekat pada badan, maka perwakilannya tidak sah, sebagaimana ibadah-ibadah fisik murni yang lain.
Demikian pula, apabila ada seorang miskin (tidak punya bekal untuk berhaji) namun sehat badannya, maka juga tidak boleh bagi orang lain untuk berhaji atas namanya, karena harta hanya merupakan syarat wajibnya haji. Jika ia tidak memiliki harta, maka haji tidak wajib baginya sejak awal, sehingga tidak ada kewajiban yang bisa diwakilkan kepada orang lain, karena tidak ada kewajiban yang melekat padanya.
14. Syarat kedua: Ketidakmampuan tersebut berlaku terus-menerus, sejak waktu pelaksanaan haji hingga dia wafat, umapamanya ia meninggal dunia dalam keadaan sakit tersebut.
المجموع شرح المهذب - ط المنيرية، الجزء ٧ الصحفة ١٣٩ — النووي (ت ٦٧٦)
(فَرْعٌ)
فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِي الِاسْتِئْجَارِ لِلْحَجِّ
قَدْ ذَكَرْنَا أَنَّ مَذْهَبَنَا صِحَّةُ الْإِجَارَةِ لِلْحَجِّ بِشَرْطِهِ السَّابِقِ وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ وَأَحْمَدُ لَا يَصِحُّ عَقْدُ الْإِجَارَةِ عَلَيْهِ بَلْ يُعْطِي رِزْقًا عَلَيْهِ قَالَ أبو حنيفة يعطيه نفقة الطريق فان فضل منها شئ رَدَّهُ وَيَكُونُ الْحَجُّ لِلْفَاعِلِ وَلِلْمُسْتَأْجِرِ ثَوَابُ نَفَقَتِهِ لِأَنَّهُ عِبَادَةٌ بَدَنِيَّةٌ فَلَا يَجُوزُ الِاسْتِئْجَارُ عَلَيْهَا كالصلاة والصوم ولان الْحَجَّ يَقَعُ طَاعَةً فَلَا يَجُوزُ أَخْذُ الْعِوَضِ عَلَيْهِ
دَلِيلُنَا أَنَّهُ عَمَلٌ تَدْخُلُهُ النِّيَابَةُ فَجَازَ أَخْذُ الْعِوَضِ عَلَيْهِ كَتَفْرِقَةِ الصَّدَقَةِ وَغَيْرِهَا مِنْ الْأَعْمَالِ (فَإِنْ قِيلَ) لَا نُسَلِّمُ دُخُولَ النِّيَابَةِ بَلْ يَقَعُ الْحَجُّ عَنْ الْفَاعِلِ (قُلْنَا) هَذَا مُنَابِذٌ لِلْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ السَّابِقَةِ فِي إذْنِ النَّبِيِّ صلي الله وسلم في الحج عن العاجز وقوله ﷺ (فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ بِالْقَضَاءِ) (وَحُجَّ عَنْ أَبِيك)
Artinya : (Cabang Pembahasan)
Pendapat para ulama tentang menyewa orang untuk melaksanakan haji
Kami telah menjelaskan bahwa mazhab kami (Syafii) berpendapat sahnya akad sewa (ijarah) untuk melaksanakan haji dengan syarat-syarat yang telah disebutkan sebelumnya. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Imam Malik.
Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad berpendapat bahwa akad sewa untuk haji tidak sah. Akan tetapi, orang yang melaksanakan haji tersebut diberi nafkah selama perjalanan, bukan upah.
Imam Abu Hanifah berkata: Ia diberi biaya perjalanan. Jika ada sisa darinya, maka wajib dia kembalikan. Haji tersebut statusnya menjadi hak milik orang yang melaksanakannya, sedangkan pihak yang menyuruh (menyewa) hanya mendapatkan pahala dari biaya yang dikeluarkannya. Hal ini karena haji merupakan ibadah fisik, sehingga tidak boleh disewa, sebagaimana shalat dan puasa. Selain itu, haji adalah suatu bentuk ketaatan, sehingga tidak boleh mengambil imbalan darinya.
Adapun dalil kami adalah : bahwa haji merupakan amal yang menerima perwakilan, maka boleh mengambil imbalan darinya, sebagaimana membagikan sedekah (zakat) dan amal-amal lain yang serupa.
Jika ada yang menyanggah : Kami tidak menerima adanya perwakilan dalam haji, dan sebaliknya haji itu terjadi atas nama orang yang melakukannya sendiri. Maka Kami menjawab : Pendapat ini bertentangan dengan hadis-hadis sahih sebelumnya, yang menunjukkan bahwa Bahinda Nabi ﷺ memberi idzin untuk berhaji atas nama orang yang tidak mampu, serta sabda beliau ﷺ: “Utang kepada Allah lebih berhak untuk dilunasi,” dan sabda beliau ﷺ: “Berhajilah atas nama ayahmu.”
والله أعلم بالصواب
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
Nama : Ali Imron
Alamat : Tanggerang, Banten
__________________________________
MUSYAWWIRIN
Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)
PENASIHAT
Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)
PENGURUS
Ketua: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Wakil: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
TIM AHLI
Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Deskripsi Masalah: Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Terjemah Ibarot : Ustadz Rahmatullah Metuwah (Babul Rahmah, Aceh Tenggara, Aceh), Ustadz Ahmad Marzuki (Cikole, Sukabumi, Jawa Barat), Kyai Muntahal 'Ala Hasbullah (Giligenting, Sumenep, Madura), Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur), Ustadz Ahmad Alfadani (Balongbendo, Sidoarjo, Jawa Timur), Ustadz Abdurrozaq (Wonokerto, Pekalongan, Jawa Tengah), Ustadzah Lusy Windari (Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
________________________________________
Keterangan:
1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.
2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.
3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.
4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.
5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.
Komentar
Posting Komentar