Hukum Orang Tua Membelikan TV Untuk Anak-anaknya Berdosakah ?


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Perfilman Indonesia identik percintaan atau berpacaran seorang remaja yang terkadang menampilkan adegan mesra laki-laki dan perempuan seperti berpegang tangan, berpelukan bahkan terkadang berciuman. Padahal pemeran adegan tersebut antara yang satu dengan yang lainnya terkadang bukanlah sebagai mahram ataupun pasangan suami istri. Sehingga hal ini menyebabkan para remaja yang berpacaran banyak terinspirasi dan bermesraan dengan melakukan hal-hal seperti adegan sinetron diatas.

Dan ironisnya, sebagian orang tua terkadang tidak mendidik bahkan membiarkan anak-anaknya ketika menonton film percintaan yang beradegan seperti itu. Namun sebagian juga ada yang membeli TV hanya untuk mengetahui informasi/berita tentang apa yang terjadi. Sehingga mereka senantiasa menjaga/mengontrol anak-anaknya tentang apa yang dilihatnya di TV tersebut.

PERTANYAAN:

Apakah orang tua ikut berdosa yang telah membelikan TV untuk anak-anaknya, sedangkan anak-anaknya tersebut menonton sinetron yang kadang membuka aurat, atau bahkan berperan adegan mesra seperti berpegang tangan, berpelukan bahkan sampai berciuman laki-laki dan perempuan?

JAWABAN:

Orang tua yang telah membelikan TV untuk anak anaknya (sudah baligh) tidak berdosa, kecuali apabila TV tersebut digunakan menonton sinetron mesra yang menimbulkan fitnah dan syahwat baginya, karena hal termasuk i'anah (membantu) kepada maksiat.

Dan juga mendapat dosa seperti dosa anaknya apabila orang tua tidak pernah mengajarkan ilmu agama pada anak-anaknya.

REFERENSI:

سمط العقيان، الصحفة ١٥٨-١٥٩
 
[مشاركة الوالدين للابن في الثواب والعقاب] قال رحمه الله تعالى ؛ فَإِنْ هُمَا سَاقَاهُ لِلصَّوَابِ # يُشَارِكَاهُ الْكُلُّ فِي الثَّوَابِ. فَإِنْ شَقِي وَضَاعَ مِنْ يَدَيْهِمَا # وَفَرَّطَا فَوِزْرُهُ عَلَيْهِمَا


Artinya : [Orang tua dan anak bersekutu dalam pahala dan dosa] Syekh Abdullah bin Ahmad Baswidan berkata : Jika keduanya memotivasi anaknya untuk kebenaran  maka keduanya ikut andil dalam pahala.
Jika anak celaka (melakukan dosa) dan hilang/lepas dari pantauan kedua orang tua dan melalaikannya maka dosa anak ditanggung kedua orang tua. 

فَإِنْ هُمَا  أي : أبواهُ (سَاقَاهُ ) أي : أمراه ورغباهُ ( لِلصَّوَابِ ) أي : إلى سلوكِ الصَّوابِ ؛ وهو لغةً : السَّداد، وعُرفاً : الأَمرُ الثَّابِتُ الذي لا يسوعُ إنكاره، وقيل : مصادفة المقصود، فبذلك يشاركانه في عليه من الخير وربياه عليه، فالدال على الخير ما دلاه الثواب بسبب كفاعله وفي الخبر : « لأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً .. خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النعم  قيل : مثل النَّبيُّ صلَّى الله عليه وسلَّم في هذا بحمر النعم ؛ لِعُظم شأنِ حُمرِ النَّعم - وهي الإبل - عند العرب، وإلا .. فالشَّأْنُ أَعظمُ من ذلك

Jika keduanya (ayah dan ibu) memotivasi anak artinya menyuruh dan memotivasi anaknya untuk melakukan kebenaran artinya kepada jalan kebenaran : secara bahasa adalah kebenaran, dan secara adat kebiasaan adalah perkara yang pasti yang tidak dibenarkan mengingkarinya. Dan dikatakan : Sesuai dengan yang dituju, maka dari itu keduanya bersekutu dengan anak dalam hal tanggungan kepada anak dari segi kebaikan, dan kedua orang tua mendidik anaknya. Orang yang memberi petunjuk (kepada orang lain) dalam kebajikan, maka perkara yang dia jadikan petunjuk kepada yang lain menjadi sebuah pahala karena ada sebab (pahalanya) sebagaimana pelaku kebajikan tersebut. Di dalam hadist : sungguh Allah memberi petunjuk kepada seseorang sebab kamu lebih baik bagimu daripada onta merah. (Penyebutan onta merah), karena mahalnya hewan tersebut menurut orang Arab, jika tidak begitu maka niscaya (Baginda Nabi) akan menyebut yang lebih dari itu. 

قال في شرح المهذب : فرع : قال أصحابنا وغيرهم : يُكتب للصبي ثوابُ ما يعملُهُ مِنَ الطَّاعاتِ ؛ كالطَّهارةِ والصَّلاةِ، والزَّكَاةِ والصوم، والاعتكاف والحج، والقراءة، والوصية والتدبير ـ إذا صححناهما. وغير ذلكَ مِنَ الطَّاعَاتِ، ولا تكتب عليه معصية بالإجماع 

Imam As-Syairazi berkata dalam kitab Muhadzab : cabang : Ashab Syafi'iyah dan lainnya berkata : akan dicatat pahala untuk seorang anak selama dia mengerjakan hal dari ketaatan seperti bersuci, sholat, zakat, puasa, i'tikaf, haji, bacaan Qur'an, wasiat, dan pendidikan jika kita benarkan keduanya dan selain itu semua dari ketaatan. Dan tidak dituliskan kemaksiatan untuknya sesuai ijma'. 

ودليل هذه القاعدة : الأحاديثُ الصَّحيحة المشهورة ؛ كحديث : ألهذا حج ؟ قالَ : نَعَمْ ، وَلَكِ أَجْرٌ . إلى آخِرِ ما قَالَهُ. وإذا كان ذلك بالعكس ؛ كأن ضيَّعاه وتركاهُ هَمَلاً بلا تعليم ، وفرّطا في أمره بالواجبات وحفظه عن المحرَّماتِ. فوزره عليهما ؛ لإخلالهما بما وجب عليهما مِنَ الأمر والنهي

Dalil Kaedah ini sesuai dengan hadist shahih yang terkenal : Seperti hadist (seorang wanita yang bertanya kepada Baginda nabi) apakah anak ini boleh haji, maka Baginda Nabi menjawab : iya dan bagimu pahala juga. (Hingga selesai apa yang dikatakan). Apabila kenyataannya seperti itu, maka begitupula sebaliknya apabila kedua orang tuanya mengabaikan dan meninggalkan anak tersebut lalai tanpa pendidikan agama, dan keduanya lalai dalam hal memerintahkan sang anak terhadap perkara yang wajib dan menjaga dari hal yang haram, maka dosa anak dibebankan kepada kedua orang tua karena kecerobohan kedua orang tua anak tersebut dalam hal yang diwajibkan untuk mereka berdua dari Amr makruf nahi mungkar.


مرقاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح الحديث رقم ٣١٣٨

وعن أبي سعيد وابن عباس - رضي الله عنهما قالا : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - من ولد له ولد فليحسن اسمه وأدبه فإذا بلغ فليزوجه فإن بلغ ولم يزوجه فأصاب إثما فإنما إثمه على أبيه

Artinya: Dari Abi Sa'id & Ibnu Abbas ra berkata: telah berkata Rosululloh SAW ; "Barang siapa yang telah melahirkan seorang anak, maka berikanlah nama yang bagus serta berikanlah pendidikan agama yang baik, ketika anak telah baligh maka nikahkanlah, apabila anak telah baligh dan tidak dinikahkan, ketika si anak terjerumus dalam perbuatan dosa, maka dasonya dibebankan pada orang tuanya.

 الحاشية
 وعن أبي سعيد وابن عباس قالا : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : من ولد له ولد ) أي : ذكرا أو أنثى ( فليحسن ) بالتخفيف والتشديد ( اسمه وأدبه ) أي : معرفة أدبه الشرعي ( وإذا بلغ ) وفي نسخة صحيحة بالفاء ( فليزوجه ) وفي معناه التسري ( إن بلغ ) أي : وهو فقير ( ولم يزوجه ) أي : الأب وهو قادر ( فأصاب ) أي : الولد ( إثما ) أي : من الزنا ومقدماته ( فإنما إثمه على أبيه ) أي : جزاء الإثم عليه لتقصيره وهو محمول على الزجر والتهديد للمبالغة والتأكيد ، قال الطيبي - رحمه الله - : أي جزاء الإثم عليه حقيقية ودل هنا الحصر على أن لا إثم على الولد مبالغة لأنه لم يتسبب لما يتفادى ولده من أصابه الإثم

Hasyiyah: Dari Abi Sa'id dan Ibnu Abbas ra. Berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa telah melahirkan seorang anak, baik laki-laki atau perempuan, maka berikanlah nama serta pendidikan yang baik, maksudnya pengetahuan tentang adab-adab syari'at, dan ketika si anak telah baligh (mencapai usia nikah) dalam kitab yang lain ditulis dengan fa' (فاذا), maka nikahkanlah, apabila si anak telah baligh dan anak tersebut faqir dalam segi biaya dan tidak dinikahkan oleh bapak sedangkan bapak mampu, maka ketika anak terjerumus dalam dosa, baik dosa zina atau dosa pembukaan zina maka dosa si anak dibebankan kepada bapak, artinya balasan dosa dibebankan pada bapak karena kelalaian bapak, lalai itu dititik beratkan pada memberi peringatan secara tegas dan berulang-ulang. Imam at Thibi rha berkata ; "Maksudnya balasan dosa dibebankan kepada bapak secara haqiqi. Disini menunjukkan bahwa batas atas tidak berdosanya anak secara berlebihan, karena tidak menyebabkan sesuatu yang bisa dihindari anak dari terjerumus dalam dosa.


تحفة المودود بأحكام المولود، الصحفة ۷۳۹

قال بعض أهل العلم ؛
 إن الله سبحانه يسأل الوالد عن ولده يوم القيامة قبل أن يسأل الولد عن والده ؛ فإنه كما أن للأب على ابنه حقا ، فللابن على أبيه حق ، فكما قال تعالى : (ووصينا الإنسن بولديه حسنا)٠ قال تعالى ؛ (قوا أنفسكم وأهليكم نارا)٠

Artinya : Sebagian ahlul Ilmi berkata: Sesungguhnya Allah SWT, akan meminta pertanggungjawaban kepada setiap orang tua tentang hak anaknya pada hari kiamat, sebelum Allah meminta pertanggungjawaban kepada anaknya tentang hak orang tuanya. Sesungguhnya sebagaimana orang tua memiliki hak atas anaknya, begitu juga seorang anak memiliki hak atas orang tuanya. Sebagaimana Allah SWT berfirman : (Dan Kami (Allah) telah berwasiat kebaikan pada manusia untuk dua anaknya). Namun Allah juga berfirman: (Lindungi dirimu dan keluargamu dari api neraka). 

قال سيدنا علي بن أبي طالب رضي الله عنه ؛ (علموهم وأدبوهم)٠ وقال النبي صلى الله عليه وسلم ؛ ("اعدلوا بين أولادكم")٠ فوصية الله للآباء سابقة على وصية الأولاد بآبائهم ؛ قال تعالى؛ (ولا تقتلوا أولادكم من خشية إملاق)

Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, berkata: (Ajarilah mereka dan didiklah mereka). Nabi Saw bersabda: (Bersikaplah adil terhadap anak-anakmu"). Hal ini karena perintah Allah untuk orang tua lebih diutamakan daripada perintah anak-anak kepada orang tua mereka. Allah SWT berfirman: (Dan jangan bunuh anak-anakmu karena takut miskin).

 فمن أهمل تعليم ولده ما ينفعه و ترکه سدىّ، فقد أساء إليه غاية الإساءة، وأكثر الأولاد إنما جاء فسادهم من قِبل الآباء، وإهمالهم لهم، وترك تعليمهم فرائض الدين وسننه، فأضاعوهم صغارا، فلم ينتفعوا بأنفسهم ولم ينفعوا آباءهم كباراً٠ اه‍ 

Maka Barang siapa lalai mengajari anaknya dengan sesuatu yang bermanfaat baginya dan meninggalkannya dengan sia-sia, maka dia telah melakukan hal yang paling merusak. Dan kebanyakan kerusakan anak-anak berasal dari kerusakan pihak orang tua, kelalaian orang tua terhadap anak-anaknya dan tidak mengajari mereka melakukan kewajiban dan sunnah agama, sehingga anak-anak tersebut telah disia-siakan oleh orang tuanya, sehingga anak-anak tersebut tidak bermanfaat bagi diri mereka sendiri dan tidak juga bermanfaat bagi orang tua mereka ketika dewasa.


تحفة المحتاج في شرح المنهاج، الجزء ٧ الصحفة ١٩٢

خرج مثالها أى العورة فلا يحرم نظره فى نحو مرآة كما أفتى به غير واحد ويؤيد قولهم لو علق الطلاق برؤيتها لم يحنث برؤية خيالها فى نحو مرآة لأنه لم يرها ومحل ذلك أى عدم حرمة نظر المثال كما هو ظاهر حيث لم يخش فتنة ولا شهوة 

Artinya : Dikeluarkan (dikecualikan) padanan aurat. Tidak haram melihat aurat yang berada didalam umpama cermin, sebagaimana difatwakan oleh tidak hanya satu ulama' dan dikuatkan oleh perkataan para ulama' : Seandainya seseorang menggantungkan thalaknya dengan melihat aurat, maka dia tidak dianggap melanggar dengan sebab melihat gambar aurat didalam seumpama cermin, karena dia tidak melihat aurat (hakiki). Dan posisi hal tersebut artinya tidak haramnya melihat gambar adalah sudah jelas yaitu sekiranya tidak khawatir terjadinya fitnah dan syahwat.


توشيح على ابن قاسم، الصحفة ١٩٧

الفتنة هي ميل النفس ودعاؤها إلى الجماع أو مقدماته والشهوة هو أن يلتذ بالنظر

Artinya: Fitnah ialah condongnya dan tergodanya nafsu untuk melakukan jima' atau pemanasan-pemanasannya. Sedangkan syahwat ialah merasa nikmat dengan sebab melihat. 


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Abd. Gnoni
Alamat : Balung Jember Jawa Timur
____________________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum

PENASEHAT :

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung Jember Jawa Timur)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Perumus + Muharrir : Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari Jember Jawa Timur)
Editor : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Terjemah Ibarot : Kyai Muntahal 'Ala Hasbullah (Giligenting Sumenep Madura), Ust. Ahmad Marzuki (Cikole Sukabumi Jawa Barat), Ust. Robit Subhan (Balung Jember Jawa Timur).

LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://chat.whatsapp.com/ELcAfCdmm5AFXhPJdEPWT3 
____________________________________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?