Hukum Bersalaman Terhadap Ajnabi (Selain Mahram) ?

 
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Indonesia merupakan sebuah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Di Indonesia terdapat para Ulama', dan Kyai yang diyakini oleh sebagian masyarakat mereka adalah orang-orang yang suci dan dekat pada Allah SWT serta memiliki keberkahan (barokah) dll.

Sehingga masyarakat baik laki-laki ataupun perempuan kadang tidak segan-segan bersalaman dan mencium tangan mereka jika bertemu para Ulama' ataupun Kyai. Dan juga ada sebagian para laki-laki baik yang tua atau muda terkadang juga sampai bersalaman dan mencium tangan para Bu Nyai yang dianggap memiliki keberkahan (barokah). Mereka beranggapan bahwa memandang seorang Ulama' itu bernilai ibadah, apalagi sampai bersalaman dan mencium tangannya meskipun itu lawan jenis.

PERTANYAAN:

Bagaimana hukum bersalaman terhadap ajnabi (selain mahram)?

JAWABAN:

Haram bersalaman dengan perempuan ajnabi (bukan mahram), kecuali dengan anak kecil yang belum dalam batasan untuk disyahwati secara uruf. Para Ulama' bersepakat bahwa anak kecil yang berumur 7 tahun termasuk batasan yang sudah disyahwati, karenanya menyentuhnya dapat membatalkan wudhu'.

REFERENSI:

حاشية البجيرمي على الخطيب، الجزء ١٠ الصحفة ١١٣

وَتُسَنُّ مُصَافَحَةُ أَيْ عِنْدَ اتِّحَادِ الْجِنْسِ، فَإِنْ اخْتَلَفَ فَإِنْ كَانَتْ مَحْرَمِيَّةً أَوْ زَوْجِيَّةً أَوْ مَعَ صَغِيرٍ لَا يُشْتَهَى أَوْ مَعَ كَبِيرٍ بِحَائِلٍ جَازَتْ مِنْ غَيْرِ شَهْوَةٍ وَلَا فِتْنَةٍ؛ نَعَمْ يُسْتَثْنَى الْأَمْرَدُ الْجَمِيلُ فَتَحْرُمُ مُصَافَحَتُهُ كَمَا قَالَهُ الْعَبَّادِيُّ ا هـ

Artinya: Disunnahkan bersalaman maksudnya ketika sesama jenis, maka apabila berbeda jenis hukumnya diperinci : apabila wanita tersebut masih punya hubungan mahrom, hubungan pernikahan, atau bersalaman dengan anak kecil yang tidak menimbulkan syahwat, atau dengan orang dewasa, dan bersalamannya dengan memakai penghalang maka hal itu hukumnya boleh dengan syarat tidak menimbulkan syahwat maupun fitnah. 


حاشية البجيرمى على الخطيب، الجزء ٣ الصحفة ٣٨٤

تَتِمَّةٌ مَتَى حَرُمَ النَّظَرُ حَرُمَ الْمَسُّ؛ لِأَنَّهُ أَبْلَغُ مِنْهُ فِي اللَّذَّةِ وَإِثَارَةِ الشَّهْوَةِ، بِدَلِيلِ أَنَّهُ لَوْ مَسَّ فَأَنْزَلَ أَفْطَرَ، وَلَوْ نَظَرَ فَأَنْزَلَ لَمْ يُفْطِرْ

Artinya : Penyempurnaan. setiap perkara yang haram dilihat, maka haram juga menyentuhnya, alasannya karena menyentuh itu lebih terasa nikmat daripada melihat, dan juga lebih berpengaruh dalam membangkitkan syahwat, hal ini berdasarkan bahwasanya seandainya seseorang menyentuh kemudian dia mengalami keluar mani air maka puasanya batal, dan seandainya dia melihat lalu mengalami keluar air mani maka puasanya tidak batal. 


الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ٣٧ الصحفة ٣٥٩

وَأَمَّا مُصَافَحَةُ الرَّجُل لِلْمَرْأَةِ الأَْجْنَبِيَّةِ الشَّابَّةِ فَقَدْ ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ فِي الرِّوَايَةِ الْمُخْتَارَةِ، وَابْنُ تَيْمِيَّةَ إِلَى تَحْرِيمِهَا، وَقَيَّدَ الْحَنَفِيَّةُ التَّحْرِيمَ بِأَنْ تَكُونَ الشَّابَّةُ مُشْتَهَاةً، وَقَال الْحَنَابِلَةُ: وَسَوَاءٌ أَكَانَتْ مِنْ وَرَاءِ حَائِلٍ كَثَوْبٍ وَنَحْوِهِ أَمْ لاَ

Artinya : Adapun hukum bersalaman antara seorang lelaki dengan perempuan yang bukan mahrom dan masih muda maka para Ulama' dari kalangan Madzhab Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali dalam satu riwayat yang terpilih, serta menurut Ibnu Taimiyah menyatakan hukumnya haram. Golongan madzhab Hanafi memberikan penekanan terhadap keharaman bersalaman tersebut pada wanita muda yang bisa menimbulkan syahwat. Golongan Hanbali berpendapat bahwasanya keharaman bersalaman tersebut baik dilakukan dengan adanya penghalang semisal baju dan lain-lain maupun tanpa penghalang.


 فتاوى دار الإفتاء المصرية، الجزء ١٠ الصحفة ١٨١

هذا فى مجرد إلقاء السلام، أما المصافحة بدون حائل فممنوعة كما تقدمت الإجابة على سؤالها حيث امتنع الرسول عنها عند مبايعة النساء، وهى أهم من مجرد التحية وقرر أن اليد تزنى وزناها البطش وهو مس المرأة الأجنبية بيده أو تقبيلها كما فسره النووى ولا يستثنى من ذلك إلا المحارم والعجائز

Artinya : Adapun bersalaman dengan tanpa penghalang, maka hal ini dilarang sebagaimana jawaban di depan atas pertayaan tersebut, hal ini dilihat dari segi Rosulullah enggan / menolak bersalaman saat membaiat para kaum wanita, sedangkan baiat itu merupakan hal yang lebih penting dibandingkan dengan salam penghormatan, disamping itu juga terdapat keterangan yang menjelaskan bahwasanya zina tangan adalah البطش (memegang), adapun yang dimaksud dengan al-bathsyu tersebut adalah menyentuh perempuan yang bukan mahrom atau menciumnya sebagaimana penjelasan yang disampaikan oleh Imam Nawawi, dan hukum ini berlaku kecuali bagi orang yang memiliki hubungan mahrom atau orang tersebut sudah tua renta.


مرقاة صعود التصديق، الصحفة ٤٤

وثالثها (لمس بشرة الأجنبية) يقينا وهي كل امرأة حل نكاحها والمراد بالبشرة ظاهر الجلد وفي حكمها اللسان واللثة (مع كبر ) يقينا فلا تنقض صغيرة لا تشتهى لأنها ليست في مظنة الشهوة والمرجع في المشتهاة وغيرها إلى العرف على الصحيح. قال الشيخ أ أبو حامد التي لا تشتهى من لها أربع سنين فما دونها أفاد ذلك الدميري وقال شيخنا يوسف السنبلاويني فإذا بلغ الولد سبع سنين فإنه ينقض باتفاق ذكرا كان أو أنثى وإذا بلغ خمس سنين فلا ينقض باتفاق وأما إذا بلغ ست سنين ففيه خلاف فقيل ينقض وقيل لا وهذا يرجع إلى طباع الناس حتى أن الولد الذي بلغ خمس سنين فقط ينقض لمن يشتهيه ولا ينقض لغيره انتهى 

Artinya : Batal wudhu yang ke-3 adalah persentuhan kulit laki dengan kulit perempuan yang bukan mahrom secara yakin. Adapun yang dimaksud dengan ajnabiyah adalah perempuan yang halal dinikahi. Adapun yang dimaksud dengan al Basyaroh adalah bagian luar kulit, hal ini juga mencakup lidah dan gusi. Dan yang bersentuhan tersebut kedua duanya sama sama sudah besar (dewasa) secara yakin. Sehingga wudlu tidak batal apabila bersentuhan dengan anak perempuan yang masih kecil yang belum menimbulkan syahwat karena anak permpuan yang masih kecil tersebut diduga kuat belum menimbulkan syahwat. Adapun batasan kriteria menimbulkan syahwat atau tidak itu dikembalikan pada urf yang berlaku, hal ini menurut qoul shohih. Syekh Abu Hamid berkata : bocah perempuan yang belum meninggal syahwat adalah bocah yang masih berumur 4 tahun atau kurang dari 4 tahun, hal itu sebagaimana keterangan Imam ad-Damiry. Guru kami Syekh Yusuf as-Sunbulawi berkata : apabila anak tersebut sudah berumur 7 tahun, maka membatalkan wudlu baik laki-laki maupun perempuan menurut kesepakatan Ulama'. Sedangkan apabila anak tersebut masih berumur 5 tahun, maka tidak membatalkan wudlu menurut kesepakatan Ulama'. Adapun anak yang berumur 6 tahun, maka Ulama' berbeda pendapat, ada yang mengatakan batal ada yang mengatakan tidak batal. Masalah batasan syahwat ini pada dasarnya dikembalikan pada tabiat masyarakat secara umum, sehingga bisa jadi ada anak yang berumur 5 tahun bisa menjadikan wudlunya seseorang yang syahwat terhadapnya, namun tidak menjadikan batal wudlu orang lain yang tidak syahwat terhadapnya.


تقريرات السديدة، الصحفة ١٠٢

٣- أن يكونا كبيرين، أي: بلغا حَدَّ الشهوة عرفاً، بحيث لو رآهما صاحب الطبع السليم لاشتهاهما للزواج وإن لم يكونا بالغين بإحدى علاماتِ البلوغ الثلاث

Artinya: Diantara syarat yang ke -3 untuk bersentuhan kulit antara seorang lelaki dengan wanita yang bukan mahrom bisa menyebabkan batalnya wudlu adalah kedua duanya sama sama sudah besar dalam arti kedua duanya sudah mencapai batasan menimbulkan syahwat menurut urf, semisal sekiranya seseorang yang normal melihat keduanya tentunya akan memiliki keinginan untuk menikahinya, meskipun keduanya belum masuk masa baligh dengan salah satu dari tiga tanda tanda baligh.
 

توشيح على ابن قاسم، الصحفة ١٩٧

الفتنة هي ميل النفس ودعاؤها إلى الجماع أو مقدماته والشهوة هو أن يلتذ بالنظر

Artinya : Fitnah ialah condongnya dan tergodanya nafsu untuk melakukan jima' atau pemanasan-pemanasannya. Sedangkan syahwat ialah merasa nikmat dengan sebab melihat.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

PENANYA 

Nama : Moh. Habibullah
Alamat : Waru Pamekasan Madura 
____________________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum

PENASEHAT :

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung Jember Jawa Timur)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Perumus + Muharrir : Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari Jember Jawa Timur)
Editor : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan (Balung Jember Jawa Timur)

LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://chat.whatsapp.com/ELcAfCdmm5AFXhPJdEPWT3 
____________________________________________ 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?