Hukum Orang yang Menerima Zakat Fitrah Wajibkan Mengeluarkan Zakat Fitrah



HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Dalam memberikan zakat fitrah tidak jarang sekali di masyarakat mengutamakan yang ada hubungan famili kekeluargaan yang terlihat kurang mampu sebagai penerima zakatnya meskipun mereka tidak seakidah (non muslim), ada yang memberikan zakat fitrahnya kepada paman, bibi, saudara, mertua, bahkan kepada kakek /neneknya dan orang tuanya sendiri, padahal ada penjelasan tidak boleh diberikan kepada orang yang menjadi tanggungan nafaqoh bagi dirinya dan juga diantara mereka selain miskin juga ada yang fakir. 

Selain hal tersebut diatas, mereka kadang mendistribusikan/memberikan zakat fitrah antara kekeluargaan tersebut menggunakan beras yang sama, misalnya ketika seorang ponakan memberikan zakat fitrahnya ke pamannya, maka si paman meskipun sangat miskin memberikan zakat ke saudaranya menggunakan beras yang diterima dari ponakannya tersebut. Karena menurut si paman, semiskin-miskinnya seseorang tetap wajib mengeluarkan zakat fitrah.

PERTANYAAN:

Benarkah orang yang boleh menerima zakat fitrah, tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah?

JAWABAN:

Tidak benar, artinya bisa saja orang yang berhak menerima zakat fitrah (karena termasuk 8 golongan), juga masih berkewajiban membayar zakat fitrah karena termasuk orang yang mampu yaitu memiliki kelebihan harta dari kebutuhan hari raya dan malamnya.

REFERENSI:

المجموع شرح المهذب، الجزء ٦ الصحفة ١٣٩-١٤٠

الْحَادِيَةَ عَشْرَةَ قَالَ الشَّافِعِيُّ فِي الْمُخْتَصَرِ فِي هَذَا الْبَابِ وَلَا بَأْسَ أَنْ يَأْخُذَهَا بَعْدَ أَدَائِهَا إذَا كَانَ مُحْتَاجًا وَغَيْرَهَا من الصدقات المفروضات وتطوع هَذَا نَصُّهُ وَاتَّفَقَ الْأَصْحَابُ عَلَيْهِ قَالَ صَاحِبُ الحاوى إذ أَخْرَجَهَا فَلَهُ أَخْذُهَا مِمَّنْ أَخَذَهَا عَنْ فِطْرَةِ الْمَدْفُوعِ إلَيْهِ إذَا كَانَ الدَّافِعُ مِمَّنْ يَجُوزُ دَفْعُ الزَّكَاةِ إلَيْهِ وَقَالَ مَالِكٌ لَا يَجُوزُ أَخْذُهَا بِعَيْنِهَا بَلْ لَهُ أَخْذُ غَيْرِهَا

Artinya: (Yang ke sebelas) Imam Syafii berkata dalam kitab mukhtashor tentang bab ini. Dan tidak mengapa seseorang mengambil kembali apa yang sudah diberikan ketika dia termasuk orang yang membutuhkan, juga pemberian lainnya dari shodaqoh wajib dan sunnah, ini yang dikatakan Imam Syafi'i dan para ashab Syafi'ie sepakat tentang ini. Pengarang kitab al hawi berkata ketika seseorang mengeluarkan zakat maka dia boleh menerima kembali zakatnya dari penerima awal dari zakat fitrah yang diberikan padanya, ketika pemberi termasuk orang yang boleh memberikan zakat pada dirinya. Imam Malik berkata Berkata: tidak boleh menerima kembali berupa barang awal, akan tetapi boleh menerima barang lainnya.

وَدَلِيلُنَا أَنَّهَا صَارَتْ لِلْمَدْفُوعِ إلَيْهِ بِالْقَبْضِ فَجَازَ أَخْذُهَا كَسَائِرِ أَمْوَالِهِ وَلِأَنَّهُ دَفَعَهَا لِمَعْنًى وَهُوَ الْيَسَارُ بِالْفِطْرَةِ وَأَخَذَهَا بِمَعْنَى الْحَاجَةِ وَهُمَا سَبَبَانِ مُخْتَلِفَانِ فَلَمْ يَمْتَنِعَا كَمَا لَوْ عَادَتْ إلَيْهِ بِإِرْثٍ فَإِنَّهُ يَجُوزُ بِالْإِجْمَاعِ

Sedangkan dali kita, zakat tersebut telah menjadi hak milik penerima awal dengan adanya akad, maka boleh menerima kembali seperti harta² lainnya, juga karena pemberian pertama karena satu alasan yaitu memudahkan untuk membayar zakat fitrah, sedangkan menerima kembali karena alasan kebutuhan, kedua alasan tersebut merupakan dua sebab yang berbeda, maka tidak terjadi saling mencegah (menerima kembali) seperti ketika zakat itu kembali lagi dengan jalan waris, hal itu boleh menurut kesepakatan Ulama'.

 وَقَالَ الْمَحَامِلِيُّ فِي كِتَابَيْهِ المجموع والتجريد إذَا دَفَعَ فِطْرَتَهُ إلَى فَقِيرٍ وَالْفَقِيرُ مِمَّنْ تَلْزَمُهُ الْفِطْرَةُ فَدَفَعَهَا الْفَقِيرُ إلَيْهِ عَنْ فِطْرَتِهِ جَازَ لِلدَّافِعِ الْأَوَّلِ أَخْذُهَا قَالَ وَكَذَا لَوْ دَفَعَهَا أَوْ غَيْرَهَا مِنْ الزَّكَوَاتِ إلَى الْإِمَامِ ثُمَّ لَمَّا أَرَادَ الْإِمَامُ قَسْمَ الصَّدَقَاتِ وَكَانَ الدَّافِعُ مُحْتَاجًا جَازَ دَفْعُهَا بِعَيْنِهَا إلَيْهِ لِأَنَّهَا رَجَعَتْ إلَيْهِ بِغَيْرِ الْمَعْنَى الَّذِي خَرَجَتْ بِهِ فَجَازَ كَمَا لَوْ عَادَتْ إلَيْهِ بِإِرْثٍ أَوْ شراء اوهبة

Imam Mahamili berkata dalam dua kitabnya yaitu al majmu' dan tajrid : ketika seseorang memberikan zakat fitrahnya kepada orang faqir, sedangkan orang faqir tersebut termasuk orang yang wajib membayar zakat, maka si faqir tersebut memberikan zakat fitrahnya pada pemberi awal, maka bokeh bagi pemberi awal menerimanya. Beliau berkata : demikian pula ketika seseorang memberikan zakat fitrah atau zakat lainnya pada seorang imam, lalu ketika imam mau mendistribusikan zakat si pemberi/pembayar zakat dalam keadaan sedang membutuhkan, maka Imam boleh memberikan zakat tersebut pada pemberi, karena zakat tersebut kembali lagi ke pemberi dengan alasan berbeda ketika pemberi membayarkan zakatnya, maka boleh seperti ketika zakat tersebut kembali ke pemberi melalui jalan warisan atau dibeli atau hibah.

قَالَ فِي التَّجْرِيدِ وَلِلْإِمَامِ أَنْ يَدْفَعَهَا إلَيْهِ كما يجوزان يَدْفَعَهَا إلَى غَيْرِهِ مِنْ الْفُقَرَاءِ لِأَنَّهُ مُسَاوٍ لِغَيْرِهِ فِي جَوَازِ أَخْذِ الصَّدَقَةِ وَقَالَ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ فِي تَعْلِيلِ الْمَسْأَلَةِ لَا يَمْتَنِعُ أَنْ يَأْخُذَهَا بَعْدَ دَفْعِهَا لِأَنَّ وُجُوبَ الْفِطْرَةِ لَا يُنَافِي أَخْذَ الصَّدَقَةِ لِأَنَّ وُجُوبَهَا لَا يَقْتَضِي غِنًى يُنَافِي الْمَسْكَنَةَ وَالْفَقْرَ 

Beliau berkata dalam kitab tajrid : boleh bagi Imam mendistribusikan zakat pada pemberi, seperti kebolehan keduanya memberikan kepada orang lain yang faqir, karena karena status pemberi setara sama yang lainnya dalam kebolehan menerima kembali zakat. Dan Imam Haramain berkata : dalam kitab ta'lil al mas'alah, tidak ada pelarangan bagi seseorang untuk menerima kembali zakat yang sudah diberikan, karena kewajiban membayar zakat tidak otomatis meniadakan kebolehan menerima zakat, karena wajibnya membayar zakat tidak menunjukan kekayaan yang menafikan kemiskinan dan kefaqiran.
   
حاشية الباجوري، الجزء ٤ الصحفة ٣٦٠

والمراد بالمستطيع : من يقدر عليها فاضلة عن حاجته وحاجة ممونه يوم العيد وأيام التشريق ؛ لأن ذلك وقتها ، ونظير ذلك : زكاة الفطر ؛ فإنهم اشترطوا فيها أن تكون فاضلة عن حاجته وحاجة ممونه يوم العيد وليلته ؛ لأن ذلك وقتها

Artinya: Adapun yang dimaksud orang dengan mustatiq (orang yang memiliki kemampuan) adalah orang yang mampu terhadap udhiyyah (kurban) sebagai kelebihan dari kebutuhannya dan kebutuhan orang yang dibiayainya pada hari idul adha dan hari-hari tasriq, karena hari idul adha dan hari-hari tasyriq adalah merupakan waktu disunnatkannya. Perbandingannya adalah zakat fitrah. Karena Ulama' Syafi'iyah mensyaratkan pada zakat fitrah bahwasanya keadaan zakat fitrah adalah merupakan kelebihan dari kebutuhannya dan kebutuhan orang yang dibiayainya pada hari raya idul fitri dan malamnya kerena hari raya idul fitri dan malamnya adalah waktu diwajibkannya.


بشرى الكريم، الجزء ١ الصحفة ٦٩٣

وإنما تسن لحر أو مبعض مسلم رشيد، نعم؛ لأصل قادر بأن ملك زائداً عما يحتاجه يوم العيد وليلته وأيام التشريق ما يحصل بها لأضحية

Artinya: Sesungguhnya disunnahkan berkurban bagi orang yang merdeka, budak muba'adl yang muslim lagi pintar, tetapi ; orang yang mampu adalah orang-orang yang sudah memiliki kelebihan harta dari apa-apa yang ia butuhkan di hari dan malamnya ldul adha dan hari-hari tasyriq dan memiliki kadar harta yang cukup untuk berkurban.


الفقه الإسلامي وأدلته، الجزء ٤ الصحفة ٢٧٠٨

والمستطيع عليها عند الشافعية : هو من يملك ثمنها زائداً عن حاجته وحاجة من يعوله يوم العيد وأيام التشريق، لأن ذلك وقتها، مثل زكاة الفطر، فإنهم اشترطوا فيها أن تكون فاضلة عن حاجته مَمونة يوم العيد وليلته فقط٠

Artinya: Orang yang mampu dalam perspektif Syafi'iyah adalah orang yang memiliki uang seharga udhiyyah (kurban) yang statusnya sebagi kelebihan dari kebutuhannya dan kebutuhan orang yang bergantung kepadanya pada hari idul adha dan hari-hari tasyriq. Karena hari idul adha dan hari tasyriq merupakan hari disunnatkannya melakukan kurban seperti pada idul fitri, karena sesungguhnya Ulama' Syafi'iyah mensyaratkan pada zakat fitrah bahwasanya perkara yang dizakatkan merupakan kelebihan dari kebutuhannya dan biaya hidup pada hari idul fitri dan malamnya saja.


مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج، الجزء ٦ الصحفة ١٢٣

قال الزركشي ؛ ولا بد أن تكون فاضلة عن حاجته وحاجة من يمونه على ما سبق في صدقة التطوع؛ لأنها نوع صدقة اهـ٠ وظاهر هذا أنه يكفي أن تكون فاضلة عما يحتاجه في يومه وليلته وكسوة فصله كما مر في صدقة التطوع. وينبغي أن تكون فاضلة عن يوم العيد وأيام التشريق، فإنه وقتها، كما أن يوم العيد وليلة العيد وقت زكاة الفطر٠ واشترطوا فيها أن تكون فاضلة عن ذلك

Artinya: Imam al-Zarkasyi berkata: Mestilah orang yang ingin melakukan kurban itu mempunyai kelebihan bagi keperluan diri dan tanggungannya sebagaimana syarat yang telah disebutkan dalam sedekah sunat, karena hal ini salah satu bentuk dari shodaqoh. Apa yang zahir daripada pandangan ini ialah cukup bagi seseorang itu mempunyai kelebihan bagi keperluannya sehari semalam dan pakaiannya mengikut musim sebagaimana yang telah disebutkan dalam shodaqoh sunnah. Begitu juga hendaklah mempunyai kelebihan daripada keperluannya pada Hari Raya idul adha dan hari-hari Tasyriq ini karena itulah waktu untuk berkurban. Hal ini sebagaimana keadaan siang dan malam Hari Raya idul fitri yang menjadi waktu diwajibkan menunaikan zakat fitrah dan para ulama mensyaratkan adanya kelebihan pada waktu tersebut.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

PENANYA :

Nama : Ahmad Hasib
Alamat : Pademawu Pamekasan Madura 
____________________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum

PENASEHAT :

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung Jember Jawa Timur)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Perumus : Ust. Arif Mustaqim (Sumbergempol Tulungagung Jawa Timur)
Muharrir : Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari Jember Jawa Timur)
Editor : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Ahmad Marzuki (Cikole Sukabumi Jawa Barat)
____________________________________________

Keterangan :

1) Pengurus, adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum

2) Tim Ahli, adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada kordinator soal dengan via japri. Ya'ni tidak diperkenankan nge-share soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak bereferensi, namun tetap keputusan berdasarkan jawaban yang bereferensi.

5) Dilarang memposting iklan / video / kalam2 hikmah / gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan. Sebab, akan mengganggu akan berjalannya tanya jawab. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?