Hukum Menjadikan Masjid Sebagai Tempat Affiliate

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

DESKRIPSI :

Masjid Affiliate Al-Kahfi Bunut di Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Masjid ini diwartakan mampu menghasilkan omzet miliaran rupiah per bulan dari aktivitas afiliasi, yang dananya digunakan kembali untuk pengembangan masyarakat.

Masjid Affiliate adalah sebuah konsep inovatif dalam pengelolaan masjid yang bertujuan untuk mencapai kemandirian ekonomi dan pemberdayaan umat melalui penerapan model bisnis digital, khususnya affiliate marketing (pemasaran afiliasi).

Kegiatan ini mengubah masjid dari sekadar tempat ibadah menjadi pusat peradaban dan ekonomi yang aktif, sehingga masjid tidak lagi bergantung sepenuhnya pada kotak amal dan sumbangan dari muslimin dan muslimat. 

Tiga Pilar Utama Konsep Masjid Affiliate

1. Pusat Pelatihan Digital (Edukasi)

Masjid dijadikan _basecamp_ atau pusat bimbingan bagi masyarakat sekitar untuk mempelajari keterampilan bisnis digital, terutama menjadi _affiliator di platform e-commerce_ besar seperti TikTok dan Shopee.

2. Sentra Operasional Bisnis (Ekonomi)

Fasilitas masjid seperti lantai atas atau ruang khusus yang berada dalam masjid digunakan sebagai studio untuk live streaming dan pembuatan konten promosi produk afiliasi (misalnya, peralatan rumah tangga atau produk _fast-moving_ lainnya). Aktivitas ini menghasilkan pendapatan komisi.

3. Kesejahteraan Umat (Pemberdayaan)

Hasil keuntungan dari bisnis afiliasi digunakan untuk membiayai operasional masjid, merawat bangunan, dan yang paling penting, untuk menyejahterakan marbot, imam, dan masyarakat yang terlibat dalam program tersebut (dengan memberikan gaji/komisi), sehingga menciptakan lapangan kerja berbasis masjid.

Dengan adanya Masjid Affiliate merupakan representasi dari model dakwah yang modern, menggabungkan kemakmuran spiritual dan finansial, menunjukkan bahwa masjid dapat menjadi solusi kemandirian ekonomi bagi umat di era digital seperti saat ini.

Sebagai tambahan informasi tentang Masjid Affiliate silahkan dibaca pada link berikut!

Sumber: Detikcom https://share.google/z5ZmIvqHL97DHAKlo

Sumber: Kompas.com https://share.google/jX6dutGdhTwGQy7nQ

PERTANYAAN :

Bagaimana hukum affiliate sebagaimana deskripsi ?

JAWABAN :

Hukum sistem affiliate sebagaimana deskripsi di atas adalah boleh (halal), karena pada dasarnya termasuk akad الوكالة بأجرة — yaitu perwakilan (wakalah) yang disertai imbalan.

Maka sistem affiliate marketing, di mana seseorang membantu memasarkan produk milik pihak lain dan mendapat komisi dari hasil penjualan termasuk wakalah bi al-ujrah yang sah secara syariat, dengan syarat:

1. Produk yang dipasarkan halal.
2. Sistem komisi/imbalan dijelaskan dengan transparan.
3. Tidak ada unsur riba, gharar (ketidakjelasan), atau penipuan.

Jika diterapkan di masjid seperti Masjid Affiliate Al-Kahfi, dan hasilnya digunakan untuk kemaslahatan umat seperti kesejahteraan marbot, imam, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat, maka hukumnya boleh dan bahkan terpuji, karena sejalan dengan prinsip syariah dalam memakmurkan masjid dan menyejahterakan umat.

REFERENSI :

الفقه المنهجي، الجزء ٦ الصحفة ١٣٩

الوكالة صحيحة سواء أجعل الموكِّل شيئاً مقابل ذلك أم لم يجعل٠ فقد ثبت أنه صلى الله عليه وسلم وكَّل ولم يعط شيئاً على العمل، كما أنه كان يوكِّل السُعاة بجمع الزكاة ويعطيهم على ذلك أجراً يجعله لهم مقابل عملهم

Artinya : Hukum Wakalah (perwakilan) tetap sah, baik pihak yang mewakilkan memberikan imbalan atas pekerjaan itu maupun tidak. Maka sungguh telah diriwayatkan dengan sanad yang shohih, bahwa Rasulullah ﷺ pernah mewakilkan (suatu urusan) tanpa memberikan imbalan atas pekerjaan tersebut. Beliau juga pernah mewakilkan kepada para petugas untuk mengumpulkan zakat dan beliau juga memberikan kepada mereka upah sebagai imbalan atas pekerjaan mereka.


الحاوي الكبير للإمام ماوردي، الجزء ٦ الصحفة ٥٢٩

وقد ذكرنا أن الوكالة تجوز بجعل وبغير جعل ولا يصح الجعل إلا أن يكون معلوما، فلو قال: قد وكلتك في بيع هذا الثوب على أن جعلك عشر ثمنه أو من كل مائة درهم في ثمنه درهم لم يصح للجهل بمبلغ الثمن وله أجرة مثله

Artinya : Telah kami sebutkan bahwasannya perwakilan (wakalah) boleh dilakukan dengan imbalan (upah) maupun tanpa imbalan. Namun, imbalan tersebut tidak sah kecuali jika jumlahnya diketahui dengan jelas. Maka, jika seseorang berkata: “Aku mewakilkanmu untuk menjual kain ini dengan imbalan sepuluh persen dari harganya,” atau “dengan imbalan satu dirham dari setiap seratus dirham dari hasil penjualannya,” maka akad tersebut tidak sah karena adanya ketidakjelasan mengenai jumlah harga (dan imbalan yang diterima). 
Dan dalam hal ini, ia berhak mendapatkan upah sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dimasyarakat (upah yang sepadan).


الفقه الإسلامي، الجزء ٥ الصحفة ٤٠٥٨

فإن كانت الوكالة بغير أجرة فهي معروف من الوكيل، وإذا كانت الوكالة بأجر أي (بجعل) فحكمها حكم الإجارات، فيستحق الوكيل الجُعْل بتسليم ما وكل فيه إلى الموكل إن كان مما يمكن تسليمه كثوب يخيطه، فمتى سلمه مخيطاً، فله الأجر. وإن وكل في بيع أوشراء أو حج استحق الأجر، إذا عمله، وإن لم يقبض الثمن في البيع

Artinya : Jika perwakilan (wakalah) dilakukan tanpa imbalan (upah), maka apa yang dibuat oleh wakil itu merupakan suatu bentuk kebaikan (amal kebajikan) dari pihak wakil. Namun, apabila wakalah dilakukan dengan upah (imbalan), maka hukumnya sama seperti akad ijarah (sewa-menyewa atau jasa berbayar). Dalam hal ini, wakil berhak atas imbalan (upah) tersebut ketika ia telah menyerahkan apa yang diwakilkan kepadanya kepada pihak yang mewakilkannya, jika hal itu termasuk sesuatu yang dapat diserahkan, seperti kain yang dijahitnya. Maka apabila ia menyerahkannya dalam keadaan telah dijahit, maka ia berhak menerima upahnya.

Dan apabila seseorang diwakilkan untuk melakukan penjualan, pembelian, atau ibadah haji, maka ia berhak memperoleh upah setelah melaksanakan pekerjaan tersebut, meskipun dalam hal penjualan ia belum menerima uang hasil penjualan.


حاشية القليوبي على المحلي للشيخ القليوبي، الجزء ٣ ١٠٨

تَنْبِيهٌ لَوْ زَادَ رَيْعُ مَا وُقِفَ عَلَى الْمَسْجِدِ لِمَصَالِحِهِ أَوْ مُطْلَقًا اُدُّخِرَ لِعِمَارَتِهِ . وَلَهُ شِرَاءُ شَيْءٍ بِهِ مِمَّا فِيهِ زِيَادَةٌ عَلَيْهِ . وَلَوْ زَادَ رَيْعُ مَا وُقِفَ لِعِمَارَتِهِ لَمْ يُشْتَرَ مِنْهُ شَيْءٌ . وَيُقَدَّمُ عِمَارَةُ عَقَارِهِ عَلَى عِمَارَتِهِ وَعَلَى الْمُسْتَحِقِّينَ وَإِنْ لَمْ يَشْتَرِطْهُ الْوَاقِفُ , كَذَا فِي الْعُبَابِ ٠
وَيَجِبُ عَلَى نَاظِرِ الْوَقْفِ ادِّخَارُ شَيْءٍ مِمَّا زَادَ مِنْ غَلَّتِهِ لِعِمَارَتِهِ وَشِرَاءُ عَقَارٍ بِبَاقِيهِ . وَأَفْتَى بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ بِجَوَازِ الِاتِّجَارِ فِيهِ إنْ كَانَ مِنْ وَقْفِ مَسْجِدٍ وَإِلَّا فَلَا . وَسَيَأْتِي إِقْرَاضُهُ

Artinya : Catatan: Apabila hasil (pendapatan) dari harta wakaf yang diperuntukkan bagi masjid ( baik wakaf secara khusus untuk kepentingan masjid maupun secara umum ) ternyata melebihi kebutuhan masjid, maka kelebihan itu disimpan untuk keperluan perbaikan (pemeliharaan dan pembangunan) masjid. Dan diperbolehkan juga menggunakan kelebihan tersebut untuk membeli sesuatu yang dapat memberikan tambahan manfaat bagi masjid.

Namun, apabila hasil wakaf itu diperuntukkan secara khusus untuk pembangunan (pemeliharaan) masjid, maka kelebihan dari hasil tersebut tidak boleh digunakan untuk membeli sesuatu yang lain (selain pembanguan dan perawatan masjid). Dalam hal ini, pemeliharaan atau pembangunan properti (aset) wakaf harus didahulukan atas pembangunan masjid itu sendiri maupun atas kebutuhan para penerima manfaat wakaf, meskipun hal itu tidak disyaratkan secara khusus oleh pewakaf. Demikian disebutkan dalam kitab al-‘Ubab.

Dan wajib bagi nāzhir al-waqf (pengelola wakaf) untuk menyisihkan sebagian dari kelebihan hasil wakaf guna keperluan perbaikan dan pemeliharaan, serta menggunakan sisanya untuk membeli properti (aset) lain yang bermanfaat bagi aset wakaf masjid.

Sebagian ulama muta’akhkhirīn (ulama belakangan) berpendapat bahwa diperbolehkan melakukan kegiatan perdagangan ( termasuk investasi) dengan kelebihan hasil wakaf tersebut jika wakaf itu milik masjid, namun jika bukan untuk masjid maka tidak diperbolehkan. 
Dan akan datang pula pembahasan tentang hukum meminjamkan (uang hasil wakaf untuk masjid).


حاشية عميرة على المحلي لشيخ عميرة، الجزء ٣ الصحفة ١١١

٠(فَرْعٌ) فَضُلَ مِنَ الْوَقْفِ شَيْءٌ هَلْ يَجُوْزُ اْلإِتِّجَارُ فِيْهِ أَفْتَى الْمُتَأَخِّرُوْنَ بِالْجَوَازِ إِنْ كَانَ لِلْمَسْجِدِ وَإِلاَّ فَلاَ

Artinya : Cabang (pembahasan tambahan):
Apabila terdapat kelebihan (sisa) dari harta wakaf, apakah boleh digunakan untuk kegiatan perdagangan (termasuk investasi) ?
Para ulama muta’akhkhirīn (ulama generasi belakangan) memberikan fatwa bahwa hal itu diperbolehkan jika harta wakaf tersebut milik masjid, namun jika bukan untuk masjid, maka tidak boleh.


والله أعلم بالصواب

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

PENANYA

Nama : Laila El Farchah
Alamat : Pakis, Malang, Jawa Timur

__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Wakil: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Terjemah Ibarot : Ustadz Rahmatullah Metuwah (Babul Rahmah, Aceh Tenggara, Aceh), Ustadz Masruri Ainul Khayat (Kalimantan Barat), Ustadz Ahmad Marzuki (Cikole, Sukabumi, Jawa Barat), Kyai Muntahal 'Ala Hasbullah (Giligenting, Sumenep, Madura), Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur), Ustadz Ahmad Alfadani (Balongbendo, Sidoarjo, Jawa Timur), Ustadz Abdurrozaq (Wonokerto, Pekalongan, Jawa Tengah), Ustadzah Lusy Windari (Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)

________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Menjilat Farji Istri atau Memasukkan Dzakar ke Dalam Mulut Istri

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?