Hukum Melebihkan Qadha Puasa Dengan Sengaja

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)


 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

Maria adalah seorang wanita muslimah yang memiliki tanggungan melaksanakan puasa. Pada pertengahan puasa kemarin dia mengalami menstruasi sehingga dia tidak berpuasa selama 10 hari. Setelah selesai bulan Ramadan ia memiliki kewajiban untuk mengganti puasa yang ia tinggalkan. Dia biasa tidak mencatat jumlah puasa yang ia tinggalkan, acapkali dia lupa berapa hari puasa qadha yang telah ia tunaikan. Jumlah hutang puasanya 10 hari, tapi katakanlah dia sudah menunaikan puasanya itu selama 5 hari, namun dia ragu apakah puasa yang ia tunaikan itu berjumlah 5 hari atau 6 hari, akhirnya dia memutuskan atau meyakini bahwa dirinya sudah mengganti (menunaikan) puasanya selama 5 hari. 

PERTANYAAN :

Bagaimana hukum melebihkan qadha puasa yang dilakukan oleh Maria dalam kasus tersebut ?

JAWABAN :

Hukumnya haram apabila dilakukan dengan sengaja menambah, karena merupakan talabbus bil 'ibadah al-fasidah (melakukan ibadah yang fasid). 

REFERENSI

بغية المسترشدين، الجزء ١ الصحفة ٧١

مسألة: ك: شك في قدر فوائت عليه لزمه الإتيان بكل ما لم يتيقن فعله كما قاله ابن حجر و (م ر): وقال القفال: يقضي ما تحقق تركه ,والصوم كالصلاة

Artinya: Apabila seseorang ragu-ragu dalam jumlah sholat yang ditinggalkan, maka wajib baginya mengqodlo' sholat yang diyakini dia tinggalkan atau tidak dikerjakan, sebagaimana pendapat Imam Ibnu Hajar dan Imam Romli. Sedangkan pendapat Imam Qoffal: qodlo' lah sholat yang sudah jelas ditinggalkan. Adapun perhitungan qodho puasa, maka sama dengan sholat.


فتاوى ابن حجر الهيتمي، الجزء ١ الصحفة ٨٤

وسئل رضي الله عنه عمن نوى في الليل صوم القضاء وبعد الفجر التطوع فهل يحصل بذلك التطوع إن لم يكن عليه قضاء؟. فأجاب بقوله: إن ظن حال نية القضاء أنه عليه صحت نيته له بفرض كونه عليه وكذا لو شك ونواه احتياطاً نظير ما صرحوا به في وضوء الاحتياط من صحته بفرض أن عليه حدثاً ما لم يتبين الحال فإن لم يظن أن عليه قضاء ولا شك فيه فنية القضاء باطلة

Artinya: Syekh Ibnu Hajar ra. ditanya tentang seseorang yang berniat qodlo' puasa di waktu malam, dan setelah terbit fajar dia niat puasa sunnah. Maka apakah dengan demikian dia mendapatkan puasa sunnah seumpama orang tersebut tidak mempunyai hutang puasa ?, maka beliau menjawab bahwasannya : Ketika seseorang menyangka bahwa dia punya hutang puasa ketika berniat qodho, maka niatnya sah untuk fardhu atau qodlo' yang wajib baginya. Demikian pula apabila dia ragu (punya hutang puasa atau tidak) lalu dia berniat qodho hanya sekedar untuk lebih hati-hati. Hal ini serupa dengan apa yang telah dijelaskan para ulama mengenai wudlu' karena kehati-hatian demi sahnya sholat fardlu. Dia (ragu) apakah orang tersebut hadats. Yakni wudhunya sah selama tidak terbukti bahwa dia betul-betul hadats. Apabila seseorang tidak mempunyai prasangka bahwa dia punya kewajiban qodlo' puasa, juga tidak ada keragu-keraguan, maka niat qodlo'nya batal.


حاشية الجمل على شرح المنهج، الجزء ١ الصحفة ٢٨٢

٠(فَرْعٌ) قَالَ الْقَاضِي لَوْ قَضَى فَائِتَةً عَلَى الشَّكِّ فَالْمَرْجُوُّ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى أَنْ يَجْبُرَ بِهَا خَلَلًا فِي الْفَرَائِضِ أَوْ يَحْسِبَهَا لَهُ نَفْلًا وَسَمِعْت بَعْضَ أَصْحَابِ بَنِي عَاصِمٍ يَقُولُ: إنَّهُ قَضَى صَلَوَاتِ عُمْرِهِ كُلَّهَا مَرَّةً، وَقَدْ اسْتَأْنَفَ قَضَاءَهَا ثَانِيًا اهـ قَالَ الْغَزِّيِّ وَهِيَ فَائِدَةٌ جَلِيلَةٌ عَزِيزَةٌ عَدِيمَةُ النَّقْلِ اهـ إيعَابٌ وَأَقُولُ فِي إطْلَاقِهَا نَظَرٌ إذْ لَا يَجُوزُ الْقَضَاءُ إلَّا لِمُوجِبٍ كَأَنْ جَرَى خِلَافٌ فِي صِحَّةِ الْمُؤَدَّاةِ أَوْ شَكَّ فِيهَا شَكًّا يُنْدَبُ لَهُ بِسَبَبِهِ الْقَضَاءُ أَمَّا الْقَضَاءُ لِمُجَرَّدِ الِاحْتِيَاطِ فَلَا يَجُوزُ فَيَتَعَيَّنُ حَمْلُ كَلَامِ الْقَاضِي عَلَى أَنَّهُ قَضَى بِسَبَبٍ مُجَوِّزٍ لِلْقَضَاءِ أَوْ مُوجِبٍ لَهُ وَكَانَ فِي نَفْسِ الْأَمْرِ لَا شَيْءَ عَلَيْهِ  اهـ إيعَابٌ اهـ شَوْبَرِيٌ

Artinya: (Cabang masalah) : Qodli Husain berkata : Apabila seseorang sholat yang tertinggal karena keragu-keraguan, maka yang diharapkan dari Alloh swt adalah mudah-mudahan Dia menutupi dengan sholat tersebut kekurangan-kekurangan dalam sholat fardu, atau mengharap dihitung sebagai sholat sunnah. Dan saya pernah mendengar dari sebagian murid-murid Bani 'Ashim berkata: Sesungguhnya dia boleh mengqodlo' sholat fardlu hanya sekali untuk seumur hidup, sedangkan seseorang kadang-kadang mengulang qodlo' untuk kedua kalinya. Imam Al Ghozi berkata: itu merupakan faidah yang bagus juga langka dan jarang di nukil. Dan pendapat saya : Di dalam kemutlakan hukum diatas masih perlu pertimbangan, karena tdk boleh qodlo' kecuali ada sebab yang mewajibkan, yang mana dalam sahnya qodlo' tersebut terjadi perbedaan pendapat ketika dilaksanakan secara langsung (ada'an), atau dia ragu-ragu sehingga menyebabkan sunnah untuk diqodlo. Adapun sholat qodlo karena semata-mata kehati-hatian maka tidak boleh. Maka jelas maksud perkataan Imam Qodli Husain : bahwa  qodlo karena suatu sebab yang kuat untuk diqodlo' atau sesuatu yang mewajibkan qodlo', padahal pada kenyataannya tidak ada kewajiban qodlo' baginya. 


أسنى ا لمطالب في شرح روض الطالب، الجزء ١ الصحفة ٤٠ 

 ولو شك في العدد أخذ بالأقل عملا باليقين واعترض بأن ذلك ربما يزيد رابعة وهي بدعة وترك سنة أسهل من اقتحام بدعة وأجيب بأنها إنما تكون بدعة إذا علم أنها رابعة

Artinya: Apabila seseorang ragu dlm jumlah rokaat (yang dilakukan), maka ambillah bilangan yang lebih sedikit atas dasar keyakinan. Namun hal ini ditentang atau dipertanyakan karena bisa jadi hal itu melebihi 4 raka'at, maka itu termasuk bid'ah dan meninggalkan kesunnahan lebih mudah ketimbang melakukan pelanggaran yang berujung pada bid'ah. Maka dijawab: bahwasanya yang termasuk bid'ah itu ketika diketahui bahwa dia yakin sudah mengerjakan empat raka'at. 


الفتاوى الفقهية الكبرى، الجزء ٢ الصحفة ٩٠

وَيُؤْخَذُ مِنْ مَسْأَلَةِ الْوُضُوْءِ هَذِهِ أَنَّهُ لَوْ شَكَّ أَنَّ عَلَيْهِ قَضَاءً مَثَلاً فَنَوَاهُ إِنْ كَانَ وَإِلاَّ فَتَطَوَّعَ صَحَّتْ نِيَّتُهُ أَيْضًا وَحَصَلَ لَهُ الْقَضَاءُ بِتَقْدِيْرِ وُجُوْدِهِ بَلْ وَإِنْ بَانَ أَنَّهُ عَلَيْهِ وَإِلاَّ حَصَلَ لَهُ التَّطَوُّعُ كَمَا يَحْصُلُ فِيْ مَسْأَلَةِ الْوُضُوْءِ -إِلَى أَنْ قَالَ- ؛ وَبِهَذَا يُعْلَمُ أَنَّ اْلأَفْضَلَ لِمُرِيْدِ التَّطَوُّعِ بِالصَّوْمِ أَنْ يَنْوِيَ الْوَاجِبَ إِنْ كَانَ عَلَيْهِ وَإِلاَّ فَالتَّطَوُّعَ لِيَحْصُلَ لَهُ مَا عَلَيْهِ إِنْ كَانَ

Artinya: Dan bisa diambil istimbat hukum ini dari masalah wudlu' : bahwa apabila seseorang ragu dalam hal apakah dia punya kewajiban qodlo' lalu dia berniat qodlo' kalau memang betul-betul punya tanggungan qodlo'. Jika tidak punya tanggungan qodho, maka dia niat sunnah, sehingga niat puasa sunnah juga sah, dan dapat juga hasil puasa qodlo' diumpamakan adanya kewajiban qodlo', bahkan kalau jelas-jelas bahwa dia punya kewajiban qodlo'. Jika nggak jelas punya kewajiban qodlo', maka dia dapat pahala puasa sunnah seperti hal dalam masalah wudlu'. -sampai pada ucapan- oleh karena itu, maka bisa difahami bahwa yang lebih utama bagi orang yang mau puasa sunnah untuk berniat wajib atau qodlo' kalau memang ada kewajiban qodlo'. Kalau tidak punya kewajiban qodlo', maka berniat sunnah. Cara ini dilakukan untuk menghasilkan puasa qodho jika ada.


كتاب الفتاوى الكبرى الفقهية، الجزء ١ الصحفة ٢٠٩

وَقَوْلُ السَّائِلِ نَفَعَ اللَّهُ بِهِ وَهَلْ يُحْكَمُ عَلَى مَنْ زَادَ عَلَى الْمَرَّةِ بِالْكَرَاهَةِ إلَخْ جَوَابُهُ أَنَّا حَيْثُ قَيَّدْنَا بِالْمَرَّةِ قُلْنَا إنَّ الزِّيَادَة عَلَيْهَا مُحَرَّمَةٌ؛ لِأَنَّ الصَّلَاةَ مَتَى انْتَفَى الطَّلَبُ عَنْهَا لِذَاتِهَا كَانَتْ فَاسِدَةً فَيَحْرُمُ التَّلَبُّسُ بِهَا عَمَلًا بِالْقَاعِدَةِ الْمُقَرَّرَةِ أَنَّ التَّلَبُّسَ بِالْعِبَادَةِ الْفَاسِدَة حَرَامٌ بَلْ لَوْ قُلْنَا بِالْكَرَاهَةِ كَانَتْ فَاسِدَةً أَيْضًا نَظِيرَ مَا قَالُوهُ فِي الصَّلَاة الَّتِي لَا سَبَبَ لَهَا فِي الْوَقْتِ الْمَكْرُوه أَنَّهَا لَا تَنْعَقِدُ وَإِنْ قُلْنَا إنَّ الْكَرَاهَة لِلتَّنْزِيهِ وَقَدْ ذَكَرْتُ فِي شَرْحِ الْعُبَابِ نَحْوَ ذَلِكَ. فَقُلْتُ فِيهِ مِنْ جُمْلَةِ مَسَائِل كَثِيرَةٍ أَبْدَيْتُهَا هُنَا لَمْ أَرَ فِيهَا نَقْلًا ثُمَّ رَأَيْتُ مَا يُوَافِقُ مَا أَبْدَيْتُهُ

Artinya: Perkataan penanya "semoga Alloh memberi manfa'at padanya": Dan apakah dihukumi makruh atas seseorang yang menambahkan qodho lebih dari sekali dst. ? Jawabannya adalah: Kami memberi batasan sekali karena menurut kami penambahan ibadah lebih dari sekali itu diharamkan, karena ibadah sholat itu ketika tidak ada perintah langsung dengannya, maka dihukumi fasid. Maka haram mengerjakannya berdasar pada qa'edah fiqih yang telah ditetapkan : Bahwa melakukan ibadah yang fasid itu diharamkan. Bahkan kalau kami bilang makruh, maka hukumnya sholat juga fasid, sebagaimana pendapat para ulama dalam masalah sholat yang tidak ada sebab dan dilakukan di waktu yang dimakruhkan. Maka hukum sholat tersebut tidak sah, walupun kami mengambil pendapat itu makruh tanzih. Dan saya sudah menjelaskan hal ini dalam syarah kitab 'ubab. Maka saya sampaikan di sisi itu bagian dari beberapa masalah yang banyak yang sudah saya jelaskan disini, saya juga tidak menemukan penukikan dari pendapat para ulama'. Kemudian akhirnya saya melihat ada pendapat para ulama yang sama sengan apa yang sudah saya jelaskan.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


PENANYA :

Nama : Agus
Alamat : Guluk-Guluk, Sumenep, Madura
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Wakil: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura), Ustadzah Nuurul Jannah (Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah) 
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura), Ustadzah Nuurul Jannah (Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah) 
Terjemah Ibarot : Ustadz Ahmad Marzuki (Cikole, Sukabumi, Jawa Barat)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)

________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?