Wajibkah Wanita yang Melakukan Mastrubasi Mandi Janabah ?
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم و رحمة الله وبركاته
DESKRIPSI :
Badriah adalah seorang jomblo, seringkali ketika dia putus asa acapkali mengutuk keadaan dengan mengatakan "mungkin Tuhan menciptakanku tanpa pasangan", seringkali dia melakukan masturbasi untuk memenuhi hasrat seksualnya. Dia beralasan bahwa hal itu kebutuhan biologis manusia, Tidak ada manusia yang tidak melakukan masturbasi atau onani, ungkapnya. Namun di saat puasa dia juga melakukan hal sama, meski dia tahu bahwa masturbasi dapat membatalkan puasa. Begitulah hiruk pikuk kehidupan manusia jomblo.
PERTANYAAN :
Apakah wanita yang sedang masturbasi diwajibkan untuk mandi Janabah?
JAWABAN :
Wanita yang masturbasi, maka ;
a) wajib mandi (janabah) apabila sampai mengeluarkan mani.
b) tidak wajib mandi janabah) apabila tidak sampai keluar mani.
REFERENSI :
فتح القريب المجيب، الصحفة ٤١
والذي يوجب الغسل ستة أشياء -الى ان قال- (و) من المشترك (إنزال) أي خروج (المني) من شخص بغير إيلاج، وإن قل المني كقطرة، ولو كانت على لون الدم، ولو كان الخارج بجماع أو غيره، في يقظة أو نوم، بشهوة أو غيرها، من طريقه المعتاد أو غيره، كأن انكسر صلبه فخرج منيه
Artinya : Hal-hal yang mewajibkan mandi ada 6 perkara -sampai pada perkataan- dan termasuk hal yang menyebabkan mandi yang terjadi pada laki-laki maupun perempuan adalah : keluarnya sperma tanpa memasukan hasafah ke dalam farji, walaupun sperma yang keluar tersebut hanya sedikit, seperti satu tetes, ataupun sperma tersebut berwarna merah seperti darah. Walaupun keluarnya sebab jimak ataupun lainya, sama saja keluarnya dalam kondisi sadar ataupun ketika tidur, dengan syahwat atau tidak, keluarnya dari jalan yang normal (farji) atau yang lainya, seperti misalnya tulang punggungnya pecah lalu keluar sperma darinya.
المجموع شرح المهذب، الجزء ٢ الصحفة ١٥٨
أجمع العلماء على وجوب الغسل بخروج المني, ولا فرق عندنا بين خروجه بجماع، أو احتلام, أو استمناء، أو نظر، أو بغير سبب، سواء خرج بشهوة أو غيرها، وسواء تلذذ بخروجه أم لا، وسواء خرج كثيرا أو يسيرا، ولو بعض قطرة، وسواء خرج في النوم أو اليقظة، من الرجل والمرأة، العاقل والمجنون، فكل ذلك يوجب الغسل عندنا، وقال أبو حنيفة ومالك وأحمد: لا يجب إلا إذا خرج بشهوة ودفق
Artinya : Ulama telah sepakat atas wajibnya mandi sebab keluarya mani. Dan dalam hukum ini tidak ada bedanya menurut kami (Ulama Pengikut madzhab Syafi'i) antara keluarnya sperrma disebabkan oleh jimak, mimpi, manstrbasi, onani, melihat ataupun tanpa sebab. Sama saja keluarnya dengan syahwat atau tanpa syahwat. Sama saja dia merasakan nikmat di saat keluarnya mani atau tidak. Sama saja keluarnya banyak ataupun sedikit, walaupun hanya satu tetes. Sama saja keluarnya di saat dia tidur ataupun kondisi sadar, baik dari laki-laki atau perempuan, berakal atau gila. Semua kejadian di atas mewajibkan mandi menurut Ulama Syafi'iyyah. Seedangkan Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad berkata : Tidak wajib mandi kecuali keluarnya dengan disertai syahwat dan sperma keluar dengan muncrat atau memancar.
الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ٤ الصحفة ٩٩
اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّ الْغُسْل يَجِبُ بِالاِسْتِمْنَاءِ، إِذَا خَرَجَ الْمَنِيُّ عَنْ لَذَّةٍ وَدَفْقٍ، وَلاَ عِبْرَةَ بِاللَّذَّةِ وَالدَّفْقِ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ، وَهُوَ رِوَايَةٌ عَنْ أَحْمَدَ وَلِلْمَالِكِيَّةِ قَوْلٌ بِذَلِكَ لَكِنَّهُ خِلاَفُ الْمَشْهُورِ. وَاشْتَرَطَ الْحَنَفِيَّةُ لِتَرَتُّبِ الأَْثَرِ عَلَى الْمَنِيِّ أَنْ يَخْرُجَ بِلَذَّةٍ وَدَفْقٍ، وَهُوَ مَشْهُورُ الْمَالِكِيَّةِ، فَلاَ يَجِبُ فِيهِ شَيْءٌ مَا لَمْ تَكُنْ لَذَّةٌ، وَالْمَذْهَبُ عِنْدَ أَحْمَدَ عَلَى هَذَا، وَعَلَيْهِ جَمَاهِيرُ الأَْصْحَابِ، وَقَطَعَ بِهِ كَثِيرٌ مِنْهُمْ. أَمَّا إنْ أَحَسَّ بِانْتِقَال الْمَنِيِّ مِنْ صُلْبِهِ فَأَمْسَكَ ذَكَرَهُ، فَلَمْ يَخْرُجْ مِنْهُ شَيْءٌ فِي الْحَال، وَلاَ عَلِمَ خُرُوجَهُ بَعْدَ ذَلِكَ فَلاَ غُسْل عَلَيْهِ عِنْدَ كَافَّةِ الْعُلَمَاءِ، لأَِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَّقَ الاِغْتِسَال عَلَى الرُّؤْيَةِ
Artinya : Para ulama Fiqih telah sepakat bahwa masturbasi mewajibkan mandi, ketika keluarnya disertai rasa nikmat dan keluarnya dengan memancar. Tapi rasa nikmat dan keluar dengan muncrat, keduanya tidak disyaratkan menurut Ulama Syafiiyah. Dan pendapat ini telah diriwayatkan dari Imam ahmad. Dan ada pendapat dari Ulama pengikut madzhab Imam Mailk bahwa yang tidak mensyaratkan adanya rasa nikmat dan memancar, akan tetapi pendapat ini bertentangan denagn pendapat yang sudah mashur. Adapun ulama pengikut madzhab Imam Abu Hanifah mensyaratkan adanya keluarnya sperma harus dengan rasa nikmat dan memancar. Dan inilah pendapat yang masyhur di kalangan Ulama Malikiyah. Maka tidak wajib mandi manakala keluarnya tidak ada rasa nikmat. Dan riwayat yang kuat dari Imam Ahmad juga sesuai dengan pendapat ini. Dan diikuti oleh mayoritas pengikutnya. Bahkan banyak dari mereka hanya meriwayatkan 1 pendapat ini saja. Adapun jika seseorang merasakan hendak keluarnya mani dari sumbernya (tulang punggung), kemudian dia menahan dzakarnya, sehingga sperma tidak keluar sama sekali ketika itu dan dia tidak mengetahui keluarnya sperma setelahnya, maka tidak ada kewajiban mandi atas dia menurut seluruh ulama. Hal ini dikarenakan Baginda Nabi saw menggantungkan wajibnya mandi dengan melihat keluarnya sperma. (yakni di saat seseorang mimpi bersenggama)
والله أعلم بالصواب
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA : Kinan
ALAMAT : Purworejo Jawa Tengah
__________________________________
MUSYAWWIRIN
Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)
PENASIHAT
Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)
PENGURUS
Ketua: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Wakil: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
TIM AHLI
Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Deskripsi Masalah: Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura), Ustadzah Nuurul Jannah (Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura), Ustadzah Nuurul Jannah (Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah)
Terjemah Ibarot : Ustadz Ahmad Marzuki (Cikole, Sukabumi, Jawa Barat)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
________________________________________
Keterangan:
1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.
2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.
3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.
4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.
5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.
Komentar
Posting Komentar