Pandangan Fikih Tentang Hukum Membayar Pajak

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI

Dalam UU no 16 tahun 2009 jelas tertulis bahwa membayar pajak adalah kewajiban baik tiap individu ataupun sebuah badan. Sanksi yang diterima dari pelanggaran tersebut dijelaskan secara rinci dalam Undang-undang KUP pasal 39 ayat 1, mulai dari hukuman kurungan penjara hingga denda berkali-kali lipat. Beberapa alasan orang enggan bayar pajak adalah merasa tidak ada manfaat, kesulitan memahami hukum pajak, dan pajak yang diselewengkan dengan dikorupsi, sampai mengikuti orang-orang sekitar yang tidak bayar pajak. Mengutip taxation.binus.ac.id, apa yang akan terjadi jika masyarakat enggan membayar pajak,
“Akibatnya bermacam-macam, namun yang paling utama akan berdampak terhadap APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) karena pendapatan yang seharusnya digunaklan untuk pembangunan fasilitas umum seperti jembatan, jalan tol, dan bendungan akan terkendala. Selain itu, dikhawatirkan pengangguran akan melonjak naik karena akses pendidikan menjadi terbatas sehingga akan menghambat perkembangan SDM. Semua barang akan menjadi serba mahal karena berhentinya bantuan subsidi berupa energi maupun nonenergi dan mau tidak mau terjadi inflasi maupun deflasi, kestabilan ekonomi yang semula baik-baik saja akan terguncang hebat. Tentunya hal-hal tersebut akan menjadi sangat mengerikan apabila terjadi mengingat menyangkut seluruh rakyat Indonesia."

PERTANYAAN

Bagaimana pandangan Fikih tentang hukum membayar pajak? (الضرائب)

JAWABAN :

Hukum membayar pajak mengikuti hukum membuat aturan pajak itu sendiri. 
-Jika membuat aturan pajak sudah memenuhi syarat-syaratnya, maka rakyat wajib membayanya secara dhohir bathin. Jika tidak membayar, maka berdosa.
-Jika pajak yang ditetapkan pemerintah tidak memenuhi syarat-syarat yang mmbolehkannya, maka pajak hanya wajib dibayar secara dhohir saja. Yakni rakyat tidak berdosa jika melanggar dan tidak membayarnya, karena penetapan pajak dianggap sebagai perampasan hak dan kedzoliman terhadap rakyat.
Adapun syarat-syarat yang membolehkan aturan pajak adalah ;

a) Adanya kepastian kebutuhan negara terhadap harta pajak tersebut. Sehingga jika tidak ditopang oleh pajak, maka dapat melemahkan kekuatan negara.
b) Negara tidak memiliki sama sekali sumber pendapatan lainnya, seperti dari hasil tambang emas, minyak, batubara dll. 
c) Membagi besaran kewajiban pajak secara adil.
Yakni besaran pajak betul-betul sesuai dengan kebutuhan negara, dan nominalnya tidak memberatkan masyarakat. 
d) Betul-betul digunakan atau untuk merealisasikan kemashlahatan umum.
e) Disetujui oleh para dewan perwakilan rakyat dan berdasarkan pendapat para rakyat.
f) Hanya dibebankan kepada orang-orang yang kaya dan mampu saja.

Jika syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, maka pembuatan aturan pajak itu sendiri sudah melanggar dan bertentangan dengan syariat.

REFERENSI :

بغية المسترشدين، الصحفة ١٨٠

مسألة ك: يجب امتثال أمر الإمام فى كل ما له فيه ولاية كدفع زكاة المال الظاهر فإن لم تكن له فيه ولاية وهو من الحقوق الواجبة أو المندوبة جاز الدفع إليه والاستقلال بصرفه فى مصارفه

Artinya : Wajib hukumnya melaksanakan perintah Imam dalam segala sesuatu perkara yang ada dibawah wewenang kekuasaan Imam, seperti menyerahkan zakat mal yang dhohir. Dan apabila perkara yang diperintahkan tidak ada dibawah wewenang Imam, namun perkara tersebut termasuk perkara wajib ataupun sunnah, maka hukumnya boleh menyerahkannya kepada Imam atau menashorrufkan atau menyerahkannya sendiri kepada orang atau perkara yang berhak menerima.

وإن كان المأمور به مباحا أو مكروها أو حراما لم يجب امتثال أمره فيه كما قاله م ر وتردد فيه فى التحفة ثم مال إلى الوجوب فى كل ما أمر به الإمام ولو محرما لكن ظاهرا فقط وما عداه إن كان فيه مصلحة عامة وجب ظاهرا وباطنا وإلا فظاهرا فقط أيضا

Dan apabila perkara yang diperintahkan oleh Imam merupakan perkara yang mubah, makruh atau harom maka tidak wajib hukumnya melaksanakan perintah tersebut sebagaimana pendapat Imam Romli. Sedangkan dalam kitab Tuhfatul Muhtaj Imam Ibnu Hajar masih bingung menentukan hal tersebut, namun akhirnya beliau lebih condong kepada pendapat yang mewajibkan untuk melaksanakan segala perkara yang diperintahkan oleh Imam, meskipun perkara tersebut harom, namun hanya sebatas ketaatan dhohirnya saja. Sedangkan apabila perkara tersebut bukan perkara harom, namun mengandung kemaslahatan umum maka wajib mentaatinya baik secara dhohir maupun bathin. Namun apabila tidak mengandung maslahat umum, maka wajib taat secara dhohir saja.

والعبرة فى المندوب والمباح بعقيدة المأمور ومعنى قولهم ظاهرا أنه لا يأثم بعدم الامتثال ومعنى باطنا أنه يأثم اهـ 

Adapun yang menjadi standar apakah perkara tersebut sunnah atau mubah itu berdasarkan keyakinan orang yang diperintah. Adapun makna dari kewajiban taat secara dhohir adalah dia tidak berdosa apabila tidak melaksanakan perintah tersebut. Sedangkan makna wajib taat secara batin adalah dia berdosa apabila tidak melaksanakan perintah tersebut.


بغية المسترشدين، الصحفة ١٨٠

والحاصل أنه تجب طاعة الإمام فيما أمر به ظاهراً وباطناً مما ليس بحرام أو مكروه فالواجب يتأكد، والمندوب يجب، وكذا المباح إن كان فيه مصلحة كترك شرب التنباك إذا قلنا بكراهته لأن فيه خسة بذوي الهيئات، وقد وقع أن السلطان أمر نائبه بأن ينادي بعدم شرب الناس له في الأسواق والقهاوي، فخالفوه وشربوا فهم العصاة، ويحرم شربه الآن امتثالاً لأمره ولو أمر الإمام بشيء ثم رجع ولو قبل التلبس به لم يسقط الوجوب اهـ

Artinya : Kesimpulannya bahwasanya wajib secara dhohir dan batin, mentaati peraturan Pemerintah yang tidak mengadung keharaman atau kemakruhan. Maka mentaati hal yang wajib itu hukumnya sangat wajib, mentaati hal yang sunnah itu menjadi wajib, begitu juga mentaati hal yang mubah itu juga wajib jika hal yang mubah itu membawa maslahat secara umum, seperti perintah meninggalkan rokok, jika kita mengikuti pendapat yang menyatakan rokok itu makruh karena merokok dipandang kurang baik jika dilakukan oleh orang yang memiliki kedudukan. Lalu Pemerintah mengintruksikan pada bawahannya untuk menerbitkan peraturan tidak boleh merokok ditempat umum semisal pasar maupun cafe (warung kopi), namun mereka melanggarnya dengan merokok ditempat umum, dalam hal ini mereka tergolong orang yang melakukan maksiat. Dalam kondisi ini hukum merokok menjadi haram disebabkan karena adanya kewajiban melaksanakan aturan Pemerintah. Jika Pemerintah membuat peraturan lalu mencabutnya kembali meskipun belum sampai tahap menerapkan atau merealisasikan peraturan tersebut, maka kewajiban melaksanakan peraturan belum gugur.


وهبة الزحيلي، الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، الجزء ٧ الصحفة ٥٠٠٢

ونص فقهاء الإسلام كالغزالي والشاطبي والقرطبي على مشروعية طرح ضرائب جديدة على الأغنياء والغلات والثمار وغيرها بقدر مايكفي حاجات البلاد العامة، وأقر ذلك مجمع البحوث الإسلامية في مؤتمره الأول المنعقد سنة ١٩٦٤م في قراره الخامس (١).

Artinya : Para Fuqoha IsIam seperti al-Ghozali, as-Syatibi, dan al-Qurthubi menyatakan atas pemberlakuan pungutan pajak yang merupakan aturan baru yang ditetapkan terhadap para orang kaya, serta terhadap hasil bumi, buah, serta komoditi lainnya, sebatas untuk mencukupi kebutuhan negara secara umum. Dan hal ini juga telah diputuskan oleh Lembaga kajian riset Islam (Majma' Buhuts Islamiyyah) dalam muktamar pertamanya yang dilaksanakan tahun 1964 masehi dalam keputusannya pada point ke-lima (seperti keterangan di bawah ini)
_______________

(١) واشترط لجواز فرض الضريبة أربعة شروط ؛

Syarat untuk bolehnya mewajibkan pajak ada empat

الأول؛ أن تكون هناك حاجة حقيقية بالدولة إلى المال، ولا يوجد مورد آخر لتحقيق الأهداف وإقامة المصالح دون إرهاق الناس بالتكاليف

1. Adanya kepastian kebutuhan negara terhadap harta pajak tersebut, dan tidak ada sumber dana lainnya yang bisa digunakan untuk memenuhi tujuan negara maupun untuk merealisasikan kemaslahatan masyarakat dengan tanpa membebani masyarakat melalui berbagai kewajiban. 

الثاني؛ أن توزع أعباء الضرائب بالعدل بحيث لا يرهق فريق من الرعية لحساب فريق آخر، ولا تحابى طائفة وتكلف أخرى

2. Membagi besaran kewajiban pajak secara adil sekiranya tidak membebani sebagian rakyat guna memenuhi beban rakyat yang lainnya, serta sekiranya sebagian merasa senang namun yang lain merasa keberatan.

الثالث: أن تصرف الضريبة في المصالح العامة للأمة٠

3. Hasil dana pajak digunakan untuk kemaslahatan umum masyarakat. 

الرابع: موافقة أهل الشورى والرأي في الأمة٠
لأن الأصل في أموال الأفراد الحرمة، والأصل أيضاً براءة الذمة من الأعباء والتكاليف٠

4. Disetujui oleh para dewan perwakilan rakyat dan berdasarkan pendapat para rakyat. Hal ini berdasarkan kaidah yang menyatakan, jukum asal dari mengambil harta seseorang itu adalah haram
Dan juga kaidah, hukum asal dari sesuatu itu adalah bebas dari tanggungan baik berupa beban maupun kewajiban'.

هذا .. وهناك رأي آخر يقرر تحريم فرض الضرائب، لأنه لا حق في المال سوى الزكاة، ولأن الإسلام احترم الملكية وحرم الأموال كما حرم الدماء والأعراض٠والضرائب مهما قيل في تسويغها فهي مصادرة لجزء من المال يؤخذ كرهاً عن مالكيه، ولأن الأحاديث النبوية قد جاءت بذم المكس ومنع العشور

Meskipun seperti ini, di sisi lain ada juga pendapat lain yang menetapkan bahwa mewajibkan pajak hukumnya haram karena : Di dalam harta tidak ada kewajiban selain zakat. Islam sangat menghormati/ melindungi hak kepemilikan dan mengharamkan mengambil harta orang lain tanpa haq, sebagaimana islam sangat melindungi keselamatan nyawa maupun kehormatan harga diri. Dan pajak bagaimanapun dikatakan boleh, tetap saja merupakan bentuk pengambilan terhadap sebagian harta yang dilakukan secara paksa dari pemiliknya. Adanya keterangan hadits yang berisi celaan terhadap perilaku pungli dan pengambilan 10 persen hasil bumi.


المستصفى للامام الغزالي، الصحفة ١٧٧

فَإِنْ قِيلَ: فَتَوْظِيفُ الْخَرَاجِ مِنْ الْمَصَالِحِ فَهَلْ إلَيْهِ سَبِيلٌ أَمْ لَا ؟

Artinya: Apabila ada pertanyaan: Lalu tentang penarikan khoroj (pajak bumi) yang termasuk bagian dari konsep maslahat, apakah ada jalan untuk memperbolehkannya? 

قُلْنَا: لَا سَبِيلَ إلَيْهِ مَعَ كَثْرَةِ الْأَمْوَالِ فِي أَيْدِي الْجُنُودِ
أَمَّا إذَا خَلَتْ الْأَيْدِي مِنْ الْأَمْوَالِ وَلَمْ يَكُنْ مِنْ مَالِ الْمَصَالِحِ مَا يَفِي بِخَرَاجَاتِ الْعَسْكَرِ وَلَوْ تَفَرَّقَ الْعَسْكَرُ وَاشْتَغَلُوا بِالْكَسْبِ لَخِيفَ دُخُولُ الْكُفَّارِ بِلَادَ الْإِسْلَامِ أَوْ خِيفَ ثَوَرَانُ الْفِتْنَةِ مِنْ أَهْلِ الْعَرَامَةِ فِي بِلَادِ الْإِسْلَامِ، فَيَجُوزُ لِلْإِمَامِ أَنْ يُوَظِّفَ عَلَى الْأَغْنِيَاءِ مِقْدَارَ كِفَايَةِ الْجُنْدِ

Maka kami jawab: Hal itu tidak ada jalan untuk memperbolehkannya jika para prajurit masih memiliki banyak harta (semisal dari ghonimah dll). Namun apabila para prajurit tersebut tidak memiliki harta (penghasilan) dan juga tidak memperoleh jatah dari dana maslahat baitul mal untuk memenuhi kebutuhan mereka, sehingga seandainya para prajurit tersebut meninggalkan pos tugasnya karena sibuk kerja (mencari penghasilan), maka tentunya hal ini justru akan menimbulkan kekhawatiran masuknya pasukan orang-orang kafir ke negara-negara IsIam atau dikhawatirkan akan terjadi kekacauan yang ditimbulkan oleh pihak pengacau di daerah IsIam, maka dalam kondisi seperti ini boleh bagi pemerintah untuk membuat kebijakan penarikan dana (semisal pajak) terhadap kalangan orang-orang kaya saja sesuai kadar yang cukup untuk biaya hidup para prajurit tersebut.


بغية المسترشدين، الجزء ١ الصحفة ٣٢٦

٠(مسألة : ك) : عين السلطان على بعض الرعية شيئاً كل سنة من نحو دراهم يصرفها في المصالح إن أدّوه عن طيب نفس لا خوفاً وحياء من السلطان أو غيره جاز أخذه ، وإلا فهو من أكل أموال الناس بالباطل ، لا يحل له التصرف فيه بوجه من الوجوه ، وإرادة صرفه في المصالح لا تصيره حلالاً

Artinya : Apabila ada seorang Penguasa membuat ketetapan kepada sebagian dari rakyatnya untuk membayar iuran setiap tahun, seperti uang dirham, yang dia gunakan untuk kepentingan-kepentingan yang bermanfaat, maka hukumnya diperinci :
1 . Jika mereka memberikannya dengan hati yang ikhlas, bukan karena takut atau malu kepada sultan atau selainnya, maka boleh bagi sultan untuk mengambilnya.
2 . Jika sebaliknya (yakni mereka memberikannya bukan karena hati yang ikhlas, tetapi karena takut atau malu kepada sultan atau selainnya), maka ini termasuk bagian dari memakan harta manusia secara batil. Maka tidak diperbolehkan baginya untuk menggunakannya dengan cara apa pun. Dan niat Sultan untuk membelanjakannya guna kemaslahatan-kemaslahatan itu tidak menjadikannya berubah jadi halal.



الاشباه و النظائر، الصفحة ٨٣

إذا كان فعل الامام مبنيّا على المصلحة فيما يتعلّق بالامور العامّة لم ينفّذ امره شرعا إلاّ إذا وافقه فإن خالفه لم ينفّذ٠ ولهاذا قال الامام ابو يوسف في كتاب الخراج من باب إحياء الموات: وليس للإمام أن يخرج شيئا من يد أحد إلاّ بحقّ ثابت معروف

Artinya : Jika tindakan imam didasarkan pada kemaslahatan umum dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan publik, maka perintah dan keputusannya secara syar'i tidak wajib dilaksanakan, kecuali jika sesuai dengan maslahat umum tersebut. Jika bertentangan, maka perintahnya tidak wajib dilaksanakan. 
Oleh karena itu, Imam Abu Yusuf berkata dalam kitab al-Kharaj dari bab Ihya' al-Mawat (Membuka lahan mati) : Dan tidak diperbolehkan bagi imam atau pemerintah untuk mengambil sesuatu dari tangan rakyatnya, kecuali dengan cara yang benar yang sudah pasti dan jelas.


الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، الجزء ٦ الصحفة ٤٥٩٧ - وهبة الزحيلي ت (١٤٣٦) 

الخراج لغة: هو ما حصل عليه من ريع أرض أو كرائها أو أجرة غلام ونحوه، ثم سمي ما يأخذه السلطان خراجاً، فيقع على  الضريبة  والجزية ومال الفيء، ويختص في الغالب بضريبة الأرض

Artinya : Al-Kharaj secara bahasa: adalah apa yang diperoleh dari hasil tanah, penyewaan tanah, atau upah seorang hamba dan sejenisnya. Kemudian apa saja yang diambil oleh pemerintah itu dinamakan sebagai kharaj. Jadi, khoroj itu mencakup pajak, jizyah, dan harta fai. Hanya saja biasanya khoroj itu khusus merujuk pada pajak tanah.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

PENANYA

Nama : Farhan AM 
Alamat : Semboro, Jember, Jawa Timur
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Wakil: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Terjemah Ibarot : Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur), Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)

________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?