Pandangan Fikih Tentang Kenaikan PPN Menjadi 12 Persen, atau Hingga Maksimal 15 Persen

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI

PPN (Pajak Pertambahan Nilai) akan naik menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025. Kenaikan ini sesuai dengan mandat UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Meski di dalam UU HPP tidak ada lagi ketentuan kenaikan PPN lagi setelah 12 persen, Pasal 7 Ayat 3 mengatakan bahwa tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen melalui Peraturan Pemerintah yang disesuaikan dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat 4. Mengutip fiskal.kemenkeu.go.id, pada prinsipnya, cakupan Barang Kena Pajak (BKP) bersifat negative list, dalam artian bahwa seluruh barang merupakan BKP, kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN. Beberapa barang yang tidak dikenai PPN (sebagiannya) antara lain; barang hasil pertambangan, penggalian, pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; dan makan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, tidak termasuk yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering. PPN sendiri merupakan satu dari lima Pajak Pusat yang dikelola Direktorat Jenderal Pajak (DJP), empat yang lainnya adalah Pajak Penghasilan (PPn), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai (BM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak Pusat Lain lagi dengan Pajak Daerah yang dikelola Pemerintah Daerah, baik tingkat Provinsi maupun Kabutan atau Kota yang meliputi 19 macam pajak, salah satunya 
Pajak Kendaraan Bermotor (https://klikpajak.id/blog/jenis-pajak-di-indonesia/).


PERTANYAAN

Bagaimana pandangan Fikih tentang kenaikan PPN menjadi 12 persen, atau hingga maksimal 15 persen? (ma huwa aktsaru al-kharraj fi al-Islam)

JAWABAN:

Hukum mewajibkan iuran pajak atas umat islam aslinya adalah Haram. Begitu pula menaikkannya, karena itu bagian dari memakan harta orang lain dengan cara yang batil dan salah. Kecuali apabila kondisi betul-betul darurat.

Kemudian yang maksud darurat adalah apabila kondisi negara sudah memenuhi syarat-syarat dibawah ini  :

a) Adanya kepastian kebutuhan negara terhadap harta pajak tersebut, sedangkan negara tidak memiliki sama sekali sumber pendapatan lainnya, sehingga hal tersebut dapat melemahkan kekuatan negara.
b) Membagi besaran kewajiban pajak secara adil.
Yakni besaran pajak betul-betul sesuai dengan kebutuhan negara, dan nominalnya tidak memberatkan masyarakat. 
c) Betul-betul digunakan atau untuk merealisasikan kemashlahatan umum.
d) Disetujui oleh para dewan perwakilan rakyat dan berdasarkan pendapat para rakyat.

Apabila syarat-syarat di atas tidak terpenuhi, maka haram hukumnya pemerintah menarik pajak apalagi menaikkannya.

REFERENSI:

الخراج والضريبة المعاصرة في الفقه الإسلامي، الصحفة ١٨٤

(الباب الثاني: في الضريبة)

Artinya: Bab ke-2 menjelaskan tentang Pajak

وبالفعل لو تركت الدولة الإسلامية بدون فرض ضرائب لتأمين موارد ثابتة ونفقات ولم يكن عندها موارد أخرى فإنها لا محالة ستضعف ويزول كيانها بعد فترة

Berdasarkan fakta, apabila suatu pemerintahan islam tidak memberlakukan kewajiban pajak demi mengamankan pendapatan yang sudah permanen serta anggaran belanja negara tersebut, sedangkan negara tidak memiliki sumber pendapatan yang lainnya, maka secara otomatis hal itu akan melemahkan kekuatan negara, serta negara bisa hancur dalam beberapa tahun kemudian. 

 لهذا أفتى علماء المسلمين في العصور المختلفة بجواز فرض ضرائب عند الحاجة إليها من أجل إمداد بيت المال ودفع المفاسد المترتبة ومنها ؛ 

Berdasarkan alasan inilah, para ulama' berfatwa dalam kurun masa yang silih berganti tentang bolehnya memberlakukan aturan pajak apabila benar-benar dibutuhkan, agar dapat membantu baitul mal (keuangan negara) serta dapat mencegah bebagai efek negatif akibat tidak terpenuhinya kebutuhan keuangan negara. Diantara fatwa Ulama' tersebut antara lain :

قال الشاطبي(١) : إذا قدرنا إماماً مطاعاً مفتقراً إلى تكثير الجنود لسد حاجات الثغور وحماية الملك المتسع الأقطار، وخلا بيت المال وارتفعت حاجات الجند إلى ما يكفيهم فللإمام إذا كان عدلاً أن يوظف على الأغنياء ما يراه كافياً لهم في المال إلى أن يظهر مال بيت المال، ثم إليه النظر في توظيف ذلك على الغلات والثمار وغير ذلك٠
ووجه المصلحة هنا ظاهر فإنه لو لم يفعل الإمام ذلك بطلت شوكته وصارت دياره عرضة لاستيلاء الكفار٠

1). Imam as-Syathibi (dalam kitab al-Ikhtishom juz 2 hal 121) berkata : "Apabila kita telah memastikan bahwasanya seorang Imam yang ditaati (presiden), dia perlu untuk memperbanyak tentara guna memperkuat benteng pertahanan, serta untuk melindungi kekuasaan di ruang lingkup daerah yang sangat luas wilayahnya, sedangkan kondisi kas baitul mal tidak memiliki dana, disisi lain pasukan memerlukan pemasukan untuk mencukupi kebutuhannya, maka apabila Imam tersebut adil, maka dia boleh membuat peraturan :
a) menetapkan aturan tarikan donatur berkala (semisal perbulan) terhadap orang-orang yang kaya (mampu) guna mencukupi kebutuhan pasukan tersebut hingga masa keuangan baitul mal normal.
b) mempertimbangkan aturan pajak diatas pada hasil bumi, buah-buahan maupun sumber penghasilan lainnya. 

Sisi kemaslahatan dari kebijakan ini jelas nampak, karena apabila Imam tidak menerapkan kebijakan tersebut, maka justru akan mengakibatkan hancurnya kekuatan negara dan akhirnya mudah dikalahkan/dikuasai oleh orang-orang kafir. 

وقال الغزالي (٢): وإذا خلت أيدي الجنود من الأموال ولم يكن من مال المصالح مايقي بخراجات العسكر وخيف من ذلك دخول العدو بلاد الإسلام أو ثوران الفتنة من قبل أهل الشر، جاز للإمام أن يوظف على الأغنياء مقدار كفاية الجند
 لأنا نعلم أنه إذا تعارض شران أو ضرران دفع أشد الضررين وأعظم الشرين، وما يؤديه كل واحد منهم قليل بالإضافة إلى ما يخاطر به من نفسه وماله لو خلت خطة الإسلام من ذي شوكة يحفظ الأمور ويقطع مادة الشرور٠

Imam Ghazali (dalam.kitab al-Mustashfa juz 1 hal 303) berkata: "Apabila para pasukan sama sekali tidak memiliki harta, dan tidak ada alokasi dana maslahat umum untuk anggaran belanja mereka (dari kas baitul mal), dan dikhawatirkan hal tersebut dapat menyebabkan musuh mudah masuk ke negara IsIam, atau dikhawatirkan dapat menyebabkan timbulnya tindakan kriminal (chaos) dari para penjahat, maka boleh bagi Imam (pemerintah) membuat kebijakan mengadakan tarikan dana (pajak dll) terhadap orang-orang yang kaya guna mencukupi kebutuhan para prajurit. 

Hal ini karena kita mengetahui bahwa ada kaedah yang menyatakan: "Apabila ada dua resiko kerusakan/bahaya ataupun dloror, maka yang harus menjadi prioritas adalah mencegah bahaya yang paling besar atau yang paling beresiko. Jadi tarikan pemerintah terhadap orang-orang kaya itu resikonya lebih minim dibandingkan dengan resiko kemadlorotan yang akan mengancam nyawa dan hartanya jikalau tidak ada kebijakan islam dari pemegang kekuasaan untuk melindungi berbagai urusan dan memutus bibit-bibit tindakan kriminal.
__________________________________
(۱) هو إبراهيم بن موسى بن محمد اللخمي الغرناطي الشهير بالشاطبي أصولي حافظ من أئمة المالكية، وله مؤلفات كثيرة، توفي سنة ٧٩٠ هـ الأعلام (٧١/١)
(٢) الشاطبي، الاختصام (۱۲۱/۲)
(۳) هو محمد بن محمد بن محمد أبو حامد الغزالي، نفقه على إمام الحرمين، وبرع في علوم كثيرة مكان من الأذكياء في العالم، وله مصنفات كثيرة في فنون عدة من العلم توفي سنة 105هـ البداية والنهاية (١٨٥/١٢)
(٤) الغزالي المستصفى (۳۰۳/۱)
(٥) هو محمد عبد الرؤوف العلامة المحدث المتبحر المصري الشافعي صاحب كتاب فيض القدير توفي سة ١٠٣١هـ


وهبة الزحيلي، الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، الجزء ٧ الصحفة ٥٠٠٢

ونص فقهاء الإسلام كالغزالي والشاطبي والقرطبي على مشروعية طرح ضرائب جديدة على الأغنياء والغلات والثمار وغيرها بقدر مايكفي حاجات البلاد العامة، وأقر ذلك مجمع البحوث الإسلامية في مؤتمره الأول المنعقد سنة ١٩٦٤م في قراره الخامس (١).

Artinya : Para Fuqoha IsIam seperti al-Ghozali, as-Syatibi, dan al-Qurthubi menyatakan atas pemberlakuan pungutan pajak yang merupakan aturan baru yang ditetapkan terhadap para orang kaya, serta terhadap hasil bumi, buah, serta komoditi lainnya, sebatas untuk mencukupi kebutuhan negara secara umum. Dan hal ini juga telah diputuskan oleh Lembaga kajian riset Islam (Majma' Buhuts Islamiyyah) dalam muktamar pertamanya yang dilaksanakan tahun 1964 masehi dalam keputusannya pada point ke-lima (seperti keterangan di bawah ini)
_______________

(١) واشترط لجواز فرض الضريبة أربعة شروط ؛

Syarat untuk bolehnya mewajibkan pajak ada empat

الأول؛ أن تكون هناك حاجة حقيقية بالدولة إلى المال، ولا يوجد مورد آخر لتحقيق الأهداف وإقامة المصالح دون إرهاق الناس بالتكاليف

1. Adanya kepastian kebutuhan negara terhadap harta pajak tersebut, dan tidak ada sumber dana lainnya yang bisa digunakan untuk memenuhi tujuan negara maupun untuk merealisasikan kemaslahatan masyarakat dengan tanpa membebani masyarakat melalui berbagai kewajiban. 

الثاني؛ أن توزع أعباء الضرائب بالعدل بحيث لا يرهق فريق من الرعية لحساب فريق آخر، ولا تحابى طائفة وتكلف أخرى

2. Membagi besaran kewajiban pajak secara adil sekiranya tidak membebani sebagian rakyat guna memenuhi beban rakyat yang lainnya, serta sekiranya sebagian merasa senang namun yang lain merasa keberatan. 


الثالث: أن تصرف الضريبة في المصالح العامة للأمة٠

3. Hasil dana pajak digunakan untuk kemaslahatan umum masyarakat. 

الرابع: موافقة أهل الشورى والرأي في الأمة٠
لأن الأصل في أموال الأفراد الحرمة، والأصل أيضاً براءة الذمة من الأعباء والتكاليف٠

4. Disetujui oleh para dewan perwakilan rakyat dan berdasarkan pendapat para rakyat. Hal ini berdasarkan kaidah yang menyatakan, jukum asal dari mengambil harta seseorang itu adalah haram
Dan juga kaidah, hukum asal dari sesuatu itu adalah bebas dari tanggungan baik berupa beban maupun kewajiban'.

هذا .. وهناك رأي آخر يقرر تحريم فرض الضرائب، لأنه لا حق في المال سوى الزكاة، ولأن الإسلام احترم الملكية وحرم الأموال كما حرم الدماء والأعراض٠والضرائب مهما قيل في تسويغها فهي مصادرة لجزء من المال يؤخذ كرهاً عن مالكيه، ولأن الأحاديث النبوية قد جاءت بذم المكس ومنع العشور

Meskipun seperti ini, di sisi lain ada juga pendapat lain yang menetapkan bahwa mewajibkan pajak hukumnya haram karena : Di dalam harta tidak ada kewajiban selain zakat. Islam sangat menghormati/ melindungi hak kepemilikan dan mengharamkan mengambil harta orang lain tanpa haq, sebagaimana islam sangat melindungi keselamatan nyawa maupun kehormatan harga diri. Dan pajak bagaimanapun dikatakan boleh, tetap saja merupakan bentuk pengambilan terhadap sebagian harta yang dilakukan secara paksa dari pemiliknya. Adanya keterangan hadits yang berisi celaan terhadap perilaku pungli dan pengambilan 10 persen hasil bumi.


البيان لما يشغله الأذهان للشيخ علي جمعة، الجزء ٢ الصحفة ١٩٤

أما الضرائب التي تفرض لتغطي نفقات الميزانية، وتسد حاجات البلاد من الإنتاج والخدمات، وتقيم مصالح الأمة العامة العسكرية والاقتصادية والثقافية وغيرها، وتنهض بالشعب في جميع الميادين، حتى يتعلم كل جاهل، ويعمل كل عاطل، ويشبع كل جائع، ويأمن كل خائف، ويعالج كل مريض - فإنها واجبة، وللحكومة الإسلامية الحق في فرضها وأخذها من الرعية حسب المصلحة وبقدر الحاجة٠
 ٠٠٠ الى ان قال ٠٠٠٠

Artinya: Adapun pajak yang diwajibkan oleh negara guna memenuhi kebutuhan anggaran belanja serta berbagai kebutuhan negara, baik untuk anggaran produksi maupun biaya pelayanan, membangun fasilitas umum baik bidang militer, ekonomi, budaya maupun bidang lainnya, serta membangkitkan sektor-sektor di berbagai bidang sehingga orang yang minim pendidikan bisa sekolah, pengangguran bisa memperoleh pekerjaan, orang yang kelaparan bisa kenyang, orang sakit bisa mendapatkan pelayanan kesehatan, maka pajak yang berguna untuk kepentingan seperti ini hukumnya wajib. Dan bagi instansi pemerintahan islam, sangatlah benar apabila mewajibkan pajak tersebut, serta memungutnya dari rakyat disesuaikan dengan kemaslahatan serta kadar kebutuhan. Sampai pada pernyataan ...

 يتبين مما سبق انه لا يجوز التهارب من الضرائب و الجمارك، ولا يجوز دفع الرشوة لانقاصها كما ننصح القائمين على الامر بمراعاة توجيه الضرائب بنسبة اكبر للفأت الثرية، والابتعاد بها عن الفأت الفقيرة غير القادرة على تحمل عباء الحياة٠
والله تعالى اعلى واعلم٠

Dari keterangan di atas menjadi jelas bahwasanya seseorang tidak boleh lari dari kewajiban membayar pajak maupun bea cukai, dan tidak boleh memberikan uang sogok untuk mengurangi pajak, sebagaimana yang telah kami nasehatkan kepada para pejabat pelaksana agar mentaati petunjuk / pengarahan tentang masalah kewajiban membayar pajak bagi golongan orang kaya raya, serta tidak membebani pajak terhadap orang-orang miskin yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Wallohu a'lam.


المستصفى للامام الغزالي، الصحفة ١٧٧

فَإِنْ قِيلَ: فَتَوْظِيفُ الْخَرَاجِ مِنْ الْمَصَالِحِ فَهَلْ إلَيْهِ سَبِيلٌ أَمْ لَا ؟

Artinya: Apabila ada pertanyaan: Lalu tentang penarikan khoroj (pajak bumi) yang termasuk bagian dari konsep maslahat, apakah ada alasan untuk memperbolehkannya? 

قُلْنَا: لَا سَبِيلَ إلَيْهِ مَعَ كَثْرَةِ الْأَمْوَالِ فِي أَيْدِي الْجُنُودِ
أَمَّا إذَا خَلَتْ الْأَيْدِي مِنْ الْأَمْوَالِ وَلَمْ يَكُنْ مِنْ مَالِ الْمَصَالِحِ مَا يَفِي بِخَرَاجَاتِ الْعَسْكَرِ وَلَوْ تَفَرَّقَ الْعَسْكَرُ وَاشْتَغَلُوا بِالْكَسْبِ لَخِيفَ دُخُولُ الْكُفَّارِ بِلَادَ الْإِسْلَامِ أَوْ خِيفَ ثَوَرَانُ الْفِتْنَةِ مِنْ أَهْلِ الْعَرَامَةِ فِي بِلَادِ الْإِسْلَامِ، فَيَجُوزُ لِلْإِمَامِ أَنْ يُوَظِّفَ عَلَى الْأَغْنِيَاءِ مِقْدَارَ كِفَايَةِ الْجُنْدِ

Maka kami jawab: Tidak ada alasan untuk memperbolehkannya jika para prajurit masih memiliki banyak harta (semisal dari ghonimah dll). Namun apabila para prajurit tersebut tidak memiliki harta (penghasilan) dan juga tidak memperoleh jatah dari dana maslahat baitul mal untuk memenuhi kebutuhan mereka, sehingga seandainya para prajurit tersebut meninggalkan pos tugasnya karena sibuk kerja (mencari penghasilan), maka tentunya hal ini justru akan menimbulkan kekhawatiran menyusupnya pasukan orang-orang kafir ke negara-negara IsIam atau dikhawatirkan akan terjadi kekacauan yang ditimbulkan oleh pihak pengacau di daerah IsIam, maka dalam kondisi seperti ini boleh bagi pemerintah untuk membuat kebijakan penarikan dana (semisal pajak) terhadap kalangan orang-orang kaya saja, sebatas kadar yang cukup untuk biaya hidup para prajurit tersebut.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

PENANYA

Nama : Farhan AM 
Alamat : Semboro, Jember, Jawa Timur
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Wakil: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Terjemah Ibarot : Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)

________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?