Hukum Mentaati Perintah Orang Tua Untuk Mentalak Istrinya
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
DESKRIPSI :
Badrun adalah seorang yang dermawan dan dianggap sangat baik oleh tetangga serta teman-temannya, dia juga sudah beristri dan beranak satu. Dia sangat mencintai dan menyayangi istrinya, apa yang dipinta oleh istrinya, Badrun senantiasa memenuhinya. Akan tetapi istrinya terciduk selingkuh dengan laki-laki lain, karena perbuatannya tersebut ayah si Badrun memaksa Badrun untuk menceraikannya, meski dalam hati Badrun Ia sangat mencintai istrinya itu, namun dia juga seorang laki-laki yang taat terhadap perintah orang tuanya sehingga perintah untuk menceraikan istrinya ia laksanakan. Namun, Badrun mengalami depresi dan putus asa dalam menjalani kehidupan ini karena tidak menyangka istrinya akan selingkuh sehingga dia bunuh diri dengan menggantung diri.
Sesaat setelah dimandikan, banyak orang dan bahkan tokoh masyarakat tidak mau menyolati jenazahnya, karena Badrun meninggal dalam keadaan bunuh diri yang mana menurut mereka Badrun mati dalam keadaan kafir karena telah putus asa dari rahmat Allah untuk menjalani kehidupan ini.
PERTANYAAN :
Bagaimana hukum mentaati perintah orang tua untuk mentalak istrinya sebagaimana deskripsi ?
JAWABAN :
Sunnah hukumnya mentalak istri atas perintah orang tua seperti deskripsi di atas, karena ;
a) Berbakti (berbuat baik) pada orang tua.
b) Karena istri (غير عفيفة) tidak menjaga diri dari perbuatan zina atau apa saja yang mengarah kepadanya.
REFERENSI :
شرح سنن أبي داود لابن رسلان، الجزء ١٩ الصحفة ٤١٧ — ابن رسلان (ت ٨٤٤)
٠(عن حمزة (٥) بن عبد اللَّه بن عمر) بن الخطاب (عن أبيه) عبد اللَّه بن عمر رضي الله عنه (قال: كانت تحتي امرأة) امرأة ابن عمر هي آمنة بنت غفار وكنت أحبها، وكان عمر يكرهها، فقال لي: طلقها) قيل: إن أول من أمر ابنه بطلاق زوجته إبراهيم الخليل عليه السلام، ومن بر الابن بأبيه أن يكره ما كره أبوه، وإن كان يحبه، وكذا من بره أن يحب ما يحب أبوه، وإن كان له كارهًا، هذا إن كان (١) الأب من أهل الدين، يحب في اللَّه ويبغض في اللَّه، ولم يكن ذا هوى
Artinya : (Dari Hamzah bin Abdullah bin Umar bin Khattab, dari ayahnya) Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu, (ia berkata: "Aku pernah memiliki seorang istri") — istri Ibn Umar adalah Āminah binti Ghifār — "dan aku mencintainya, sementara ayahku (Umar) membencinya. Maka ia berkata kepadaku: 'Ceraikan dia.'"
Dikatakan bahwa orang pertama yang memerintahkan anaknya untuk menceraikan istrinya adalah Nabi Ibrahim al-Khalil 'alaihis salam. Dan termasuk bentuk bakti seorang anak kepada ayahnya adalah membenci apa yang dibenci oleh ayahnya, meskipun dia sendiri mencintainya. Begitu pula termasuk bentuk baktinya adalah mencintai apa yang dicintai oleh ayahnya, meskipun dia sendiri membencinya — hal ini jika sang ayah adalah orang yang beragama, mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, dan bukan karena hawa nafsunya.
٠(فأبيت) أن أطلقها (فأتى عمر النبي ﷺ فذكر ذلك له، فقال النبي ﷺ: طلقها) فيه: أن الابن إذا لم يطاوع أباه فيما يأمره به استعان عليه بالحاكم، أو بأحد من أكابر البلد، والظاهر أن الأب إذا أمر ابنه بطلاق زوجته وجب عليه طلاقها؛ فقد حكى الغزالي عن أكثر العلماء أن طاعة الأبوين واجبة في الشبهات، وإن لم تجب في الحرام المحض، حتى إذا كانا يتنغصان [بانفرادك عنهما] (٢) بالطعام، فعليك أن تأكل معهما؛ لأن ترك الشبهة ورع، ورضا الوالدين حتم (٣)
(Aku enggan) untuk menceraikannya. (Lalu Umar mendatangi Nabi ﷺ dan menyebutkan hal itu kepadanya. Maka Nabi ﷺ bersabda: "Ceraikanlah dia.")
Dari sini dipahami bahwa jika seorang anak tidak menaati perintah ayahnya dalam suatu perkara, maka ayahnya boleh meminta bantuan kepada penguasa (hakim), atau kepada tokoh terkemuka di daerahnya. Dan tampak dari sini bahwa jika seorang ayah memerintahkan anaknya untuk menceraikan istrinya, maka anak tersebut wajib menceraikannya.
Imam al-Ghazali meriwayatkan bahwa mayoritas ulama berpendapat: ketaatan kepada kedua orang tua itu wajib dalam hal-hal yang bersifat syubhat (perkara yang tidak jelas halal atau haramnya), meskipun tidak wajib dalam perkara yang jelas-jelas haram. Bahkan, jika orang tua merasa terganggu karena kamu makan tidak bersama mereka, maka kamu wajib makan bersama mereka. Sebab, meninggalkan perkara syubhat adalah suatu bentuk kewara'an (kehati-hatian dalam agama), sementara keridhaan orang tua adalah kewajiban.
الزواجر عن اقتراف الكبائر، الجزء ٢ الصحفة ١١٥
تَنْبِيهٌ: عَدُّ الْعُقُوقِ مِنْ الْكَبَائِرِ هُوَ مَا اتَّفَقُوا عَلَيْهِ، وَظَاهِرُ كَلَامِ أَئِمَّتِنَا بَلْ صَرِيحُهُ أَنَّهُ لَا فَرْقَ بَيْنَ الْكَافِرَيْنِ وَالْمُسْلِمَيْنِ -إلى أن قال- وَالْوَجْهُ الَّذِي دَلَّ عَلَيْهِ كَلَامُهُمْ أَنَّ ذَلِكَ كَبِيرَةٌ كَمَا يُعْلَمُ مِنْ ضَابِطِ الْعُقُوقِ الَّذِي هُوَ كَبِيرَةٌ، وَهُوَ أَنْ يَحْصُلَ مِنْهُ لَهُمَا أَوْ لِأَحَدِهِمَا إيذَاءٌ لَيْسَ بِالْهَيِّنِ أَيْ عُرْفًا ، وَيُحْتَمَلُ أَنَّ الْعِبْرَةَ بِالْمُتَأَذِّي
Artinya : Peringatan: Menganggap durhaka kepada orang tua sebagai dosa besar adalah sesuatu yang telah disepakati para ulama. Dan dari ucapan para imam kita yang tampak — bahkan secara tegas — menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara (durhaka kepada) orang tua yang kafir maupun yang Muslim -sampai pada ucapan- alasan yang ditunjukkan oleh ucapan para ulama kita adalah bahwa hal itu termasuk dosa besar, sebagaimana dapat diketahui dari kriteria durhaka kepada orang tua yang termasuk dosa besar, yaitu apabila terjadi gangguan dari anak kepada kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya yang tidak ringan menurut adat. Bisa jadi ukuran utamanya adalah pada siapa yang merasa terganggu.
وَلَكِنْ لَوْ كَانَ فِي غَايَةِ الْحُمْقِ أَوْ سَفَاهَةِ الْعَقْلِ فَأَمَرَ أَوْ نَهَى وَلَدَهُ بِمَا لَا يُعَدُّ مُخَالَفَتُهُ فِيهِ فِي الْعُرْفِ عُقُوقًا لَا يَفْسُقُ وَلَدُهُ بِمُخَالَفَتِهِ حِينَئِذٍ لِعُذْرِهِ، وَعَلَيْهِ فَلَوْ كَانَ مُتَزَوِّجًا بِمَنْ يُحِبُّهَا فَأَمَرَهُ بِطَلَاقِهَا وَلَوْ لِعَدَمِ عِفَّتِهَا فَلَمْ يَمْتَثِلْ أَمْرَهُ لَا إثْمَ عَلَيْهِ كَمَا سَيَأْتِي التَّصْرِيحُ بِهِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -، لَكِنَّهُ أَشَارَ إلَى أَنَّ الْأَفْضَلَ طَلَاقُهَا امْتِثَالًا لأمر وَالِدِهِ، وَعَلَيْهِ يُحْمَلُ الْحَدِيثُ الَّذِي بَعْدَهُ: «أَنَّ عُمَرَ أَمَرَ ابْنَهُ بِطَلَاقِ زَوْجَتِهِ فَأَبَى فَذَكَرَ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَأَمَرَهُ بِطَلَاقِهَا»٠
Namun, jika orang tua tersebut berada pada tingkat kebodohan atau kelemahan akal yang sangat parah, lalu ia memerintahkan atau melarang anaknya dalam hal yang menurut adat tidak dianggap sebagai bentuk kedurhakaan jika dilanggar, maka sang anak tidak dianggap fasik karena menyalahi perintah itu, karena ada uzur baginya. Berdasarkan hal ini, jika seseorang menikah dengan wanita yang dicintainya, lalu orang tuanya memerintahkannya untuk menceraikannya — sekalipun karena wanita itu tidak menjaga kehormatannya — tetapi ia tidak menuruti perintah itu, maka tidak ada dosa atasnya, sebagaimana akan disebutkan secara tegas dari (riwayat) Abu Dzar – semoga Allah meridhainya.
Namun, beliau (Abu Dzar) memberi isyarat bahwa yang lebih utama adalah menceraikannya sebagai bentuk ketaatan kepada perintah orang tuanya. Dan atas dasar itulah hadis berikut dipahami: 'Bahwa Umar memerintahkan anaknya untuk menceraikan istrinya, tetapi anaknya enggan. Lalu Umar menyampaikan hal itu kepada Rasulullah ﷺ, maka beliau memerintahkan anaknya untuk menceraikannya.
التهذيب في فقه الإمام الشافعي، الجزء ٦ الصحفة ٧ — البغوي، أبو محمد (ت ٥١٦)
والطلاق المحظور: هو طلاق البدعة، وهو: أن يطلقها في حالة الحيض، أو في طهر جامعها فيه٠
والمستحب: هو أن يكون مقصرًا في حقها، أو لا تكون المرأة عفيفة؛ يستحب أن يفارقها؛ قال رجل للنبي- ﷺ: «إن امرأتي لا ترد يد لامس؟ قال: "طلقها"
والمكروه: هو الطلاق عند سلامة الحال، يكره؛ لما فيه من قطع الوصلة؛ قال النبي- ﷺ: "أبغض الحلال إلى الله الطلاق"٠
Artinya : Talak yang dilarang adalah talak bid‘ah, yaitu: menceraikan istri saat sedang haid, atau dalam masa suci (tidak haid) namun sudah digauli dalam masa tersebut.
Sedangkan talak yang disunnahkan (dianjurkan) adalah jika suami lalai dalam memenuhi hak-hak istrinya, atau jika si istri tidak menjaga kehormatannya; maka disunnahkan untuk menceraikannya. Seorang laki-laki pernah berkata kepada Nabi ﷺ: 'Istriku tidak menolak tangan orang yang menyentuhnya.' Maka beliau bersabda: 'Ceraikan dia.'
Adapun talak yang makruh (tidak disukai) adalah menceraikan istri dalam keadaan rumah tangga baik-baik saja, karena itu memutuskan ikatan hubungan tanpa sebab yang jelas. Nabi ﷺ bersabda: 'Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak.'
الحاوي الكبير، الجزء ٩ الصحفة ١٩٠ — الماوردي (ت ٤٥٠)
وَأَمَّا الْفَصْلُ الثَّانِي فِي زَوْجَةِ الرَّجُلِ إِذَا زنت هل ينفسخ نِكَاحُهَا أَمْ لَا؟ فَمَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ وَجُمْهُورِ الْفُقَهَاءِ، أن النكاح صحيح لا ينفسخ بزناها وَهُوَ قَوْلُ الصَّحَابَةِ إِلَّا حِكَايَةً عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِ أَنَّ نِكَاحَهَا قَدْ بَطَلَ، وَهُوَ قَوْلُ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ لتحريم اجتماع المائين في فرج.
وَدَلِيلُنَا مَعَ مَا قَدَّمْنَاهُ مِنْ حَدِيثِ عَائِشَةَ مَا رَوَاهُ أَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ َ - فَقَالَ إِنَّ امْرَأَتِي لَا تَرُدُّ يَدَ لَامِسٍ قَالَ: طَلِّقْهَا قَالَ: إِنِّي أُحِبُّهَا، قَالَ اسْتَمْتِعَ بِهَا، فَكَنَّى بِقَوْلِهِ: «لَا تَرُدُّ يَدَ لَامَسٍ» عَنِ الزِّنَا فَأَمَرَهُ بِطَلَاقِهَا
Artinya : Adapun pembahasan kedua adalah tentang istri seorang laki-laki yang berzina, apakah pernikahannya otomatis batal atau tidak?
Maka menurut mazhab Imam Syafi’i dan mayoritas fuqaha (ahli fikih), nikahnya tetap sah dan tidak batal hanya karena si istri berzina. Ini juga merupakan pendapat para sahabat, kecuali satu riwayat dari Ali bin Abi Thalib – semoga Allah meridhainya – bahwa nikahnya menjadi batal, dan ini juga merupakan pendapat Hasan al-Bashri, karena adanya larangan menyatunya dua air mani (dari dua laki-laki) dalam satu farji (kemaluan wanita). Dalil kami, selain yang telah kami sampaikan dari hadits Aisyah, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu az-Zubair dari Jabir: Seorang laki-laki datang kepada Nabi ﷺ dan berkata, "Istriku tidak menolak tangan orang yang menyentuhnya." Maka Nabi bersabda, "Ceraikan dia." Laki-laki itu berkata, "Aku mencintainya." Maka Nabi bersabda, "Nikmatilah dia."
Maksud dari ucapan laki-laki itu "tidak menolak tangan orang yang menyentuhnya" adalah kiasan dari perbuatan zina. Maka Nabi ﷺ memerintahkannya untuk menceraikannya.
والله أعلم بالصواب
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
Nama : Yulianti
Alamat : Kendari Barat, Kendari Kota, Sulawesi Tenggara
__________________________________
MUSYAWWIRIN
Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)
PENASIHAT
Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)
PENGURUS
Ketua: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Wakil: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
TIM AHLI
Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Deskripsi Masalah: Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Terjemah Ibarot : Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Mushohhih terjemahan : Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur)
________________________________________
Keterangan:
1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.
2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.
3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.
4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.
5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.
Komentar
Posting Komentar