Hukum Sholat Berjamaah Jarak Jauh
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم و رحمة الله وبركاته
DESKRIPSI
Menggunakan speaker sudah umum untuk menyiarkan adzan dan takbir. Namun, dalam beberapa kasus, suara takbir imam disiarkan hingga menjangkau dusun atau kampung sebelah yang jaraknya cukup jauh.
Penduduk di kampung tersebut melakukan takbiratul ihrom hanya dengan menyimak suara imam lewat speaker, tanpa melihat gerakan imam maupun makmum lainnya secara langsung, dan tanpa berada dalam barisan sholat yang sama secara fisik.
Catatan :
- Imam berada di masjid dan makmum berada di rumah
- Tidak adanya robit di pintu keluarnya.
PERTANYAAN
Apakah takbiratul ihrom yang dilakukan hanya dengan mendengar suara imam melalui pengeras suara dari jarak jauh dapat dianggap sah sebagai takbiratul ihrom berjamaah secara fiqh ?
JAWABAN :
Tidak sah jama'ahnya dan sholatnya, karena harus adanya robit yang dapat melihat imam atau makmum yang berada di masjid.
REFERENSI :
فتح الوهاب شرح منهج الطلاب، الجزء ١ الصحفة ٧٦
٠(وَ) شُرِطَ (فِي بِنَاءٍ) بِأَنْ كَانَا بِبِنَاءَيْنِ كَصَحْنٍ وَصُفَّةٍ مِنْ دَارٍ أَوْ كَانَ أَحَدُهُمَا بِبِنَاءٍ، وَالْآخَرُ بِفَضَاءٍ (مَعَ مَا مَرَّ) آنِفًا إمَّا (عَدَمُ حَائِلٍ) بَيْنَهُمَا يَمْنَعُ مُرُورًا أَوْ رُؤْيَةً (أَوْ وُقُوفُ وَاحِدٍ حِذَاءَ مَنْفَذٍ) بِفَتْحِ الْفَاءِ (فِيهِ) أَيْ فِي الْحَائِلِ إنْ كَانَ فَإِنْ حَالَ مَا يَمْنَعُ مُرُورًا كَشُبَّاكٍ أَوْ رُؤْيَةٍ كَبَابٍ مَرْدُودٍ أَوْ لَمْ يَقِفْ أَحَدٌ فِيمَا مَرَّ لَمْ يَصِحَّ الِاقْتِدَاءُ
Artinya : Dan disyaratkan (dalam bangunan) bahwa keduanya berada dalam dua bangunan seperti halaman dan serambi dari sebuah rumah, atau salah satunya berada dalam bangunan, sedangkan yang lainnya di ruang terbuka. (Bersama dengan syarat yang telah disebutkan sebelumnya), yaitu: tidak adanya penghalang antara keduanya yang menghalangi perjalanan atau pandangan, atau seseorang berdiri sejajar dengan lubang/pintu (dengan membaca manfadz dengan huruf fa' berharakat fathah) yang terdapat pada penghalang tersebut, jika memang ada.
Maka, jika terdapat sesuatu yang menghalangi perjalanan seperti jendela, atau menghalangi pandangan seperti pintu yang tertutup, atau tidak ada seorang pun yang berdiri sejajar dengan lubang itu seperti yang telah dijelaskan, maka tidak sah mengikuti (imam) dalam shalat.
حاشية البجيرمي على منهج الطلاب، الجزء ١ الصحفة ٣٢٥
٠(قَوْلُهُ: حِذَاءَ مَنْفَذٍ) أَيْ مُقَابِلَهُ يُشَاهِدُ الْإِمَامَ أَوْ مَنْ مَعَهُ اهـ. شَرْحُ الرَّوْضِ وَقَضِيَّتُهُ أَنَّ الرَّابِطَةَ لَوْ كَانَ يَعْلَمُ بِانْتِقَالَاتِ الْإِمَامِ وَلَمْ يَرَهُ وَلَا أَحَدًا مِمَّنْ مَعَهُ كَأَنْ سَمِعَ صَوْتَ الْمُبَلِّغِ أَنَّهُ لَا يَكْفِي وَهُوَ كَذَلِكَ. وَعِبَارَةُ الْإِيعَابِ وَيُشْتَرَطُ فِي هَذَا الْوَاقِفِ قُبَالَةَ الْمَنْفَذِ أَنْ يَرَى الْإِمَامَ أَوْ وَاحِدًا مِمَّنْ مَعَهُ فِي بِنَائِهِ اهـ. شَوْبَرِيٌّ قَالَ شَيْخُنَا ح ف: وَمُقْتَضَاهُ اشْتِرَاطُ كَوْنِ الرَّابِطَةِ بَصِيرًا وَأَنَّهُ إذَا كَانَ فِي ظُلْمَةٍ بِحَيْثُ تَمْنَعُهُ مِنْ رُؤْيَةِ الْإِمَامِ أَوْ أَحَدًا مِمَّنْ مَعَهُ فِي مَكَانِهِ لَمْ يَصِحَّ اهـ
Artinya : (Perkataan beliau: "Melurusi jalan terbuka (manfadz)") maksudnya adalah berada di hadapannya, sehingga ia dapat melihat imam atau seseorang yang bersamanya (imam). (Ini disebutkan dalam Syarḥ ar-Rauḍ).
Dan konsekuensi dari penjelasan ini adalah bahwa jika seseorang yang berdiri sebagai penghubung (rābiṭah) mengetahui gerakan-gerakan imam hanya melalui suara (seperti dari muazin yang menyampaikan takbir imam), namun tidak melihat imam atau siapa pun dari makmumnya, maka itu tidak mencukupi (tidak sah shalat berjamaahnya)—dan memang demikian hukumnya.
Dalam ‘Ibārah al-Iyāb disebutkan: "Disyaratkan bagi orang yang berdiri di depan jalan yang terbuka (manfadz) itu agar ia melihat imam atau salah satu dari orang-orang yang bersamanya (imam) dalam bangunan tersebut."
Asy-Syawbarī berkata: "Guru kami, Syekh Al-Hanafi., mengatakan: Konsekuensi dari pendapat ini adalah disyaratkannya bahwa orang yang menjadi penghubung itu harus memiliki penglihatan yang baik (tidak buta). Dan bahwa jika ia berada dalam kegelapan yang menyebabkan ia tidak bisa melihat imam atau siapa pun dari makmumnya di tempat itu, maka shalat berjamaahnya tidak sah."
حاشية البجيرمي على منهج الطلاب، الجزء ١ الصحفة ٣٢٥
٠(قَوْلُهُ: أَوْ لَمْ يَقِفْ أَحَدٌ) قِيلَ عَلَيْهِ: إنَّ التَّعْبِيرَ بِالْوَاوِ أَوْلَى؛ لِأَنَّ الْعَطْفَ بِأَوْ لَا يَسْتَقِيمُ إذْ الْمَعْنَى عَلَيْهِ أَوْ لَمْ يَكُنْ حَائِلٌ لَكِنْ لَمْ يَقِفْ أَحَدٌ إلَخْ وَهُوَ فَاسِدٌ لِأَنَّهُ كَيْفَ يُتَصَوَّرُ وُجُودُ بَابٍ مَفْتُوحٍ أَوْ مُغْلَقٍ مَعَ عَدَمِ الْحَائِلِ اهـ وَيُرَدُّ مَا ذُكِرَ بِأَنَّ هَذَا إنَّمَا يَأْتِي إذَا جَعَلَ الْعَطْفَ عَلَى قَوْلِهِ حَالَ وَهُوَ غَيْرُ مُرَادٍ وَإِنَّمَا الْعَطْفُ عَلَى الْقَيْدِ أَعْنِي يَمْنَعُ دُونَ مُقَيَّدِهِ وَهُوَ حَالَ، وَالْمَعْنَى أَوْ حَالَ مَا لَا يَمْنَعُ مُرُورًا وَلَا رُؤْيَةً بِأَنْ كَانَ فِيهِ بَابٌ مَفْتُوحٌ لَكِنْ لَمْ يَقِفْ أَحَدٌ بِحِذَائِهِ
Artinya : (Ucapannya: "Atau tidak ada seorang pun yang berdiri") Telah dikatakan mengenai hal ini: Bahwa penggunaan huruf ‘wawu’ (dan) lebih utama, karena penggabungan (‘athf) dengan ‘aw’ (atau) tidaklah tepat, sebab maknanya menjadi: “atau tidak ada penghalang, tetapi tidak ada seorang pun yang berdiri dengan melurusinya”, dan ini adalah makna yang rusak. Karena bagaimana mungkin dibayangkan adanya pintu yang terbuka atau tertutup sementara tidak ada penghalang?
Dan apa yang disebutkan itu dapat dibantah bahwa hal tersebut hanya terjadi jika penggabungan (‘athf) itu diarahkan kepada ucapan "hal" (keadaan), padahal itu bukan yang dimaksud. Sesungguhnya penggabungan tersebut adalah kepada pembatas, yaitu maksudnya “yang menghalangi” tanpa disertai dengan pembatas itu sendiri, yakni hal (keadaan).
Dan maknanya adalah: atau dalam keadaan sesuatu yang tidak menghalangi lewatnya seseorang ataupun penglihatan (dari luar), yaitu karena di dalamnya terdapat pintu yang terbuka, tetapi tidak ada seorang pun yang berdiri di hadapannya.
حاشية الشرواني على تحفة المحتاج، الجزء ٢ الصحفة ٣١٦
٠(قَوْلُهُ: وَقَفَ مُقَابِلُهُ إلَخْ) عِبَارَةُ الرَّوْضِ وَشَرْحِ الْعُبَابِ اشْتَرَطَ أَنْ يَقِفَ وَاحِدٌ بِحِذَاءِ الْمَنْفَذِ يُشَاهِدُهُ أَيْ الْإِمَامَ أَوْ مَنْ مَعَهُ فِي بِنَائِهِ انْتَهَتْ وَقَضِيَّةُ اشْتِرَاطِ الْمُشَاهَدَةِ عَدَمُ الِانْعِقَادِ عِنْدَ انْتِقَائِهَا وَقَدْ تَقْتَضِي الْعِبَارَةُ أَنَّ مُشَاهَدَةَ الْوَاقِفِ بِحِذَاءِ الْمَنْفَذِ كَمَا هِيَ شَرْطٌ لِصِحَّةِ صَلَاةِ مَنْ خَلْفَهُ شَرْطٌ لِصِحَّةِ صَلَاةِ الْوَاقِفِ أَيْضًا سم أَقُولُ الْقَضِيَّةُ الثَّانِيَةُ بَعِيدَةٌ جِدًّا، وَأَمَّا الْقَضِيَّةُ الْأُولَى فَقَدْ اعْتَمَدَ الشَّوْبَرِيُّ عِبَارَتَهُ وَقَضِيَّةُ كَلَامِ شَرْحِ الرَّوْضِ أَنَّ الرَّابِطَةَ لَوْ كَانَ يَعْلَمُ بِانْتِقَالَاتِ الْإِمَامِ وَلَمْ يَرَهُ وَلَا أَحَدًا مِمَّنْ مَعَهُ كَأَنْ سَمِعَ صَوْتَ الْمُبَلِّغِ أَنَّهُ لَا يَكْفِي وَهُوَ كَذَلِكَ انْتَهَتْ
Artinya : (Ucapannya: “Dia berdiri di hadapannya, dan seterusnya”) Dalam kitab Ar-Raudh dan syarah Al-‘Ubab, disebutkan: Syaratnya adalah harus ada seseorang yang berdiri di depan jalan masuk (pintu/ruang penghubung) dan melihat imam atau orang yang bersamanya di dalam bangunan tersebut. — selesai kutipan. Konsekuensi dari syarat "melihat" ini adalah: jika tidak terpenuhi, maka shalat tidak sah. Bahkan dari redaksinya dapat dipahami bahwa orang yang berdiri di depan jalan masuk — penglihatannya terhadap imam — sebagaimana menjadi syarat sahnya shalat orang di belakangnya, juga menjadi syarat sahnya shalat dirinya sendiri.
As-Samhudi berkata: Menurut saya, perkara yang kedua ini (yakni syarat penglihatan itu juga berlaku untuk shalat orang yang berdiri di pintu) sangat jauh (dari kebenaran/diterima). Adapun perkara yang pertama (yakni bahwa orang di belakangnya tidak sah jika tidak melihat atau melalui yang melihat), maka telah dipegang oleh Asy-Syaubari dengan redaksinya. Dan berdasarkan penjelasan dalam Syarah Ar-Raudh, apabila orang yang menjadi penghubung (rābiṭah) mengetahui gerakan imam tetapi tidak melihatnya secara langsung dan tidak pula melihat seorang pun dari makmumnya — seperti misalnya hanya mendengar suara muabbiligh (penyampai takbir) — maka hal itu tidak cukup, dan memang demikianlah hukumnya. — selesai kutipan.
والله أعلم بالصواب
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
Nama : Mawlawie
Alamat: Tarakan, Kalimantan Utara
__________________________________
MUSYAWWIRIN
Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)
PENASIHAT
Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)
PENGURUS
Ketua: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Wakil: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
TIM AHLI
Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Deskripsi Masalah: Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Muhammad Zayadi (Kanigaran, Probolinggo, Jawa Timur)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Terjemah Ibarot : Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
________________________________________
Keterangan:
1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.
2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.
3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.
4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.
5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.
Komentar
Posting Komentar