Hukum Aqiqah dengan Menggunakan Uang Hasil Korupsi

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

DESKRIPSI 

Badriah memulai karirnya dengan menjadi Bupati di salah satu daerah, setiap berbagai kesempatan dia selalu mengaqiqahi anak anaknya dan ponaan ponaannya, namun sayang seribu sayang uang yang dipakai tuk membeli hewan aqiqah itu adalah uang hasil korupsi.

PERTANYAAN 

Bagaimana hukum aqiqah dengan menggunakan uang hasil korupsi ?

JAWABAN :

Hukumnya tidak mencukupi (tidak sah) aiqahnya. Karena harta haram tersebut bukan miliknya yang harus dikembalikan kepada pemiliknya.

REFERENSI :

المنهاج شرح المسلم، الجزء ٣ الصحفة ١٠٤

وأما قوله صلى الله عليه و سلم ولا صدقة من غلول فهو بضم الغين والغلول الخيانة وأصله السرقة من مال الغنيمة قبل القسمة وأما قول بن عامر ادع لى فقال بن عمر رضي الله عنهما سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول لا يقبل الله صلاة بغير طهور ولا صدقة من غلول وكنت على البصرة فمعناه أنك لست بسالم من الغلول فقد كنت واليا على البصرة وتعلقت بك تبعات من حقوق الله تعالى وحقوق العباد ولا يقبل الدعاء لمن هذه صفته كما لا تقبل الصلاة والصدقة الا من متصون والظاهر والله أعلم

Artinya : Adapun sabda Nabi ﷺ: 'Dan tidak diterima sedekah dari hasil ghulul' — maka 'ghulul' dibaca dengan dhammah pada huruf ghain, dan artinya adalah khianat. Asal katanya adalah mencuri dari harta rampasan perang sebelum dibagikan. Adapun kisah Ibnu ‘Amir yang berkata: 'Doakan aku!' Lalu Ibnu ‘Umar ra. menjawab: 'Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: 'Allah tidak menerima salat tanpa bersuci, dan tidak pula sedekah dari hasil ghulul.' Dan aku pernah menjabat di Basrah.'
Maksudnya: Engkau (Ibnu ‘Amir) tidak terbebas dari ghulul, karena engkau pernah menjadi gubernur di Basrah, dan ada tanggungan-tanggungan atasmu baik berupa hak-hak Allah maupun hak-hak manusia. Maka doa untuk orang yang dalam keadaan seperti ini tidak diterima, sebagaimana shalat dan sedekah juga tidak diterima kecuali dari orang yang menjaga diri (dari yang haram dan syubhat). Dan yang tampak — wallahu a‘lam — adalah demikian."


فتاوي الخليلي على المذهب الشافعي، الجزء ١ الصحفة ١١٥

لو وجب عليه دم من دماء الحج واشترى دما بعين المال الحرام لم يجزه، وبقي الدم في ذمته، فإن اشتراه في ذمته، ثم دفع المال الحرام لم تبرأ ذمته، ولكن الدم يجزيه عن الدم الواجب، ولا شك أن المال الحرام لا يجوز التصدق به؛ لأنه يجب رده على مالكه، بل نقل بعض العلماء أنه لو اعتقد أنه يثاب بالمال الحرام، وتصدق به أنه يكفر

Artinya : Jika seseorang diwajibkan membayar dam (denda) dari jenis dam dalam ibadah haji, lalu ia membeli hewan dam tersebut dengan uang haram secara langsung (dengan harta tertentu yang haram), maka dam itu tidak sah baginya, dan kewajiban dam tetap ada dalam tanggungannya. Namun, jika ia membelinya secara utang (utang dalam tanggungan), lalu melunasinya dengan uang haram, maka kewajiban dam-nya dianggap gugur, dan dam itu sah sebagai pengganti dam yang wajib. Namun tidak diragukan lagi bahwa harta haram tidak boleh disedekahkan, karena wajib dikembalikan kepada pemiliknya. Bahkan, sebagian ulama menyatakan bahwa jika seseorang meyakini bahwa ia akan mendapatkan pahala dari harta haram yang disedekahkan, maka ia bisa menjadi kafir (karena keyakinannya yang menyelisihi syariat).


المناوي، فيض القدير، الجزء ٦ الصحفة ٤١٥

٠(ولا صدقة من غلول) بضم المعجمة مما أخذ من جهة غلول أي خيانة في غنيمة أو نحو سرقة أو غصب، فالغلول مصدر أطلق على اسم المفعول فالمعنى لا تقبل صدقة من مال مغلول -إلى أن قال- وذكر الصدقة في سياق النفي ليعم الواجبة والمندوبة، فلو سرق مالا وأخرجه عن زكاته أو عبدا فأعتقه عن كفارته لم يجزئه وإن أرضى صاحب المال والقِنِّ بعد، لفقد شرط الصحة وهو حل المال، فالصدقة بحرام في عدم القبول واستحقاق العقاب كالصلاة بغير طهور ذكره ابن العربي قال العراقي: وقضيته أنه لا يقبل لا عن المتصدق ولا عن صاحبه وإن نواه عنه

Artinya : (Dan tidak diterima sedekah dari harta ghulul)", yaitu dengan dhammah pada huruf mim dari kata "ghulul", maksudnya adalah harta yang diambil secara khianat dari ghanimah (rampasan perang), atau semacamnya seperti mencuri atau merampas. Maka "ghulul" adalah bentuk mashdar (kata dasar) yang digunakan untuk menunjukkan makna maf'ul (yang dikenai perbuatan), sehingga maknanya adalah: "Tidak diterima sedekah dari harta yang diambil dengan cara khianat (tidak halal) -sampai pada ucapan- 
Penyebutan sedekah dalam konteks penafian (tidak diterima) dimaksudkan agar mencakup sedekah yang wajib maupun yang sunnah. Maka, jika seseorang mencuri harta lalu mengeluarkan zakat dari harta tersebut, atau ia memiliki budak hasil curian lalu memerdekakannya untuk menunaikan kafarat (denda), maka hal itu tidak sah baginya — sekalipun kemudian ia membuat ridha pemilik harta atau budak tersebut — karena hilangnya syarat keabsahan, yaitu kehalalan harta. Maka sedekah dari harta haram, dari segi tidak diterimanya dan adanya ancaman siksa, serupa dengan salat tanpa wudhu."

Hal ini disebutkan oleh Ibn al-‘Arabi. Al-‘Iraqi mengatakan: "Konsekuensinya adalah bahwa (amal tersebut) tidak diterima, baik dari orang yang bersedekah maupun dari pihak yang diniatkan (sebagai penerima manfaat sedekah itu), meskipun ia meniatkannya untuk orang tersebut.


الفتح المبين بشرح الأربعين، الجزء ١ الصحفة ٢٨٥ — ابن حجر الهيتمي (ت ٩٧٤)

٠(لا يقبل) من الأعمال والأموال (إلا طيبًا) أي: لا يثيب إلا على ما يعلمه طيبًا؛ أي: خالصًا من المفسدات كلها كالرياء والعجب، أو حلالًا، سواء أكان بالنسبة لعلمنا أم مشتبهًا، وأما الحرام عنده. فلا يثيب عليه وإن كان حلالًا عندنا

Artinya : (Tidak diterima) dari amal dan harta (kecuali yang baik), maksudnya: Allah tidak memberikan pahala kecuali atas sesuatu yang diketahui-Nya sebagai baik; yaitu yang murni dari segala hal yang merusak seperti riya (pamer) dan ujub (kagum pada diri sendiri), atau yang halal, baik menurut pengetahuan kita maupun yang masih samar (statusnya). Adapun yang haram menurut Allah, maka tidak diberi pahala meskipun menurut kita itu tampak halal. 

نعم؛ القياس أن من تصدَّق بما يظنه حلالًا وهو حرامٌ باطنًا أنه يثاب على قصدِهِ الطاعةَ (١)، وبما قررته يندفع ما أطال به بعض الشُّراح هنا في معنى القبول، وإنما لم يقبل اللَّه الصدقة بالمال الحرام؛ لأن المتصدق تصرَّف فيه، وهو ممنوعٌ من التصرف فيه؛ لكونه مِلْكَ الغير، فلو قبل منه لزم أن يكون مأمورًا به منهيًا عنه من جهةٍ واحدةٍ، وهو محالٌ، وهذا معنى ما فهم من فحوى الحديث أن بين الطيب لذاته المقتضي للقبول، والخبيث لذاته المقتضي لعدمه تضادًا يحيل اجتماعهما

Ya, menurut qiyas (analogi), seseorang yang bersedekah dengan harta yang ia sangka halal padahal hakikatnya haram, maka ia tetap diberi pahala atas niatnya untuk taat. Dengan penjelasan ini, tertolaklah pembahasan panjang dari sebagian pensyarah tentang makna “diterima”. Allah tidak menerima sedekah dari harta haram karena orang yang bersedekah telah melakukan tindakan atas harta tersebut, padahal ia dilarang untuk melakukannya karena harta itu adalah milik orang lain. Jika Allah menerima sedekah seperti itu, maka berarti satu perbuatan diperintahkan dan dilarang sekaligus, dan ini adalah hal yang mustahil. Inilah makna yang dipahami dari konteks hadits: bahwa antara harta yang baik secara zatnya (yang menyebabkan diterimanya amal) dan yang buruk secara zatnya (yang menyebabkan tertolaknya amal) terdapat pertentangan yang tidak mungkin disatukan.


والله أعلم بالصواب

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


PENANYA :

Nama : Gita
Alamat : Sukawening, Garut, Jawa Barat
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Wakil: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Terjemah Ibarot : Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Mushohhih terjemahan : Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur)
________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjilat Farji Istri atau Memasukkan Dzakar ke Dalam Mulut Istri