Hukum Istri Meminta Talak Ataupun Mengajukan Fasakh Pada Hakim Karena Abnormalnya Kelamin Suami ?

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
 (Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

 DESKRIPSI:

Badrun (nama samaran) sudah berkeluarga selama 7 tahun dan telah dikaruniai 2 orang anak laki-laki. Suatu hari terdapat insident yang menimpa Badrun sehingga menyebabkan gangguan psikologis baginya yang berdampak buruk pada nafsu seksualnya. Insiden yang menimpa Badrun menyebabkan nafsu tersebut tidak normal sehingga untuk melakukan hubungan seksual melalui lobang depan istrinya tersebut tidak bisa ereksi. Sebagai gantinya, rudal si Badrun hanya bisa bangun ketika dicelupkan (dimasukkan) melalui lobang belakang (dubur) istrinya.

PERTANYAAN:

Bolehkah si istri meminta talak ataupun mengajukan fasakh pada hakim lantaran abnormalnya Rudal si badrun ?

JAWABAN:

Boleh seorang istri minta talak karena aib tersebut, namun hak mentalak ada pada si suami, dia boleh mentalak karena permintaan tersebut ataupun tidak mentalaknya. 

Namun apabila si istri mengajukan fasakh pada hakim, maka hakim tidak boleh memfasakhnya, kecuali menunggu selama satu tahun yang mulainya semenjak keputusan adanya impotensi dari hakim.

REFERENSI:

فتح القريب، الصحفة ٢٣٣

ﻭﻳﺮﺩ اﻟﺮﺟﻞ) ﺃﻳﻀﺎ ﺃﻱ اﻟﺰﻭﺝ (ﺑﺨﻤﺴﺔ ﻋﻴﻮﺏ: ﺑﺎﻟﺠﻨﻮﻥ، ﻭاﻝﺟﺬاﻡ، ﻭاﻟﺒﺮﺹ) ﻭﺳﺒﻖ ﻣﻌﻨﺎﻫﺎ. (ﻭ) ﺑﻮﺟﻮﺩ (اﻟﺠﺐ)، ﻭﻫﻮ ﻗﻄﻊ اﻟﺬﻛﺮ ﻛﻠﻪ ﺃﻭ ﺑﻌﻀﻪ ﻭاﻟﺒﺎﻗﻲ ﻣﻨﻪ ﺩﻭﻥ اﻟﺤﺸﻔﺔ؛ ﻓﺈﻥ ﺑﻘﻲ ﻗﺪﺭﻫﺎ ﻓﺄﻛﺜﺮ ﻓﻼ ﺧﻴﺎﺭ. (ﻭ) ﺑﻮﺟﻮﺩ (اﻟﻌﻨﺔ) ﺑﻀﻢ اﻟﻌﻴﻦ، ﻭﻫﻮ ﻋﺠﺰ اﻟﺰﻭﺝ ﻋﻦ اﻟﻮﻁء ﻓﻲ اﻟﻘﺒﻞ ﻟﺴﻘﻮﻁ اﻟﻘﻮﺓ اﻟﻨﺎﺷﺮﺓ ﻟﻀﻌﻒ ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻪ ﺃﻭ ﺁﻟﺘﻪ

Artinya : Lelaki bisa dituntut fasakh / pembatalan nikah juga maksudnya suami dengan 5 aib : 
a. Gila
b. Penyakit kusta/lepra 
c. Penyakit belang / sopak 
d. Sebab adanya Jabb yaitu terpotongnya dzakar kemaluan secara menyeluruh atau sebagiannya dan sisa yang tidak terpotong bukan kepala dzakarnya, jika seandainya yang tersisa dari potongan tersebut seukuran kepala dzakar atau lebih dari itu maka tidak ada hak khiyar 
e. Adanya Unnah yaitu lemah syahwat dari pihak suami dalam bersetubuh pada kemaluan istri karena hilangnya kekuatan syahwat yang bangkit dikarenakan ada kelemahan hati dan alatnya.


عبد الله الطيار، الفقه الميسر، الجزء ٥ الصحفة ٧٩

حالات الخلع؛ يختلف حكم الخلع تبعًا لاختلاف الحالات السائدة في العلاقة الزوجية وقت طلبه فتارة يكون جائزًا، وتارة أخرى يكون غير جائز، وفيما يلي توضيح ذلك؛ 

Artinya: Keadaan-keadaan khulu': hukum khulu' berbeda-beda mengikuti perbedaan beberapa keadaan yang mengatur dalam hubungan istri diwaktu memintanya maka terkadang hukum khulu' itu boleh dan terkadang tidak boleh, dan dalam sesuatu yang mengiringi penjelasan tersebut:

حالة الجواز؛ يباح للمرأة أن تطلب الخلع من زوجها في حالة ما إذا كرهت البقاء معه لسبب ما كشقاق بينهما أو لبغضها إياه أو سوء معاشرته وخافت ألا تؤدي حقه ولا تقيم حدود الله في طاعته، ويسن للزوج إجابتها في هذه الحال؛ لقوله تعالى ؛{فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ}


Keadaan khulu' yang diperbolehkan; bagi seorang wanita diperbolehkan meminta khulu' dari suaminya dalam keadaan seorang istri tidak senang apabila tetap bersamanya disebabkan oleh sesuatu seperti retaknya hubungan diantara keduanya atau karena bencinya seorang istri kepada suaminya atau jeleknya bergaulnya seorang suami dan seorang istri takut tidak bisa mengerjakan hak-hak suaminya dan tidak bisa menunaikan hukum- hukum Allah dalam mentaatinya, dan dalam keadaan ini disunnahkan bagi seorang suami untuk mengabulkan nya karena ada firman Allah SWT ( jika kamu khawatir bahwa keduanya tidak bisa menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.


بداية المجتهد ابن رشد، الجزء ٣ الصحفة ٩١

وَأَمَّا نَوْعُ الْخُلْعِ: فَجُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ عَلَى أَنَّهُ طَلَاقٌ، وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ، وَأَبُو حَنِيفَةَ سَوَّى بَيْنَ الطَّلَاقِ وَالْفَسْخِ. وَقَالَ الشَّافِعِيُّ: هُوَ فَسْخٌ، وَبِهِ قَالَ أَحْمَدُ، وَدَاوُدُ وَمِنَ الصَّحَابَةِ ابْنُ عَبَّاسٍ. وَقَدْ رُوِيَ عَنِ الشَّافِعِيِّ أَنَّهُ كِنَايَةٌ، فَإِنْ أَرَادَ بِهِ الطَّلَاقَ كَانَ طَلَاقًا وَإِلَّا كَانَ فَسْخًا، وَقَدْ قِيلَ عَنْهُ فِي قَوْلِهِ الْجَدِيدِ: إِنَّهُ طَلَاقٌ

Artinya : Adapun macamnya khulu' : Jumhur Ulama' menyatakan bahwa khulu' adalah thalak (cerai) dan atas dasar ini Imam Malik dan Imam Abu Hanifah menyamakan antara thalak dan fasakh. Imam Syafi'i berpendapat : Khulu' merupakan fasakh dan dengannya Imam Ahmad dan Imam Daud berpendapat adapun diantara para sahabat (yang berfatwa seperti ini) adalah Ibnu Abbas radhiyallahu anhu. Diriwayatkan dari Imam Syafi'i beliau berpendapat bahwa khulu' adalah kinayah maksudnya jika seseorang yang khulu' menginginkan thalak, maka terjadi tholak jika tidak ingin thalak maka terjadi fasakh saja. Juga dikatakan dalam pendapat jadidnya Imam Syafi'i : bahwasanya khulu' adalah thalak.



عبد الله البسام، توضيح الأحكام من بلوغ المرام، الجزء ٥ الصحفة ٤٧٢

- ثبوت أصل الخلع أنَّه فرقة جائزة في الشريعة الإسلامية على الصفة المشروعة٠

Artinya: Tetapnya asal khulu' yaitu sesungguhnya khulu' adalah perceraian yang diperbolehkan dalam syariat Islam atas sifat yang disyariatkan.

٢ - أنَّ طلب الزوجة إياه مباح إذا كرهت الزوج، إما لسوء عشرته معها، أو دمامته، أو نحو ذلك من الأمور المنفرة، التي لا تعود إلى نقصٍ في الدِّين، فإنْ عادت إلى نقصٍ في الدِّين، وجب طلب الفراق٠

2. Sesungguhnya menuntutnya seorang istri kepada suaminya itu diperbolehkan apabila ia sudah tidak senang kepada suaminya, terkadang disebabkan jeleknya bergaulnya seorang suami bersama istrinya, atau kejelekannya atau sesamanya dari sesuatu yang menyakitkan, yang tidak bisa kembali terhadap kekurangan dalam agama, sehingga apabila sampai kembali kepada kekurangan dalam agama maka wajib menuntut perceraian.

٣ - قيد بعض العلماء الإباحة للزوجة بالطلب بما إذا لم يكن زوجها يحبها، فإنْ كان يحبها، فيستحب لها الصبر عليه٠

3. Sebagian ulama membatasi kebolehan seorang istri dengan meminta suaminya dengan sesuatu yang apabila suaminya tidak lagi senang kepadanya, maka apabila ia senang kepadanya maka disunnahkan baginya tetap bersabar kepada suaminya.

٤ - أنَّه يستحب للزوج إجابة طلبها إلى الخلع إذا طلبته؛ لقوله -صلى الله عليه وسلم-: "اقْبِل الحديقة، وطلِّقها تطليقة"٠

4. Sesungguhnya disunnahkan bagi seorang suami mengabulkan permintaan istrinya yang berupa khulu' apabila memintanya karena ada sabda nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam "terimalah kebun ini dan talaklah dengan satu talakan".


الخطيب الشربيني، مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج، الجزء ٤ الصحفة ٣٤١

تَنْبِيهٌ: شَمِلَ إطْلَاقُ الْمُصَنِّفِ مَا لَوْ زَالَ الْعَيْبُ قَبْلَ الْفَسْخِ وَمَا لَوْ عُلِمَ بِهِ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْأَصَحُّ لَا خِيَارَ فِيهِمَا، وَقَضِيَّةُ قَوْلِهِ وَجَدَ أَنَّهُ لَوْ عَلِمَ أَحَدُهُمَا بِعَيْبِ صَاحِبِهِ قَبْلَ الْعَقْدِ لَا خِيَارَ لَهُ وَلَيْسَ عَلَى إطْلَاقِهِ، بَلْ لَوْ عَلِمَتْ بِعُنَّتِهِ قَبْلَ الْعَقْدِ فَلَهَا الْخِيَارُ بَعْدَهُ عَلَى الْمَذْهَبِ؛ لِأَنَّ الْعُنَّةَ تَحْصُلُ فِي حَقِّ امْرَأَةٍ دُونَ أُخْرَى وَفِي نِكَاحٍ دُونَ نِكَاحٍ، وَثَبَتَ الْخِيَارُ لِلزَّوْجَةِ بِالْعُنَّةِ وَإِنْ كَانَ قَادِرًا عَلَى جِمَاعِ غَيْرِهَا


Artinya : Peringatan : Narasi Mushonnif mencakup kasus jika aib hilang sebelum terjadi fasakh dan kasus jika diketahuinya aib setelah kematian. Menurut qoul Ashoh adalah tidak adanya khiyar dalam 2 kasus tersebut. Konsekwensi dari narasi mushonnif "jika salah satu antara suami dan istri mengetahui aib sebelum akad maka tidak ada khiyar baginya tidak secara mutlak. Jika diketahui kelumpuhannya (impotensi) maka ada hak khiyar bagi istri setelah akad menurut qoul Al Madzhab karena impotensi masih mampu memenuhi hak sebagian perempuan dan sebagian pernikahan. Dan khiyar diberikan kepada istri dengan sebab adanya impotensi meskipun suami mampu jima' (tidak impoten) saat bersama perempuan lain. 


شهاب الدين الرَّمْلِي، فتح الرحمن بشرح زبد ابن رسلان، الصفحة ٧٥٩

وعنته؛ أي: عجزه عن الوطء؛ لعدم انتشار آلته وإن حصل ذلك بمرض يدوم كما قاله الجويني وغيره، ولو عن امرأة دون أخرى، أو عن المأتي دون غيره إن كان قبل وطء منه في قبلها في ذلك النكاح؛ بخلاف عنته بعد ذلك؛ لأنها عرفت قدرته ووصلت إلى حقها منه، والعجز بعده لعارض قد يزول


Artinya : "Dan impotensinya suami" ketidak mampuan suami melakukan penetrasi karena penis tidak bisa ereksi meski disebabkan oleh penyakit yang permanen seperti yang disampaikan oleh Syekh Al Juwaini dll. Meski hanya terjadi saat berhadapan dengan sebagian wanita saja atau tidak mampu hanya dalam penetrasi vagina saja. Ini memunculkan hak khiyar jika terjadi sebelum pernah melakukan wathi di vagina istri dalam pernikahan tersebut. Berbeda jika impotensi terjadi setelah pernah melakukan wathi dalam pernikahan. Karena sudah terbukti kemampuan memberikan hak istri. Adapun ketidak mampuan setelahnya disebabkan penyebab baru yang terkadang bisa hilang. 


الرملي، شمس الدين، نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج، الجزء ٦ الصحفة ٣١٠

قَوْلُهُ الْمَرَضُ الْمَأْيُوسُ مِنْ زَوَالِهِ) أَيْ الْقَائِمُ بِالزَّوْجِ مِنْهُ مَا لَوْ حَصَلَ لَهُ كِبَرٌ فِي الْأُنْثَيَيْنِ بِحَيْثُ تَغَطَّى الذَّكَرُ بِهِمَا وَصَارَ الْبَوْلُ يَخْرُج مِنْ بَيْنِ الْأُنْثَيَيْنِ وَلَا يُمْكِنُهُ الْجِمَاعُ بِشَيْءٍ مِنْهُ فَيَثْبُتُ لِزَوْجَتِهِ الْخِيَارُ إنْ لَمْ يَسْبِقْ لَهُ وَطْءٌ لِأَنَّ هَذَا هُوَ مُقْتَضَى التَّشْبِيهِ بِالْعُنَّةِ وَذَلِكَ حَيْثُ أَيِسَ مِنْ زَوَالِ كِبَرِهِمَا بِقَوْلِ طَبِيبَيْنِ بَلْ يَنْبَغِي الِاكْتِفَاءُ بِوَاحِدٍ عَدْلٍ، وَلَوْ قِيلَ فِي هَذِهِ إنَّهُ مُلْحَقٌ بِالْجَبِّ فَيَثْبُتُ بِهِ الْخِيَارُ مُطْلَقًا لَكَانَ مُحْتَمِلًا لِأَنَّ هَذَا الْمَرَضَ يَمْنَعُ مِنْ احْتِمَالِ الْوَطْءِ، إلَّا أَنْ يُقَالَ لَمَّا كَانَ الْبُرْءُ مُمْكِنًا فِي نَفْسِهِ الْتَحَقَ بِالْعُنَّةِ، بِخِلَافِ الْجَبِّ فَإِنَّهُ لَا يُمْكِنُ فِي الْعَادَةِ عَوْدُ الذَّكَرِ أَصْلًا

Artinya: Perkataan beliau yaitu penyakit yang tidak bisa disembuhkan) artinya yang diderita oleh suami, apabila ada pembengkakan pada kedua pelirnya sekiranya sampai menutup kemaluannya dan menjadikan kencing keluar di antara kedua pelirnya dan tidak mungkin untuk melakukan jimak dengan sesuatu darinya maka bagi istrinya boleh menetapkan hak khiyar apabila tidak mendahului wathi' karena ini merupakan tuntutan keserupaan dengan penyakit impoten, dan hal itu sekiranya tidak bisa disembuhkan besarnya keduanya dengan perkataan dua dokter bahkan lebih baik mengambil cukup dengan perkataan satu orang adil, dan apabila dikatakan dalam hal ini sesungguhnya disamakan dengan terpotong dzakar maka juga menetapkan hak khiyar secara mutlak karena sakit ini bisa mencegah dari mungkinnya wathi', kecuali dikatakan bahwa kesembuhannya masih ada kemungkinan dalam dirinya maka hal ini disamakan dengan impoten, berbeda dengan terpotongnya dzakar karena terpotongnya dzakar secara adat tidak mungkin adanya kembalinya dzakar secara asal.

قَوْلُهُ: فِي مَعْنَى الْعُنَّةِ) أَيْ فَيَثْبُتُ بِهِ الْخِيَارُ، وَلَوْ أَصَابَهَا مَرَضٌ يَمْنَعُ مِنْ الْجِمَاعِ وَأَيِسَ مِنْ زَوَالِهِ فَهَلْ يَثْبُتُ الْخِيَارُ إلْحَاقًا لِمَرَضِهَا بِالرَّتْقِ أَوْ لَا؟ فِيهِ نَظَرٌ، وَالظَّاهِرُ عَدَمُ الْخِيَارِ بَلْ قَدْ يَفْهَمُهُ كَلَامُهُ الْآتِي فِي الِاسْتِحَاضَةِ حَيْثُ قَالَ وَإِنْ حَكَمَ أَهْلُ الْخِبْرَةِ بِاسْتِحْكَامِهَا 

(Perkataan beliau dalam makna impoten) artinya maka sebab impoten bisa menetapkan adanya khiyar, dan apabila sakit yang diderita dapat mencegah jimak dan tidak bisa dihilangkan apakah hal ini bisa menetapkan khiyar menyamakan sakitnya tersebut dengan Rotak (tersumbatnya anggota jimak sebab daging) atau tidak? Ini perlu dipikirkan, adapun secara dzohir yaitu tidak adanya khiyar bahkan perkataan beliau perlu difahami sebagaimana yang akan datang dalam bab istihadloh sekiranya dikatakan dan apabila Ahli peneliti dihukumi sebagaimana hukumnya.


حاشية الجمل على شرح المنهج = فتوحات الوهاب بتوضيح شرح منهج الطلاب، الجزء ٤ الصحفة ٢١٧


وَشُرِطَ) فِي الْفَسْخِ بِعُنَّةٍ وَغَيْرِها مِمَّا مَرَّ (رَفْعٌ لِقَاضٍ) لِأَنَّهُ مُجْتَهِدٌ فِيهِ كَالْفَسْخِ بِالْإِعْسَارِ (وَتَثْبُتُ عُنَّتُهُ) أَيْ الزَّوْجِ (بِإِقْرَارِهِ) عِنْدَ الْقَاضِي أَوْ عِنْدَ شَاهِدَيْنِ وَشَهِدَا بِهِ عِنْدَهُ (وَبِيَمِينٍ رُدَّتْ عَلَيْهَا) لِإِمْكَانِ اطِّلَاعِهَا عَلَيْهَا بِالْقَرَائِنِ وَلَا يُتَصَوَّرُ ثُبُوتُهَا بِالْبَيِّنَةِ لِأَنَّهُ لَا اطِّلَاعَ لِلشُّهُودِ عَلَيْهَا (ثُمَّ) بَعْدَ ثُبُوتِهَا (ضَرَبَ لَهُ قَاضٍ سَنَةً) كَمَا فَعَلَهُ عُمَرُ -رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ-

Artinya: (Dan disyaratkan) didalam fasakh nikah sebab impoten dan selainnya, sebagaimana keterangan yang telah lewat, untuk di (ajukan kepada qodli), karena sesungguhnya qodli ada Mujtahid dalam hal ini sebagaimana fasakh nikah sebab ketidakmampuan suami dalam memberi nafkah. (Kemudian impoten seorang suami bisa ditetapkan di Pengadilan) dengan salah satu dari 2 perkara : Dengan pengakuan dia sendiri di depan qodli atau di depan dua saksi yang kedua nya telah bersaksi dengan adanya impoten didepan qodhi. Dengan sumpah yang dikembalikan kepada istri apabila suami tdk mau iqrar, karena ada kemungkinan dia melihat impoten tersebut, sebab adanya tanda-tanda yang dia ketahui selama berkumpul.
Dan impoten itu tidak bisa di tetapkan di pengadilan dengan persaksian para saksi, karena mereka tidak melihat terhadap impoten tersebut. Kemudian setelah ditetapkannya impoten dipengadilan, maka qodli wajib memberikan untuk suami waktu penantian selama satu tahun, ( yakni untuk membuktikan kebenaran penyakit impotennya ) sebagaimana hal tersebut telah dilakukan oleh sayyidina Umar Radhiyallahu Anhu.



حاشيتا قليوبي وعميرة، الجزء ٣ الصحفة ٣٦٥

ﻭﺗﺜﺒﺖ اﻟﻌﻨﺔ ﺑﺈﻗﺮاﺭﻩ) ﻋﻨﺪ اﻟﺤﺎﻛﻢ (ﺃﻭ ﺑﺒﻴﻨﺔ ﻋﻠﻰ ﺇﻗﺮاﺭﻩ) ﻭﻻ ﻳﺘﺼﻮﺭ ﺛﺒﻮﺗﻬﺎ ﺑﺎﻟﺒﻴﻨﺔ ﻷﻧﻪ ﻻ اﻃﻼﻉ ﻟﻠﺸﻬﻮﺩ ﻋﻠﻴﻬﺎ. (ﻭﻛﺬا) ﺗﺜﺒﺖ (ﺑﻴﻤﻴﻨﻬﺎ ﺑﻌﺪ ﻧﻜﻮﻟﻪ) ﻋﻦ اﻟﻴﻤﻴﻦ اﻟﻤﺴﺒﻮﻕ ﺑﺈﻧﻜﺎﺭﻩ (ﻓﻲ اﻷﺻﺢ) ﻹﻣﻜﺎﻥ اﻃﻼﻋﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﻋﻨﺘﻪ ﺑﺎﻟﻘﺮاﺋﻦ ﻭاﻟﺜﺎﻧﻲ ﻳﻤﻨﻊ ﺫﻟﻚ ﻭﻳﻘﻮﻝ ﻻ ﺗﺤﻠﻒ ﻭﻳﻘﻀﻲ ﺑﻨﻜﻮﻟﻪ (ﻭﺇﺫا ﺛﺒﺘﺖ ﺿﺮﺏ اﻟﻘﺎﺿﻲ ﻟﻪ ﺳﻨﺔ) ﻛﻤﺎ ﻓﻌﻠﻪ ﻋﻤﺮ - ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ - ﺭﻭاﻩ اﻟﺒﻴﻬﻘﻲ

Artinya: Impoten bisa ditetapkan dipengadilan dengan salah satu dari 2 perkara : Pengakuan suami di depan hakim.Dengan adanya 2 saksi atas pengakuan suami. Dan penyakit impoten tidak bisa di tetapkan di pengadilan dengan persaksian 2 saksi atas penyakit impotennya, karena mereka tidak melihat terhadap impoten tersebut. (Begitu juga dalam pendapat yang ashoh) : impoten juga bisa ditetapkan dipengadilan (dengan sumpahnya seorang istri setelah si suami menolak untuk bersumpah) selepas dia juga menolak untuk iqrar, karena ada kemungkinan istri melihat sendiri impoten nya suami sebab tanda-tanda ketika berkumpul. Pemdapat kedua : Istri tidak perlu bersumpah dan qodhi langsung memutuskan impotennya suami, sebab dia menolak bersumpah. Kemudian usai keputusan impoten tersebut : maka qodli wajib memberi masa penantian selama satu tahun kepada suaminya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh sayyidina Umar Radhiyallahu Anhu yang telah diriwayatkan oleh Al-Baihaqi.

ﻗﺎﻝ اﻟﺮاﻓﻌﻲ، ﻭﺗﺎﺑﻌﻪ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻋﻠﻴﻪ، ﻭﻗﺎﻟﻮا ﺗﻌﺬﺭ اﻟﺠﻤﺎﻉ ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻌﺎﺭﺽ ﺣﺮاﺭﺓ، ﻓﺘﺰﻭﻝ ﻓﻲ اﻟﺸﺘﺎء ﺃﻭ ﺑﺮﻭﺩﺓ ﻓﺘﺰﻭﻝ ﻓﻲ اﻟﺼﻴﻒ ﺃﻭ ﻳﺒﻮﺳﺔ ﻓﺘﺰﻭﻝ ﻓﻲ اﻟﺮﺑﻴﻊ، ﺃﻭ ﺭﻃﻮﺑﺔ ﻓﺘﺰﻭﻝ ﻓﻲ اﻟﺨﺮﻳﻒ، ﻓﺈﺫا ﻣﻀﺖ اﻟﺴﻨﺔ ﻭﻻ ﺇﺻﺎﺑﺔ ﻋﻠﻤﻨﺎ ﺃﻧﻪ ﻋﺠﺰ ﺧﻠﻘﻲ ﻭاﺑﺘﺪاء اﻟﺴﻨﺔ ﻣﻦ ﻭﻗﺖ ﺿﺮﺏ اﻟﻘﺎﺿﻲ

Imam Al-Rafi'i berkata (dan pendapat ini telah di ikuti para ulama) dan mereka berkata : Kesulitan untuk jimak yang dialami oleh seorang suami itu terkadang bisa terjadi sebab baru datangnya musim panas, kemudian hal tersebut bisa hilang di musim dingin. Atau ketika datang musim dingin, kemudian hilang di musim panas. Atau datang di musim kering kemudian hilang di musim semi, atau datang di musim semi, kemudian hilang di musim gugur. Maka apabila sudah lewat satu tahun dan ia belum mampu menjimaknya, berarti kita baru yakin bahwa sesungguhnya impoten dia adalah alami atau asli. Adapun permulaan masa satu tahun tersebut dimulai dari waktu penetapan dari qodli.


الفقه المنهجي، الجزء ٤ الصحفة ١١٤

ﺿﺮﺏ اﻷﺟﻞ ﻓﻲ اﻟﻌﻨﺔ ؛ ﻭﺇﺫا ﺛﺒﺖ ﻋﻨﺪ اﻟﻘﺎﺿﻲ اﻟﻌﻨﺔ ﻓﻲ اﻟﺰﻭﺝ، ﺿﺮﺏ ﻟﻪ اﻟﻘﺎﺿﻲ ﺳﻨﺔ ﻗﻤﺮﻳﺔ، ﻻﺣﺘﻤﺎﻝ ﺯﻭاﻝ اﻟﻌﻨﺔ ﺑﺎﺧﺘﻼﻑ اﻟﻔﺼﻮﻝ، ﻓﺈﺫا ﺯاﻝ ﻋﻴﺒﻪ ﻓﺬاﻙ، ﻭﺇﻻ ﻓﺴﺦ اﻟﻨﻜﺎﺡ٠


Artinya: Penetapan masa penantian dalam masalah impoten : Apabila suami telah ditetapkan impoten didepan qodli, maka qodli wajib memberi masa (penantian) kepadanya selama satu tahun Qomariyah, karena ada kemungkinan hilangnya impoten tsrsebut setelah lewatnya 4 musim yang berbeda. Maka apabila aibnya (impoten) hilang maka jelas perkaranya. Tetapi apabila tidak sembuh, maka istri boleh fasakh nikah.


الفقه المنهجي، الجزء ٤ الصحفة ١١٥

ﻛﻴﻒ ﺗﺜﺒﺖ اﻟﻌﻨﺔ ؟ ﺳﺎﺋﺮ اﻟﻌﻴﻮﺏ ﺗﺜﺒﺖ ﺑﺎﻹﻗﺮاﺭ، ﺃﻭ ﺇﺧﺒﺎﺭ اﻟﻄﺒﻴﺐ، ﺃﻣﺎ اﻟﻌﻨﺔ، ﻓﻼ ﺗﺜﺒﺖ ﺇﻻ ﺑﺈﻗﺮاﺭ اﻟﺰﻭﺝ ﻋﻨﺪ اﻟﺤﺎﻛﻢ. ﺃﻭ ﻳﻤﻴﻦ اﻟﺰﻭﺟﺔ ﻋﻨﺪ ﻧﻜﻮﻝ اﻟﺰﻭﺝ ﻋﻦ اﻟﻴﻤﻴﻦ، ﺇﺫا ﻃﻠﺐ ﻣﻨﻪ اﻟﻘﺎﺿﻲ ﺃﻥ ﻳﺤﻠﻒ ﻋﻠﻰ ﻋﺪﻡ اﻟﻌﻨﺔ


Artinya: Bagaimana cara menetapkan impoten? Semua aib nikah itu bisa ditetapkan dipengadilan dengan cara iqrar (pengakuan) dari suami atau adanya pemberitahuan dari dokter, kecuali impoten. Adapun impoten maka tidak bisa ditetapkan kecuali dengan pengakuan suami di depan hakim, atau dengan sumpah nya seorang istri ketika suami menolak untuk bersumpah jika qodli menuntut dari nya untuk bersumpah atas tidak adanya impoten.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Faishol Umar Rozi
Alamat : Proppo Pamekasan Madura
__________________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASEHAT :

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung Jember Jawa Timur)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Perumus : Ust. Arif Mustaqim (Sumbergempol Tulungagung Jawa Timur), KH. Abdurrohim (Maospati Magetan Jawa Timur)
Muharrir : Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari Jember Jawa Timur)
Editor : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Terjemah Ibarot : KH. Abdurrohim (Maospati Magetan Jawa Timur), Gus Robbit Subhan (Balung Jember Jawa Timur), Ust. Ibrahim Al-Farisi (Tambelangan Sampang Madura) 
________________________________________

KETERANGAN:

1) Pengurus, adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum

2) Tim Ahli, adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada kordinator soal dengan via japri. Ya'ni tidak diperkenankan nge-share soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak bereferensi, namun tetap keputusan berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang memposting iklan / video / kalam-kalam hikmah / gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan. Sebab, akan mengganggu akan berjalannya tanya jawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?