Hukum Suami Bersikukuh tidak Mau Mentalak, Sedangkan Istrinya Sudah Tidak Tahan Lagi Hidup Bersamanya Karena Abnormalnya Kelamin Suami ?


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 

(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Badrun (nama samaran) sudah berkeluarga selama 7 tahun dan telah dikaruniai 2 orang anak laki-laki. Suatu hari terdapat insident yang menimpa Badrun sehingga menyebabkan gangguan psikologis baginya yang berdampak buruk pada nafsu seksualnya. Insiden yang menimpa Badrun menyebabkan nafsu tersebut tidak normal sehingga untuk melakukan hubungan seksual melalui lobang depan istrinya tersebut tidak bisa ereksi. Sebagai gantinya, rudal si Badrun hanya bisa bangun ketika dicelupkan (dimasukkan) melalui lobang belakang (dubur) istrinya.

Hal inilah tidak disukai oleh istri Badrun, sehingga dia minta talak pada Badrun dan sudah tidak tahan lagi hidup bersamanya. Namun Badrun bersikukuh tidak mau mentalak istrinya.

PERTANYAAN:

Apabila Badrun sebagai suami bersikukuh tidak mau mentalaknya, sedangkan istrinya sudah tidak tahan lagi hidup bersamanya karena abnormalnya rudal si Badrun, bagaimana solusinya ?

JAWABAN:

1. Mengajukan khulu' kepada suami. Yaitu perceraian dengan membayar imbalan kepada suami.

2. Jika dengan cara tersebut suami juga tidak mau, maka bisa mengajukan ke Pengadilan agama untuk menggugat cerai dengan alasan pertikaian yang sudah tidak bisa bisa lagi didamaikan karena ada kelainan seksual pada suami. Jika PA mengabulkan, maka PA akan memakai pendapat ulama Syafii yang kedua yang mengatakan bahwa Hakim bisa menjatuhkan talaq tanpa restu suami.

REFERENSI:

فتح القريب، الصحفة ٢٣٣

ﻭﻳﺮﺩ اﻟﺮﺟﻞ ﺃﻳﻀﺎ ﺃﻱ اﻟﺰﻭﺝ (ﺑﺨﻤﺴﺔ ﻋﻴﻮﺏ: ﺑﺎﻟﺠﻨﻮﻥ، ﻭاﻝﺟﺬاﻡ، ﻭاﻟﺒﺮﺹ) ﻭﺳﺒﻖ ﻣﻌﻨﺎﻫﺎ. (ﻭ) ﺑﻮﺟﻮﺩ (اﻟﺠﺐ)، ﻭﻫﻮ ﻗﻄﻊ اﻟﺬﻛﺮ ﻛﻠﻪ ﺃﻭ ﺑﻌﻀﻪ ﻭاﻟﺒﺎﻗﻲ ﻣﻨﻪ ﺩﻭﻥ اﻟﺤﺸﻔﺔ؛ ﻓﺈﻥ ﺑﻘﻲ ﻗﺪﺭﻫﺎ ﻓﺄﻛﺜﺮ ﻓﻼ ﺧﻴﺎﺭ. (ﻭ) ﺑﻮﺟﻮﺩ (اﻟﻌﻨﺔ) ﺑﻀﻢ اﻟﻌﻴﻦ، ﻭﻫﻮ ﻋﺠﺰ اﻟﺰﻭﺝ ﻋﻦ اﻟﻮﻁء ﻓﻲ اﻟﻘﺒﻞ ﻟﺴﻘﻮﻁ اﻟﻘﻮﺓ اﻟﻨﺎﺷﺮﺓ ﻟﻀﻌﻒ ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻪ ﺃﻭ ﺁﻟﺘﻪ

Artinya : Lelaki bisa dituntut fasakh atau  pembatalan nikah juga maksudnya suami dengan 5 aib. Gila. Penyakit kusta/lepra. Penyakit belang atau sopak. Sebab adanya Jabb yaitu terpotongnya dzakar kemaluan secara menyeluruh atau sebagiannya dan sisa yang tidak terpotong bukan kepala dzakarnya, jika seandainya yang tersisa dari potongan tersebut seukuran kepala dzakar atau lebih dari itu maka tidak ada hak khiyar. Adanya Unnah yaitu lemah syahwat dari pihak suami dalam bersetubuh pada kemaluan istri karena hilangnya kekuatan syahwat yang bangkit dikarenakan ada kelemahan hati dan alatnya.


عبد الله الطيار، الفقه الميسر، الجزء ٥ الصحفة ٧٩

حالات الخلع؛ يختلف حكم الخلع تبعًا لاختلاف الحالات السائدة في العلاقة الزوجية وقت طلبه فتارة يكون جائزًا، وتارة أخرى يكون غير جائز، وفيما يلي توضيح ذلك؛ حالة الجواز؛ يباح للمرأة أن تطلب الخلع من زوجها في حالة ما إذا كرهت البقاء معه لسبب ما كشقاق بينهما أو لبغضها إياه أو سوء معاشرته وخافت ألا تؤدي حقه ولا تقيم حدود الله في طاعته، ويسن للزوج إجابتها في هذه الحال؛ لقوله تعالى ؛{فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ}


Artinya: Keadaan-keadaan khulu': hukum khulu' berbeda-beda mengikuti perbedaan beberapa keadaan yang mengatur dalam hubungan istri diwaktu memintanya maka terkadang hukum khulu' itu boleh dan terkadang tidak boleh, dan dalam sesuatu yang mengiringi penjelasan tersebut: Keadaan khulu' yang diperbolehkan; bagi seorang wanita diperbolehkan meminta khulu' dari suaminya dalam keadaan seorang istri tidak senang apabila tetap bersamanya disebabkan oleh sesuatu seperti retaknya hubungan diantara keduanya atau karena bencinya seorang istri kepada suaminya atau jeleknya bergaulnya seorang suami dan seorang istri takut tidak bisa mengerjakan hak-hak suaminya dan tidak bisa menunaikan hukum- hukum Allah dalam mentaatinya, dan dalam keadaan ini disunnahkan bagi seorang suami untuk mengabulkan nya karena ada firman Allah SWT ( jika kamu khawatir bahwa keduanya tidak bisa menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.


البيان في مذهب الإمام الشافعي، الجزء ٩ الصحفة ٢٩٧

ﺃﻥ ﺃﺣﺪ اﻟﺰﻭﺟﻴﻦ ﺇﺫا ﻋﻠﻢ ﺑﺎﻵﺧﺮ ﻋﻴﺒﺎ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺮﻓﻊ ﺫﻟﻚ ﺇﻟﻰ اﻟﺤﺎﻛﻢ، ﻓﻴﺴﺘﺪﻋﻲ اﻟﺤﺎﻛﻢ اﻵﺧﺮ ﻭﻳﺴﺄﻟﻪ ، ﻓﺈﻥ ﺃﻗﺮ ﺑﻪ ﺃﻭ ﻛﺎﻥ ﻇﺎﻫﺮا.. ﻓﺴﺦ اﻟﻨﻜﺎﺡ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ، ﻭﺇﻥ ﺃﻧﻜﺮ ﺃﻭ ﻛﺎﻥ ﺧﻔﻴﺎ.. ﻓﻌﻠﻲ اﻟﻤﺪﻋﻲ ﺃﻥ ﻳﻘﻴﻢ اﻟﺒﻴﻨﺔ، ﻓﺈﺫا ﺃﻗﺎﻡ اﻟﺒﻴﻨﺔ.. ﻓﺴﺦ اﻟﻨﻜﺎﺡ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ، ﻭﻻ ﻳﺜﺒﺖ ﻫﺬا اﻟﻔﺴﺦ ﺇﻻ ﺑﺎﻟﺤﺎﻛﻢ؛ ﻷﻧﻪ ﻣﺨﺘﻠﻒ ﻓﻴﻪ ﻓﻠﻢ ﻳﺜﺒﺖ ﺇﻻ ﺑﺎﻟﺤﺎﻛﻢ، ﻛﻔﺴﺦ اﻟﻨﻜﺎﺡ ﻟﻹﻋﺴﺎﺭ ﺑﺎﻟﻨﻔﻘﺔ ﻭاﻟﻤﻬﺮ

Artinya : Sesungguhnya salah satu dari pasutri jika mengetahui pasangannya memiliki aib maka boleh baginya untuk melaporkan aib itu kepada hakim dan hakim akan memanggil dan menanyakan pasangannya jika pasangannya itu mengakui laporan tersebut atau aibnya tampak maka hakim akan memfasakh nikah antara kedua pasutri. Jika pasangannya ingkar atau aibnya masih samar maka bagi penuduh diminta memberikan bukti (atas tuduhannya) jika bukti itu diterima (di persidangan) maka hakim memfasakh nikah antara kedua mempelai.Dan tidak akan ditetapkan fasakh nikah kecuali dari keputusan hakim. Karena dalam hal ini ada khilafiyah (perbedaan pendapat di dalamnya) sehingga keputusan tidak bisa ditetapkan kecuali dengan keputusan hakim seperti fasakh nikah sebab ketidakmampuan suami memberi nafkah dan mahar.


الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ٢٩ الصحفة ٥٤-٥٥

فَقَدْ شُرِعَ بَعْثُ حَكَمَيْنِ مِنْ أَهْلِهِمَا لِلْعَمَل عَلَى الإِْصْلاَحِ بَيْنَهُمَا وَإِزَالَةِ أَسْبَابِ النِّزَاعِ وَالشِّقَاقِ، بِالْوَعْظِ وَمَا إِلَيْهِ، قَال تَعَالَى؛ {وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلاَحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا} (1) وَمُهِمَّةُ الْحَكَمَيْنِ هُنَا الإِْصْلاَحُ بَيْنَ الزَّوْجَيْنِ بِحِكْمَةٍ وَرَوِيَّةٍ. وَقَدِ اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي مُهِمَّةِ الْحَكَمَيْنِ، وَفِي شُرُوطِهِمَا، وَذَلِكَ عَلَى الْوَجْهِ التَّالِي: الى ان قال ٠ وَذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ إِنِ اشْتَدَّ الشِّقَاقُ بَيْنَ الزَّوْجَيْنِ بَعَثَ الْقَاضِي حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا، وَهُمَا وَكِيلاَنِ لَهُمَا فِي الأَْظْهَرِ، وَفِي قَوْلٍ: هُمَا حَاكِمَانِ مُوَلَّيَانِ مِنَ الْحَاكِمِ، فَعَلَى الأَْوَّل: يُشْتَرَطُ رِضَاهُمَا بِبَعْثِ الْحَكَمَيْنِ، فَيُوَكِّل الزَّوْجُ حَكَمَهُ بِطَلاَقٍ وَقَبُول عِوَضِ خُلْعٍ، وَتُوَكِّل الزَّوْجَةُ حَكَمَهَا بِبَذْل عِوَضٍ وَقَبُول طَلاَقٍ، وَيُفَرِّقُ الْحَكَمَانِ بَيْنَهُمَا إِنْ رَأَيَاهُ صَوَابًا، وَإِنِ اخْتَلَفَ رَأْيُهُمَا بَعَثَ الْقَاضِي اثْنَيْنِ غَيْرَهُمَا، حَتَّى يَجْتَمِعَا عَلَى شَيْءٍ، وَعَلَى الْقَوْل الثَّانِي: لاَ يُشْتَرَطُ رِضَا الزَّوْجَيْنِ بِبَعْثِهِمَا وَيُحَكَّمَانِ، بِمَا يَرَيَانِهِ مَصْلَحَةً مِنَ الْجَمْعِ أَوِ التَّفْرِيقِ٠


Artinya : Sungguh telah disyariatkan untuk mengutus seorang hakam (pendamai) dari keluarga kedua belah pihak (suami-istri) untuk memperbaiki hubungan keduanya dan menghilangkan penyebab permusuhan dan perpecahan dengan memberi nasehat dan sebagainya. Allah SWT berfirman ; "Dan jika kamu khawatirkan ada perpecahan di antara keduanya, maka utuslah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada keduanya (suami-isteri itu). Dan tugas penting kedua hakam yang diutus adalah mendamaikan kedua suami isteri dengan bijak dan penuh pertimbangan. Para pakar fiqih berbeda pendapat mengenai tugas kedua hakam yang diutus dan dalam syarat syarat keduanya sebagai berikut, sampai pada ucapan. Ulama' Syafi'iyah berpendapat bahwa jika perpecahan antara suami isteri sudah parah maka hakim mengirim seorang hakam dari pihak keluarga suami dan seorang hakam dari pihak keluarga isteri, yang keduanya menjadi wakil dari kedua suami isteri menurut pendapat Imam Syafii yang lebih kuat. Dan menurut pendapat beliau yang lain : kedua hakam tersebut adalah hakim yang diberi wewenang dari hakim ketua Yang asli). Maka menurut pendapat pertama (qoul adzhar) disyaratkan harus ada ridlo dari kedua suami isteri dengan dikirimnya dua hakam. Sehingga pihak suami mewakilkan kepada hakamnya dalam urusan pentalakan dan penerimaan iwadl (imbalan) khulu'. Sedangkan pihak isteri mewakilkan kepada hakamnya dalam urusan penyerahan iwadl dan penerimaan talak. Dan kedua hakam memisahkan kedua suami isteri jika kedua hakam menganggap keputusan sudah tepat. Dan jika kedua hakam berbeda pendapat, maka hakim mengirim dua hakam lagi selain keduanya (yakni kedua hakam yang pertama yang telah diutus oleh hakim) sehingga menemukan keputusan yang disepakati. Dan menurut pendapat kedua (qoul Imam Syafii yang marjuh) tidak disyaratkan adanya ridlo dari kedua suami isteri dalam pengiriman hakam. Sehingga kedua hakam boleh memutuskan berdasarkan analisa yang paling maslahat untuk kedua (suami istri), baik dalam menyatukan atau memisahkan kedua suami-isteri.


تفسير البغوي - إحياء التراث، الجزؤ ١ الصحفة ٦١٤

 أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْخَطِيبُ أَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنِ أَحْمَدَ الْخَلَّالِ أَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ الْأَصَمُّ أَنَا الرَّبِيعُ أَنَا الشَّافِعِيُّ أَنَا الثَّقَفِيُّ عَنْ أَيُّوبَ عَنِ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ عُبَيْدَةَ أَنَّهُ قَالَ فِي هَذِهِ الْآيَةِ وَإِنْ خِفْتُمْ شِقاقَ بَيْنِهِما فَابْعَثُوا حَكَماً مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَماً مِنْ أَهْلِها


Artinya: Telah meriwayatkan kepada kami Syekh Abdul Wahhab bin Muhammad Al-Khatib, beliau berkata : telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Ahmad Al-Kholal, beliau berkata : telah meriwayatkan kepada kami Abu Al-Abbas Al-Ashom, beliau berkata : telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi', beliau berkata : telah menceritakan kepada kami Imam Syafi'i,  beliau berkata : telah menceritakan kepada kami As-Tsaqofi beliau meriwayatkan dari Ayyub dari Ibnu Sirin dari Ubaidah bahwa sesungguhnya beliau berkata dalam ayat ini yaitu firman Alloh swt : "Dan jika kalian khawatir akan pertengkaran diantara keduanya (suami istri), maka utuslah dua orang hakam (pendamai) dari pihak keluarga suami dan dari pihak keluarga istri".

قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ وَامْرَأَةٌ إِلَى عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَمَعَ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا فِئَامٌ [١] مِنَ النَّاسِ، فَأَمَرَهُمْ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَبَعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهِلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا ثُمَّ قَالَ لِلْحَكَمَيْنِ؛ تدريان ما عليهما؟ [عَلَيْكُمَا] [٢] إِنْ رَأَيْتُمَا أَنْ تَجْمَعَا جَمَعْتُمَا وَإِنْ رَأَيْتُمَا أَنْ تُفَرِّقَا فَرَّقْتُمَا، قَالَتِ الْمَرْأَةُ رَضِيتُ بِكِتَابِ اللَّهِ بِمَا عَلَيَّ فِيهِ وَلِي، فَقَالَ الرَّجُلُ: أَمَّا الْفُرْقَةُ فَلَا، فَقَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: كَذَبْتَ وَاللَّهِ حَتَّى تُقِرَّ بِمِثْلِ الَّذِي أَقَرَّتْ بِهِ٠

Beliau berkata: Ada seorang laki-laki dan perempuan telah datang kepada Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu, dan setiap salah satu dari keduanya bersama dengan sekelompok manusia. Kemudian Ali Radhiyallahu memerintahkan kepada mereka untuk mengutus seorang pendamai dari keluarga suami dan pendamai dari keluarga istri. Kemudian beliau berkata kepada kedua hakam tersebut : Lihatlah apa yang terjadi pada keduanya. Apabila kalian berdua melihat kebaikan keduanya dalam mempertahankan rumah tangganya, maka lanjutkan pernikahannya. Dan jika melihat kebaikan keduanya di dalam berpisah, maka ceraikanlah keduanya. Maka si wanita tersebut berkata : Saya ridlo dengan aturan yang ada di kitabulloh (al quran) baik itu merugikan aku ataupun menguntungkanku. Adapun si suami maka dia berkata : Apabila dipisah maka saya tidak mau. Maka Sayyidina Ali Radhiyallahu berkata : Engkau telah berdusta demi Allah, sampai engkau ikrar (mengakui) dengan apa yang yang diikrar oleh istrimu.

وَاخْتَلَفَ الْقَوْلُ فِي جَوَازِ بَعْثِ الْحَكَمَيْنِ مِنْ غَيْرِ رِضَا الزَّوْجَيْنِ وَأَصَحُّ الْقَوْلَيْنِ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ إِلَّا بِرِضَاهُمَا، وَلَيْسَ لِحَكَمِ الزَّوْجِ أَنْ يُطَلِّقَ إلا بإذنه، ولا لحكم المرأة أن يخلع على ما لها إِلَّا بِإِذْنِهَا، وَهُوَ قَوْلُ أَصْحَابِ الرَّأْيِ لِأَنَّ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، حِينَ قَالَ الرَّجُلُ: أَمَّا الْفُرْقَةُ فَلَا، قَالَ: كَذَّبْتَ حَتَّى تُقِرَّ بِمِثْلِ الَّذِي أَقَرَّتْ بِهِ. فَثَبَتَ أَنَّ تَنْفِيذَ الْأَمْرِ مَوْقُوفٌ عَلَى إِقْرَارِهِ وَرِضَاهُ [٣] 

Ulama' berbeda pendapat tentang kebolehan mengutus kedua hakam (pendamai) tanpa adanya ridlo dari suami istri. Adapun pendapat yang kuat dari dua pendapat tersebut adalah : tidak boleh mengutus kedua hakam tersebut kecuali tanpa restu dari keduanya (suami Istri). Sehingga bagi hakam dari pihak suami tidak boleh mentalak kecuali ada izin darinya, dan juga tidak boleh bagi hakam dari pihak istri untuk mengkhulu' kecuali ada izin darinya. Dan ini adalah pendapat kalangan ulama yang mengedepankan logika dalam berijtihad, karena sayyidina Ali Radhiyallahu anhu ketika pihak laki-laki berkata : apabila berpisah maka saya tidak mau, beliau berkata engkau telah berdusta demi Allah, sampai engkau mengakui dengan apa yang yang diakui oleh istrimu. Maka bisa disimpulkan bahwasannya selesainya urusan tersebut ditanggungan pada pengakuan suami dan ridlonya.

وَالْقَوْلُ الثَّانِي: يَجُوزُ بَعْثُ الْحَكَمَيْنِ دُونَ رِضَاهُمَا، فيجوز لِحَكَمِ الزَّوْجِ أَنْ يُطَلِّقَ دُونَ رضاه ولحكم المرأة أن يختلع دُونَ رِضَاهَا، إِذَا رَأَيَا الصَّلَاحَ [فيه] [٤] كَالْحَاكِمِ يَحْكُمُ بَيْنَ الْخَصْمَيْنِ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ عَلَى وَفْقِ مُرَادِهِمَا

Adapun pendapat yang kedua menyatakan : boleh mengutus kedua hakam tersebut dengan tanpa ridho dari keduanya. Sehingga boleh bagi hakam dari pihak suami untuk mentalak si istri dengan tanpa ridho suami, dan juga boleh bagi hakam dari pihak istri untuk mengkhulu' tanpa ridlonya apabila keduanya melihat ada maslahat di dalamnya. Hal ini sebagimana hakim yang memutuskan perkara diantara dua orang yang sedang bermusuhan, walaupun tidak sesuai dengan kehendak dari keduanya.


فتح الرحمن بشرح زبد ابن رسلان، الصفحة ٧٥٩

وعنته؛ أي: عجزه عن الوطء؛ لعدم انتشار آلته وإن حصل ذلك بمرض يدوم كما قاله الجويني وغيره، ولو عن امرأة دون أخرى، أو عن المأتي دون غيره إن كان قبل وطء منه في قبلها في ذلك النكاح؛ بخلاف عنته بعد ذلك؛ لأنها عرفت قدرته ووصلت إلى حقها منه، والعجز بعده لعارض قد يزول

Artinya : "Dan impotensinya suami" ketidak mampuan suami melakukan penetrasi karena penis tidak bisa ereksi meski disebabkan oleh penyakit yang permanen seperti yang disampaikan oleh Syekh Al Juwaini dll. Meski hanya terjadi saat berhadapan dengan sebagian wanita saja atau tidak mampu hanya dalam penetrasi vagina saja. Ini memunculkan hak khiyar jika terjadi sebelum pernah melakukan wathi di vagina istri dalam pernikahan tersebut. Berbeda jika impotensi terjadi setelah pernah melakukan wathi dalam pernikahan. Karena sudah terbukti kemampuan memberikan hak istri. Adapun ketidak mampuan setelahnya disebabkan penyebab baru yang terkadang bisa hilang.


حاشيتا قليوبي وعميرة، الجزء ٣ الصحفة ٣٦٥


ﻭﺗﺜﺒﺖ اﻟﻌﻨﺔ ﺑﺈﻗﺮاﺭﻩ ﻋﻨﺪ اﻟﺤﺎﻛﻢ (ﺃﻭ ﺑﺒﻴﻨﺔ ﻋﻠﻰ ﺇﻗﺮاﺭﻩ) ﻭﻻ ﻳﺘﺼﻮﺭ ﺛﺒﻮﺗﻬﺎ ﺑﺎﻟﺒﻴﻨﺔ ﻷﻧﻪ ﻻ اﻃﻼﻉ ﻟﻠﺸﻬﻮﺩ ﻋﻠﻴﻬﺎ. (ﻭﻛﺬا) ﺗﺜﺒﺖ (ﺑﻴﻤﻴﻨﻬﺎ ﺑﻌﺪ ﻧﻜﻮﻟﻪ) ﻋﻦ اﻟﻴﻤﻴﻦ اﻟﻤﺴﺒﻮﻕ ﺑﺈﻧﻜﺎﺭﻩ (ﻓﻲ اﻷﺻﺢ) ﻹﻣﻜﺎﻥ اﻃﻼﻋﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﻋﻨﺘﻪ ﺑﺎﻟﻘﺮاﺋﻦ ﻭاﻟﺜﺎﻧﻲ ﻳﻤﻨﻊ ﺫﻟﻚ ﻭﻳﻘﻮﻝ ﻻ ﺗﺤﻠﻒ ﻭﻳﻘﻀﻲ ﺑﻨﻜﻮﻟﻪ (ﻭﺇﺫا ﺛﺒﺘﺖ ﺿﺮﺏ اﻟﻘﺎﺿﻲ ﻟﻪ ﺳﻨﺔ) ﻛﻤﺎ ﻓﻌﻠﻪ ﻋﻤﺮ - ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ - ﺭﻭاﻩ اﻟﺒﻴﻬﻘﻲ. ﻗﺎﻝ اﻟﺮاﻓﻌﻲ، ﻭﺗﺎﺑﻌﻪ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻋﻠﻴﻪ، ﻭﻗﺎﻟﻮا ﺗﻌﺬﺭ اﻟﺠﻤﺎﻉ ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻌﺎﺭﺽ ﺣﺮاﺭﺓ، ﻓﺘﺰﻭﻝ ﻓﻲ اﻟﺸﺘﺎء ﺃﻭ ﺑﺮﻭﺩﺓ ﻓﺘﺰﻭﻝ ﻓﻲ اﻟﺼﻴﻒ ﺃﻭ ﻳﺒﻮﺳﺔ ﻓﺘﺰﻭﻝ ﻓﻲ اﻟﺮﺑﻴﻊ، ﺃﻭ ﺭﻃﻮﺑﺔ ﻓﺘﺰﻭﻝ ﻓﻲ اﻟﺨﺮﻳﻒ، ﻓﺈﺫا ﻣﻀﺖ اﻟﺴﻨﺔ ﻭﻻ ﺇﺻﺎﺑﺔ ﻋﻠﻤﻨﺎ ﺃﻧﻪ ﻋﺠﺰ ﺧﻠﻘﻲ ﻭاﺑﺘﺪاء اﻟﺴﻨﺔ ﻣﻦ ﻭﻗﺖ ﺿﺮﺏ اﻟﻘﺎﺿﻲ

Artinya: Impoten bisa ditetapkan dipengadilan dengan salah satu dari 2 perkara : Pengakuan suami di depan hakim. Dengan adanya 2 saksi atas pengakuan suami. Dan penyakit impoten tidak bisa di tetapkan di pengadilan dengan persaksian 2 saksi atas penyakit impotennya, karena mereka tidak melihat terhadap impoten tersebut. (Begitu juga dalam pendapat yang ashoh) : impoten juga bisa ditetapkan dipengadilan (dengan sumpahnya seorang istri setelah si suami menolak untuk bersumpah) selepas dia juga menolak untuk iqrar, karena ada kemungkinan istri melihat sendiri impotennya suami sebab tanda-tanda ketika berkumpul. Pemdapat kedua : Istri tidak perlu bersumpah dan qodhi langsung memutuskan impotennya suami, sebab dia menolak bersumpah. Kemudian usai keputusan impoten tersebut : maka qodli wajib memberi masa penantian selama satu tahun kepada suaminya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh sayyidina Umar Radhiyallahu Anhu yang telah diriwayatkan oleh Al-Baihaqi. Imam Al-Rafi'i berkata (dan pendapat ini telah di ikuti para ulama) dan mereka berkata : Kesulitan untuk jimak yang dialami oleh seorang suami itu terkadang bisa terjadi sebab baru datangnya musim panas, kemudian hal tersebut bisa hilang di musim dingin. Atau ketika datang musim dingin, kemudian hilang di musim panas. Atau datang di musim kering kemudian hilang di musim semi, atau datang di musim semi, kemudian hilang di musim gugur. Maka apabila sudah lewat satu tahun dan ia belum mampu menjimaknya, berarti kita baru yakin bahwa sesungguhnya impoten dia adalah alami atau asli. Adapun permulaan masa satu tahun tersebut dimulai dari waktu penetapan dari qodli.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA:

Nama : Faishol Umar Rozi

Alamat : Proppo Pamekasan Madura

__________________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)


PENASEHAT :

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep Madura)

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)

Gus Abdul Qodir (Balung Jember Jawa Timur)


PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)

Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)

Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)

Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)


TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Umbul Sari Jember Jawa Timur)

Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)

Moderator : Ust. Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)

Perumus : Ust. Arif Mustaqim (Sumbergempol Tulungagung Jawa Timur), KH. Abdurrohim (Maospati Magetan Jawa Timur)

Muharrir : Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari Jember Jawa Timur)

Editor : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)

Terjemah Ibarot : KH. Abdurrohim (Maospati Magetan Jawa Timur), Gus Robbit Subhan (Balung Jember Jawa Timur), Ust. Ibrahim Al-Farisi (Tambelangan Sampang Madura), Ustadzah Lusy Windari (Jatilawang Banyumas Jawa Tengah)

________________________________________

KETERANGAN:

1) Pengurus, adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum

2) Tim Ahli, adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada kordinator soal dengan via japri. Ya'ni tidak diperkenankan nge-share soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak bereferensi, namun tetap keputusan berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang memposting iklan / video / kalam-kalam hikmah / gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan. Sebab, akan mengganggu akan berjalannya tanya jawab.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?