Apakah Orang Yang Mengajak Wajib Menanggung Ganti Rugi Apabila Yang Diajak Mengalami Kecelakaan ?

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

DESKRIPSI

Bilal adalah santri salah satu pondok pesantren salaf di daerah Magelang. Sejak dulu ia dikenal sebagai santri yang tekun, tapi juga punya jiwa petualang. Menurutnya, berada di ketinggian membuat hati lebih mudah ingat ALLAH. Ia sering mengajak teman"nya bahkan beberapa adik kelasnya untuk ikut mendaki bersama saat libur. 

Saat musim liburan, Bilal merencanakan pendakian ke Gunung Slamet. Ia mengajak tiga temannya. Semua berjalan lancar sampai malam kedua, ketika cuaca tiba" berubah drastis. Hujan lebat turun,kabut tebal menutupi jalur, dan suhu anjlok. Salah satu temannya, Iqbal, mengalami hipotermia berat. Tubuhnya menggigil hebat, dan mereka tidak bisa segera turun karna kondisi sangat berbahaya. 

Selama beberapa jam mereka berjuang menyelamatkan Iqbal, sambil menunggu bantuan dari pendaki lain. ALHAMDULILLAH, nyawanya selamat. Tapi kejadian itu membuat semuanya syok. Keluarga Iqbal menyesalkan keputusan pendakian tersebut. Beberapa orang mulai menyalahkan Bilal karna di anggap terlalu memaksakan kegiatan yang beresiko besar tanpa keperluan penting. Sejak saat itu, Bilal jarang mendaki lagi. Ia lebih sering menyendiri, merenungi apakah selama ini hobi yang ia banggakan benar-benar sejalan dengan nilai-nilai islam, atau justru menjerumuskannya dalam kelalaian.

PERTANYAAN :

Apakah orang yang mengajak temannya naik gunung wajib menanggung ganti rugi kalau temannya celaka ?

 JAWABAN :

Tidak wajib mengganti rugi, karena ajakan mendaki gunung tidak termasuk akad dhoman (transaksi ganti rugi), namun apabila orang yang mengajak mendaki gunung terlibat langsung atas terjadinya kecelakaan tersebut, seperti mendorong dll, maka wajib mengganti rugi.

REFERENSI :

الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، الجزء ٤ الصحفة ٦٩١٩ — وهبة الزحيلي (ت ١٤٣٦)

ثم إن مجرد توافق الإرادتين بدون واسطة للتعبير عنهما من كلام أو إشارة أو فعل لا يدل على وجود العقد، وتظل الإرادة حينئذ أمراً خفياً غير معروف. وبذلك يشمل التعريف القانوني الوعد بالعقد مع أنه ليس بعقد

Artinya : Kemudian, sekadar kesesuaian dua kehendak tanpa adanya perantara untuk mengungkapkannya — baik berupa ucapan, isyarat, atau perbuatan — tidak menunjukkan adanya akad. Dalam hal ini, kehendak tetap merupakan sesuatu yang tersembunyi dan tidak diketahui. Oleh karena itu, definisi hukum mencakup janji untuk berakad, padahal ia bukanlah suatu akad.


البيان في مذهب الإمام الشافعي ١١/‏٤٧٧ — العمراني (ت ٥٥٨)

إذا وقع رجل في بئر أو زبية، فوقع عليه آخر، فمات الأول.. وجب ضمان الأول على الثاني؛ لما روي: (أن بصيرًا كان يقود أعمى، فوقعا في بئر، ووقع الأعمى فوق البصير، فقضى عمر وأرضاه بعقل البصير على الأعمى)؛ لأنه انفرد بالوقوع عليه، ثم ينظر فيه؛  فإن كان الثاني رمى بنفسه عليه عمدًا، وكان وقوعه عليه يقتله في الغالب وجب على الثاني القود، وإن رمى بنفسه عليه، وكان وقوعه عليه لا يقتله غالبًا٠ وجبت فيه دية مغلظة على عاقلة الثاني٠ وإن وقع عليه مخطئًا وجبت على عاقلته دية مخففة، وتهدر دية الثاني بكل حال؛ لأنه لم يمت بفعل أحد٠ 

Artinya : Apabila seseorang terjatuh ke dalam sumur atau jebakan, lalu ada orang lain jatuh menimpanya hingga orang yang pertama meninggal dunia, maka wajib atas orang kedua (yang menimpa) untuk membayar diyat kepada orang pertama. 
Hal ini berdasarkan riwayat bahwa ada seorang buta yang dipandu oleh seorang yang dapat melihat, lalu keduanya jatuh ke dalam sumur, dan si buta jatuh menimpa si orang yang bisa melihat, maka Umar (semoga Allah meridhainya) memutuskan bahwa diyat untuk orang yang bisa melihat tersebut ditanggung oleh si buta, karena dialah yang secara khusus jatuh menimpanya.

Kemudian hal ini diperinci:

1) Jika orang kedua sengaja menjatuhkan diri ke atas orang pertama, dan secara umum jatuh yang seperti itu bisa menyebabkan kematian, maka orang kedua dikenai hukuman qishāsh (hukuman mati).
2) Jika ia sengaja menjatuhkan diri, tetapi secara umum jatuh seperti itu tidak menyebabkan kematian, maka atas waris ashobah dari orang kedua di wajibkan bayar diyat berat (mughalazah).
3) Jika ia terjatuh secara tidak sengaja, maka atas ‘āqilah-nya dikenakan diyat ringan (mukhaffafah).

Adapun diyat orang kedua gugur/batal dalam segala keadaan, karena ia tidak mati karena perbuatan siapa pun. 

وإن وقع الأول، ووقع عليه ثان، ووقع فوقهما ثالث، وماتوا قال ابن الصباغ: فقد ذكر الشيخ أبو حامد: أن ضمان الأول على الثاني والثالث؛ لأنه مات بوقوعهما عليه، وضمان الثاني على الثالث؛ لأنه انفرد بالوقوع عليه، ويهدر دم الثالث؛ لأنه لم يمت بفعل أحد٠ وذكر القاضي أبو الطيب ؛ أن الثالث يضمن نصف دية الثاني، ويهدر النصف؛ لأن الثاني تلف بوقوعه على الأول وبوقوع الثالث عليه٠

Jika orang pertama jatuh, lalu orang kedua jatuh menimpanya, kemudian orang ketiga jatuh menimpa keduanya, dan mereka semua meninggal, (maka kasusnya akan diperinci lebih lanjut) : Ibnu al-Ṣabbāgh berkata: Telah disebutkan oleh al-Syaikh Abū Ḥāmid bahwa diyat (tanggungan kematian) orang pertama menjadi tanggungan orang kedua dan ketiga, karena ia mati akibat keduanya jatuh menimpanya. Adapun diyat orang kedua menjadi tanggungan orang ketiga, karena dialah satu-satunya yang jatuh menimpanya. Sedangkan darah (kematian) orang ketiga gugur (tidak ada tanggungan), karena ia tidak mati karena perbuatan siapa pun.

Al-Qāḍī Abū al-Ṭayyib menyebutkan bahwa orang ketiga wajib menanggung setengah dari diyat orang kedua, dan setengahnya gugur. Sebab, kematian orang kedua disebabkan oleh jatuhnya ia ke atas orang pertama dan jatuhnya orang ketiga ke atasnya.


الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، الجزء ٧ الصحفة ٥٦٤٨ — وهبة الزحيلي (ت ١٤٣٦)

ولو دفع إنسان رجلًا على آخر، فعطب الآخر، كان الضمان (الدية) على الدافع؛ لأن المدفوع كالآلة، والقاعدة فيه هي «المدفوع كالآلة في الضمان». ولو عثر شخص بحجر لم يعرف واضعه، فوقع في بئر، يكون حافر البئر ضامنًا الدية، لتعذر معرفة المباشر، ولأن صاحب البئر متسبب. ومن حفر بئرًا في داره، وغطاها، أوربط كلبًا قرب باب الدار، ثم أذن لرجل بالدخول، فوقع في البئر ومات، أو عقره الكلب، فمات وجب عليه الضمان (الدية عند الحنفية، وفي الأصح عند الشافعية) (١). والخلاصة: أن المتسبب هو الضامن إذا تغلب السبب على المباشر٠

Artinya : Apabila ada seseorang mendorong orang lain ke arah orang ketiga, lalu orang ketiga itu mati, maka tanggung jawab bayar diyat (100 ekor onta) dibebankan kepada orang yang mendorong, karena orang yang didorong itu dianggap seperti alat (sebagai perantara saja). Kaidah dalam hal ini adalah: 'Orang yang didorong itu seperti alat dalam hal tanggung jawab mengganti.'

Jika seseorang tersandung batu yang tidak diketahui siapa yang meletakkannya, lalu ia jatuh ke dalam sumur, maka orang yang menggali sumur wajib menanggung diyatnya, karena tidak diketahui siapa pelaku langsungnya (mubāsyir), dan pemilik sumur dianggap sebagai penyebab (kematiannya).

Barang siapa menggali sumur di rumahnya lalu menutupinya, atau mengikat anjing di dekat pintu rumahnya, lalu mengizinkan seseorang masuk, kemudian orang itu jatuh ke dalam sumur dan mati, atau diserang oleh anjing hingga mati, maka ia wajib menanggung diyat nya (menurut mazhab Ḥanafī, dan menurut pendapat yang lebih kuat dalam mazhab Shāfi‘ī).

Kesimpulannya: Orang yang menjadi sebab (kematian) orang lain adalah pihak yang wajib menanggung diyat, jika sebab (tidak langsung) lebih dominan di banding pelaku langsung.

ثالثًا - تضمين المتسبب والمباشر معًا: يضمن المتسبب مع المباشر إذا كان للسبب تأثير يعمل بانفراده في الإتلاف متى انفرد عن المباشرة، أي إذا تعادلت قوة التسبب والمباشرة، أو اعتدل السبب والمباشر بأن تساوى أثرهما في الفعل، كان المتسبب والمباشر مسؤولين معًا عن القتل، كأن اجتمع على قيادة دابة سائق وراكب عليها، فما أحدثته من تلف، كان الضمان عليهما؛ لأن سوق الدابة وحده يؤدي إلى التلف، وإن لم يكن هناك شخص راكب عليها. وكذلك إذا نخس رجل الدابة بأمر راكبها، يكون الضمان على الاثنين؛ لأن الناخس بمنزلة السائق٠ 

Ketiga – Membebankan kewajiban membayar diyat atas penyebab kematian (mutasabbib) dan pelaku langsung (mubāsyir) secara bersamaan :

Penyebab wajib ikut menanggung kewajiban membayar diyat bersama pelaku langsung apabila sebab tersebut memiliki pengaruh yang mampu menimbulkan kerusakan/kematian secara independen (sendiri), jika terjadi tanpa adanya perbuatan langsung. Artinya, jika seimbang antara kekuatan sebab dan kekuatan perbuatan langsung, atau keduanya memiliki pengaruh yang sama dalam terjadinya tindakan (kerusakan atau kematian), maka penyebab dan pelaku langsung wajib bersama-sama untuk bertanggung jawab atas kematian yang terjadi.

Contohnya:

Jika ada dua orang yang bersama-sama mengendalikan seekor hewan (misalnya unta atau kuda), yang satu sebagai penunggang dan satu lagi sebagai penggiring (penuntun), lalu hewan itu menyebabkan kerusakan atau kematian, maka tanggung jawab bayar (diyat) di bebankan kepada keduanya. Sebab, menggiring hewan saja sudah cukup bisa menyebabkan kerusakan, meskipun tidak ada yang menungganginya.

Begitu juga, jika seseorang menusuk atau mencambuk hewan atas perintah si penunggang, maka tanggung jawab bayar diyat  dibebankan pada keduanya. Karena orang yang mencambuk hewan dalam hal ini setara kedudukannya dengan penggiring (yang aktif mengarahkan hewan).


الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ٢٨ الصحفة ٢٢٥

٠(إِذَا اجْتَمَعَ الْمُبَاشِرُ وَالْمُتَسَبِّبُ، يُضَافُ الْحُكْمُ إِلَى الْمُبَاشِرِ)٠

وَمِنْ أَمْثِلَةِ هَذِهِ الْقَاعِدَةِ مَا يَلِي؛
أ - لَوْ حَفَرَ شَخْصٌ حُفْرَةً فِي الطَّرِيقِ، فَأَلْقَى آخَرُ نَفْسَهُ، أَوْ أَلْقَى غَيْرَهُ فِيهَا عَمْدًا، لاَ يَضْمَنُ الْحَافِرُ، بَل الْمُلْقِي وَحْدَهُ، لأَِنَّهُ الْمُبَاشِرُ (١)٠
ب - لَوْ دَل سَارِقًا عَلَى مَال إِنْسَانٍ، فَسَرَقَهُ، لاَ ضَمَانَ عَلَى الدَّال (٢)٠
١٣ - وَيُسْتَثْنَى مِنْ قَاعِدَةِ تَقْدِيمِ الْمُبَاشَرَةِ عَلَى التَّسْبِيبِ صُوَرٌ، يُقَدَّمُ فِيهَا السَّبَبُ عَلَى الْعِلَّةِ الْمُبَاشِرَةِ، وَذَلِكَ إِذَا تَعَذَّرَتْ إِضَافَةُ الْحُكْمِ إِلَى الْمُبَاشِرِ بِالْكُلِّيَّةِ (٣) فَيُضَافُ الْحُكْمُ - وَهُوَ الضَّمَانُ هُنَا - إِلَى الْمُتَسَبِّبِ وَحْدَهُ، كَمَا إِذَا دَفَعَ رَجُلٌ إِلَى صَبِيٍّ سِكِّينًا لِيُمْسِكَهُ لَهُ، فَسَقَطَ مِنْ يَدِهِ، فَجَرَحَهُ، ضَمِنَ الدَّافِعُ، لأَِنَّ السَّبَبَ هُنَا فِي مَعْنَى الْعِلَّةِ (١)٠
تَتَابُعُ الأَْضْرَارِ؛
١٤ - إِذَا تَرَتَّبَتْ عَلَى السَّبَبِ الْوَاحِدِ أَضْرَارٌ مُتَعَدِّدَةٌ، فَالْحُكْمُ أَنَّ الْمُتَعَدِّيَ الْمُتَسَبِّبَ يَضْمَنُ جَمِيعَ الأَْضْرَارِ الْمُتَرَتِّبَةِ عَلَى تَسَبُّبِهِ، مَا دَامَ أَثَرُ تَسَبُّبِهِ بَاقِيًا لَمْ يَنْقَطِعْ، فَإِنِ انْقَطَعَ بِتَسَبُّبٍ آخَرَ لَمْ يَضْمَنْ٠

Artinya : Jika berkumpul antara pelaku langsung (mubāsyir) dan penyebab (mutasabbib), maka hukum di nisbatkan/kaitkan kepada pelaku langsung.

Contoh-contoh dari kaidah ini antara lain:

a. Jika ada seseorang menggali lubang di jalan, lalu ada orang lain menjatuhkan dirinya sendiri ke dalam lubang itu, atau dengan sengaja melemparkan orang lain ke dalamnya, maka yang menanggung diyat atas (kerusakan atau kematiannya) bukanlah penggali lubang, melainkan orang yang melempar, karena dialah pelaku langsung (mubāsyir).

b. Jika ada seseorang menunjukkan kepada pencuri lokasi harta milik seseorang, lalu pencuri itu mencurinya, maka tidak ada kewajiban mengganti (atas barang yang di curi) atas orang yang menunjukkan.

Pengecualian dari kaidah mengedepankan pelaku langsung atas penyebab kerusakan :

Ada beberapa situasi di mana penyebab lebih di dahulukan (dalam hukuman) daripada pelaku langsung. Yaitu jika tidak memungkinkan mengaitkan hukum kepada pelaku langsung sama sekali. Maka dalam hal itu, hukum (yaitu tanggung jawab mengganti) di bebankan kepada penyebab saja.

Contohnya:
Jika ada seseorang memberikan sebilah pisau kepada anak kecil agar memegangnya, lalu pisau itu jatuh dari tangannya dan melukai dirinya sendiri, maka orang yang memberikan pisau wajib menanggung diyatnya. Karena dalam kasus ini, penyebab (orang yang menyerahkan pisau) dipandang setara dengan pelaku langsung.

Di saat satu sebab tunggal telah menyebabkan kerugian yang berturut-turut (lebih dari satu kerusakan):

Jika dari satu sebab timbul berbagai macam kerusakan, maka hukum yang berlaku adalah: orang yang melanggar dan menjadi penyebab (mutasabbib) wajib bertanggung jawab atas semua kerusakan yang timbul akibat sebab tersebut, selama dampak dari perbuatannya masih ada dan belum terputus.

Namun, jika dampaknya sudah terputus oleh sebab lain yang datang kemudian, maka ia tidak lagi bertanggung jawab atas kerusakan-kerusakan berikutnya.


الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ١ الصحفة ٢٢٣

أَسْبَابُ الضَّمَانِ ثَلاَثَةٌ، فَذَكَرَ مِنْهَا الإِْتْلاَفَ، ثُمَّ قَال: الْمُرَادُ بِالإِْتْلاَفِ أَنْ يُبَاشِرَ الإِْتْلاَفَ بِسَبَبٍ يَقْتَضِيهِ، كَالْقَتْل وَالإِْحْرَاقِ، أَوْ يُنَصِّبُ سَبَبًا عُدْوَانًا فَيَحْصُل بِهِ الإِْتْلاَفُ، كَأَنْ يُؤَجِّجَ نَارًا فِي يَوْمِ رِيحٍ عَاصِفٍ، فَيَتَعَدَّى إِلَى إِتْلاَفِ مَال الْغَيْرِ، أَوْ فَتَحَ قَفَصًا عَنْ طَائِرٍ فَطَارَ؛ لأَِنَّهُ تَسَبَّبَ إِلَى الإِْتْلاَفِ بِمَا يَقْتَضِيهِ عَادَةً، وَأَطَال فِي الْبَيَانِ وَالتَّفْرِيعِ (١) . وَالإِْتْلاَفُ بِالْمُبَاشَرَةِ هُوَ الأَْصْل، وَمُعْظَمُ صُوَرِ الإِْتْلاَفِ مِنْ أَمْثِلَتِهِ٠

Artinya : Ada 3 Macam Sebab Kewajiban Menanggung (Kerusakan) :

Beliau (Pengarang kitab ) telah menyebutkan bahwa salah satunya adalah perusakan, lalu beliau memberikan penjelasan : Yang dimaksud dengan perusakan adalah bahwa seseorang telah melakukan perusakan secara langsung, melalui suatu sebab yang lazimnya memang menimbulkan kerusakan, seperti membunuh atau membakar, atau menyebabkan kerusakan dengan memasang sebab dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syariat, lalu kerusakan terjadi oleh karenanya.

Contohnya:

1) Menyalakan api pada saat hari berangin kencang, lalu api itu menyebar dan merusak harta orang lain.
2) Membuka kandang burung, kemudian burung nya langsung terbang pergi.

Hal-hal ini termasuk sebab yang lazimnya mengarah pada perusakan menurut kebiasaan. Maka pelakunya di anggap sebagai penyebab kerusakan dan wajib mengganti semua kerugian yang di akibatkan olehnya.

Pemaparan ini dijelaskan secara panjang lebar dalam uraian dan rincian para ulama.

Catatan Penutup:

Perusakan secara langsung adalah sebab inti/asli dari kewajiban mengganti dan yang paling sering terjadi dari contoh-contoh jenis-jenis perusakan yang mewajibkan ḍamān (mengganti).

الإِْتْلاَفُ بِالتَّسَبُّبِ؛
٢٨ - الإِْتْلاَفُ بِالتَّسَبُّبِ يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ مُوجِبُهُ: الضَّمَانُ فِي الْمَالِيَّاتِ، وَالْجَزَاءُ فِي غَيْرِهَا، وَهَذَا مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ. وَلَكِنَّهُمُ اخْتَلَفُوا فِي تَطْبِيقِ هَذَا الْمَبْدَأِ فِي بَعْضِ الْفُرُوعِ دُونَ بَعْضٍ، فَمَثَلًا: عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ وَمُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ، وَهُوَ قَوْلٌ لِلشَّافِعِيَّةِ: لَوْ أَنَّ إِنْسَانًا فَتَحَ قَفَصًا فِيهِ طَائِرٌ، فَطَارَ أَوْ ذَهَبَ عَقِبَ فَتْحِهِ، وَالْمُبَاشَرَةُ إِنَّمَا حَصَلَتْ مِمَّنْ لاَ يُمْكِنُ إِحَالَةُ الْحُكْمِ عَلَيْهِ، لَزِمَهُ الضَّمَانُ، كَمَا لَوْ نَفَّرَ الطَّائِرَ، أَوْ أَهَاجَ الدَّابَّةَ، أَوْ سَلَّطَ كَلْبًا عَلَى صَبِيٍّ فَقَتَلَهُ؛ لأَِنَّ الطَّائِرَ وَنَحْوَهُ مِنْ طَبْعِهِ النُّفُورُ، وَإِنَّمَا يَبْقَى بِالْمَانِعِ، فَإِذَا أُزِيل الْمَانِعُ ذَهَبَ بِطَبْعِهِ، فَكَانَ ضَمَانُهُ عَلَى مَنْ أَزَال الْمَانِعَ. وَكَذَلِكَ بِالنِّسْبَةِ لِمَنْ شَقَّ زِقَّ إِنْسَانٍ فِيهِ دُهْنٌ مَائِعٌ فَسَال وَهَلَكَ٠

Perusakan karena Sebab tidak lasngsung (al-Itrlāf bi al-Tasabbub): Pasal 28: Perusakan yang terjadi karena sebab tidak langsung juga mengakibatkan adanya kewajiban hukum di bawah ini :

1) Tanggung jawab mengganti harta dalam hal yang bersifat materi.
2) Sanksi atau hukuman dalam hal yang bukan materi (seperti pidana),

Dan hal ini sudah menjadi kesepakatan di antara para fuqaha (ulama fikih). Namun, mereka berbeda pendapat dalam penerapan prinsip ini dalam sebagian cabang masalah, tidak pada cabang lainnya.

Contohnya:
Menurut ulama Malikiyah, Hanabilah, Muhammad ibn al-Ḥasan, dan salah satu pendapat dalam mazhab Syafi‘i: Jika seseorang membuka sangkar yang di dalamnya ada burung, lalu burung itu langsung terbang atau pergi segera setelah dibuka, dan perbuatan langsung (mubāsyarah) tersebut di lakukan oleh orang yang tidak bisa dibebani tanggung jawab hukum (seperti orang gila atau anak kecil), maka orang yang membuka sangkar tetap wajib untuk menanggantinya.

Demikian pula: Jika seseorang mengejutkan burung sehingga terbang, atau membuat hewan liar panik, atau menghasut anjing untuk menyerang anak kecil hingga terbunuh, maka semuanya menjadi tanggungan si pelaku, karena hewan-hewan tersebut secara alami bereaksi sesuai tabiatnya, dan keberadaannya di tempat semula hanya karena ada penghalang (seperti sangkar atau tali pengikatnya).

Maka jika penghalang itu dihilangkan, mereka akan pergi atau bertindak menurut tabiatnya, dan karenanya orang yang menghilangkan penghalang itu wajib bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan.

Contoh lainnya:

Jika seseorang merobek wadah (zīq) milik orang lain yang berisi minyak cair, lalu minyak itu tumpah dan rusak, maka ia wajib menanggung kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatannya.

والله أعلم بالصواب

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

PENANYA :

Nama : Zaki
Alamat : Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Wakil: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Ustadz Ahmad Marzuki (Cikole, Sukabumi, Jawa Barat)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Terjemah Ibarot : Ustadz Rahmatullah Metuwah (Babul Rahmah, Aceh Tenggara, Aceh), Ustadz Masruri Ainul Khayat (Kalimantan Barat), Kyai Muntahal 'Ala Hasbullah (Giligenting, Sumenep, Madura), Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur), Ustadz Ahmad Alfadani (Balongbendo, Sidoarjo, Jawa Timur), Ustadz Abdurrozaq (Wonokerto, Pekalongan, Jawa Tengah), Ustadzah Lusy Windari (Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)

________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Menjilat Farji Istri atau Memasukkan Dzakar ke Dalam Mulut Istri

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?