Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم و رحمة الله وبركاته
DESKRIPSI:
Badrun dan Badriyah (nama samaran), merupakan dua pasang kekasih yang baru saja melangsungkan pernikahan. Dalam menjalani kehidupan yang baru ini, kedua terlihat begitu bahagia, maklum aja, namanya aja manten baru.
Suatu ketika, si Badriyah dijima' oleh Badrun (sang suami) padahal saat dijima' tersebut Badriyah masih baru berhenti (ampet) dari Haidl (menstruasi) dan belum mandi besar. Setelah beberapa jam kemudian, ternyata darah masih keluar lagi dari Farji Badriyah.
PERTANYAAN:
Bolehkan Istri dijima' sebelum mandi besar?
JAWABAN:
Menurut madzhab Syafi'i, Maliki dan Hanbali hukumnya Haram.
REFERENSI:
تقريب / توشيح، الصحفة ٤٦
ويحرم ثمانية اشياء الصلاة والصوم وقرأة القرأن ومس المصحف وحمله ودخول المسجد والطواف والوطء والاستمتاع بين السرة والركبة٠ قوله (والسابع الوطء) ولو بعد انقطاع الدم وقبل الغسل مالم يخف الوقوع في الزنا٠
Artinya: Diharamkan sebab haidl 8 perkara yaitu, sholat, puasa, membaca Qur'an, menyentuh mushaf al Qur'an dan membawanya, masuk masjid, thawaf, jima', dan istimta' (mengambil kenikmatan) antara pusar dan lutut. (nomer 7 hal yang dilarang bagi Wanita haid adalah jima' / wathi), menjima' Wanita yang sudah selesai haid namun Dia belum mandi besar hukumnya haram, selagi tidak ditakutkan terjerumus zina.
Perbandingan
Jika benar-benar sudah suci.
إعانة الطالبين، الجزء ١ الصحفة ٧٣
واذا انقطع دمها حل لها قبل الغسل صوم لا وطء خلافا لما بحثه العلامة الجلال السيوطي رحمه الله قوله، (خلافا لما بحثه العلامة الجلال السيوطي) اي من حل الوطء ايضا بالإنقطاع٠
Artinya: Wanita yg sudah putus darahnya (mampet) maka baginya sebelum mandi besar halal untuk berpuasa, tidak boleh dijima', haramnya jima' ini berbeda pendapat yang diutarakan oleh Imam Jalaluddin As-Suyuthi yang mengatakan boleh di jima' sebelum mandi besar.
إختلاف أئمة العلماء، الجزء ١ الصحفة ٧٢
واجمعوا على انه يحرم الوطء الحائض في الفرج حتى ينقطع حيضها ثم اختلفوا فيما إذا رات الطهر ولم تغتسل فقال ابو حنيفة إن انقطع اكثر الحيض كعشرة ايام جاز وطئها وان كان لاقله لم يجز حتى تغتسل او يمضى عليها أخر وقت الصلاة، فيجب عليها الصلاة، وهذا اذا كانت مبتدأة لها عادة معروفة وانقطع لعادتها٠ فاما اذا انقطع بدون عادتها فلا يطؤها الزوج وان اغتسلت وصلت حتى تستكمل عاداتها احتياطا وقال مالك والشافعي واحمد : لا يحل وطئها حتى تغتسل
Artinya: Ulama' sepakat bahwa haram menjima' Istri dimasa haidl hingga haidnya selesai. Kemudian mereka berbeda pendapat dalam masalah wanita yang telah memasuki masa suci namun belum mandi wajib. Imam Hanafi berkata; "jika darah haid tersebut berhenti dimasa maksimal haidl yaitu 10 hari, maka boleh suami menjima' istrinya, namun jika darah haid berhenti dimasa minimal haidl (3 hari), maka suami tidak boleh menjima'nya sebelum istri melakukan mandi wajib, atau ketika akhir waktu sholat telah lewat, maka maka ia wajib sholat. Ketentuan ini berlaku bagi wanita pemula haid yang mengetahui kebiasaan waktu berhentinya haid dan darah haidnya berhenti dimasa kebiasaan berhentinya. Adapun jika haidnya berhenti kurang dari masa kebiasaannya, maka Suami tidak boleh menjima'nya, meskipun Dia telah mandi wajib ataupun sudah melaksanakan sholat hingga sempurna masa kebiasaan berhentinya haid, hal ini (tidak boleh menjima) untuk ihtiyath. Imam malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad berpendapat; "tidak boleh menjima' Wanita yang telah selesai masa haidnya sebelum Wanita tersebut mandi wajib".
KETERANGAN TAMBAHAN
المغني، الجزء ١ الصحفة ٣٨٧
مسألة : قال : فان انقطع دمها فلا توطأ حتى تغتسل وجملته أن وطء الحائض قبل الغسل حرام وان انقطع دمها في قول أكثر أهل العلم قال ابن المنذر : هذا كالإجماع منهم وقال أحمد بن محمد المروذي : لا أعلم في هذا خلافا٠ وقال أبو حنيفة : أن انقطع الدم لأكثر من الحيض حل وطؤها وان انقطع لدون ذلك لم يبح حتى تغتسل أو تتيمم أو يمضي عليها وقت صلاة لأن وجوب الغسل لا يمنع من الوطء بالجنابة ولنا قول الله تعالى : { ولا تقربوهن حتى يطهرن فإذا تطهرن فاتوهن من حيث أمركم الله } يعني إذا اغتسل هكذا فسره ابن عباس ولأن الله تعالى قال في الآية : { ويحب المتطهرين } فأثنى عليهم فيدل على أنه فعل منهم أثنى عليهم به وفعلهم هو الاغتسال دون انقطاع الدم فشرط لأباحة الوطء شرطين انقطاع الدم والاغتسال فلا يباح إلا بهما
Artinya : [ Masalah ] : “Saat darah haidnya telah berhenti maka haram menggaulinya hingga Ia menjalani mandi”. Sesungguhnya menggauli Istri yang haid sebelum Ia mandi adalah haram meskipun darahnya telah berhenti, ini pendapat mayoritas Ahl Ilmu. Ibn al-Mundzir berkata “Masalah ini seperti terjadi kesepakan dari kalangan Ulama' ”. Ahmad Bin Muhammad al-mMarwadzi berkata “Aku tidak melihat dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat”. Sedang Abu Hanifah (Hanafiyyah) berkata “Bila darah telah terputus pada masa lebih banyak ketimbang masa haidnya boleh menggaulinya, namun bila kurang masanya dari masa haidnya, maka tidak boleh hingga Ia menjalani mandi atau tayammum atau telah berlalu waktu shalat karena waktu kewajiban mandi tidak terhalang dari persetubuhan sebab janabat. Allah berfirman :“Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari Wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah bersuci, maka campurilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu” (QS. 2:222). Artinya bersuci adalah saat mereka telah mandi, demikian penafsiran Ibn Abbas R. Hma. Dan karena Allah berfiraman :“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. 2:222). Lihatlah dalam ayat ini Allah memuji mereka, pujian Allah berarti atas perbuatan yang telah mereka kerjakan yakni mandi bukan atas perbuatan yang mereka tidak kerjakan yakni terputusnya darah haid (karena yang demikian bersifat alami). Dengan demikian diperbolehkannya menggauli Istri yang haid bila telah terpenuhi dua syarat “Berhenti haidnya dan telah mandi” dan tidak diperbolehkan tanpa keduanya.
والله أعلم بالصواب
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA:
Nama : Sulton Baidowi
Alamat : Umbul Sari Jember Jawa Timur
_______________________________
MUSYAWWIRIN :
Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum.
PENGURUS :
Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin
TIM AHLI :
Kordinator Soal : Ust. Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Zainul Qudsiy, Ust. Robit Subhan
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda, Ust. Anwar Sadad
Editor : Ust. Hosiyanto Ilyas
PENASEHAT : Gus Abd. Qodir
_________________________
Komentar
Posting Komentar