Hukum Mengumandangkan Jihad Dengan Redaksi Mirip Adzan


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

DESKRIPSI:

Dengan semakin banyaknya penghina Islam, Nabi, Para Habaib dan Ulama' dan seolah-olah terkesan adanya pembiaran oleh aparat Pemerintah, Mujahid (nama samaran) dan teman-temannya merupakan sebagian golongan yang mengumandangkan jihad di Medsos yang akhir-akhir ini sedang viral. Namun yang agak sedikit aneh dari apa yang dilakukan Mujahid dan teman-temannya, mereka mengumandangkan Jihad dengan Redaksi mirip dengan Adzan. Namun pada lafazh:

حي على الصلاة
Dirubah menjadi:
حي على الجهاد

Sehingga hal ini banyak mengundang kontroversi dari berbagai golongan dan Masyarakat. Sebagian mereka menganggap hal ini adalah haram, karena hal tersebut merupakan redaksi Adzan yang telah masyru', namun dirubah sedikit. Dan sebagian lain menganggap hal tersebut memang mengumandangkan Jihad dengan redaksi mirip dengan Adzan.

PERTANYAAN:

Bagaimana hukumnya mengumandangkan jihad dengan redaksi mirip adzan ?

JAWABAN:

Hukum mengumandangkan jihad dengan redaksi mirip adzan atau kalimat lain adalah Haram apabila hal tersebut menimbulkan fitnah atau kegaduhan pada Masyarakat. Karena seruan jihad bisa dengan menggunakan lafazh selain seperti adzan atau lafazh lain yang tidak menimbulkan fitnah.

REFERENSI:

بريقة محمودية في شرح طريقة محمدية وشريعة نبوية، الجزء ٤ الصحفة ٢٧٠

٠(الثَّامِنُ وَالْأَرْبَعُونَ الْفِتْنَةُ وَهِيَ إيقَاعُ النَّاسِ فِي الِاضْطِرَابِ أَوْ الِاخْتِلَالِ وَالِاخْتِلَافِ وَالْمِحْنَةِ وَالْبَلَاءِ بِلَا فَائِدَةٍ دِينِيَّةٍ) وَهُوَ حَرَامٌ لِأَنَّهُ فَسَادٌ فِي الْأَرْضِ وَإِضْرَارٌ بِالْمُسْلِمِينَ وَزَيْغٌ وَإِلْحَادٌ فِي الدِّينِ كَمَا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى {إنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ} الْآيَةَ وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {الْفِتْنَةُ نَائِمَةٌ لَعَنَ اللَّهُ مَنْ أَيْقَظَهَا}


Artinya: Bagian ke- 48. Fitnah. Fitnah adalah perbuatan yang mengakibatkan Masyarakat mengalami kegaduhan atau kegoncangan, kekacauan, menimbulkan perpecahan, mengalami ujian dan bala' cobaan, tanpa ada faidah yang berguna bagi Agama. Perbuatan tersebut haram karena termasuk perbuatan yang dapat mengakibatkan kerusakan di Bumi, dan membahayakan bagi kaum Muslimin, mengakibatkan penyelewengan maupun ateisme dalam Agama. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT : "Sesungguhnya Orang-orang yang membuat fitnah kepada kaum Muslimin dan Muslimat.". Dan juga sabda Nabi SAW : "Fitnah itu merupakan perkara yang sedang tidur, dan Allah SWT melaknat orang yang membangunkannya".

قَالَ الْمُنَاوِيُّ الْفِتْنَةُ كُلُّ مَا يَشُقُّ عَلَى الْإِنْسَانِ وَكُلُّ مَا يَبْتَلِي اللَّهُ بِهِ عِبَادَهُ وَعَنْ ابْنِ الْقَيِّمِ الْفِتْنَةُ قِسْمَانِ فِتْنَةُ الشُّبُهَاتِ وَفِتْنَةُ الشَّهَوَاتِ وَقَدْ يَجْتَمِعَانِ فِي الْعَبْدِ وَقَدْ يَنْفَرِدَانِ

Imam Munawi berkata : Fitnah adalah segala sesuatu yang mengakibatkan kesulitan pada Masyarakat dan juga termasuk bentuk cobaan dari Allah SWT untuk para hamba-Nya. Menurut Imam Ibnul Qoyyim Fitnah itu ada dua macam. Fitnah akibat Syubhat Fitnah akibat Syahwat. Terkadang seorang hamba diuji dengan kedua-anya, terkadang diuji dengan salah satunya.

كَأَنْ يُغْرِيَ) مِنْ الْإِغْرَاءِ (النَّاسَ عَلَى الْبَغْيِ) مِنْ الْبَاغِي٠ إلى أن قال - (وَكَأَنْ يَقُولَ لَهُمْ مَا لَا يَفْهَمُونَ مُرَادَهُ وَيَحْمِلُونَهُ عَلَى غَيْرِهِ) أَيْ عَلَى غَيْرِ مُرَادِهِ فَيَقَعُونَ فِي الضَّلَالِ وَالِاخْتِلَالِ ( فَلِذَا وَرَدَ { كَلِّمُوا النَّاسَ عَلَى قَدْرِ عُقُولِهِمْ } ) وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا عَلَى تَخْرِيجِ الدَّيْلَمِيِّ عَنْهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أُمِرْنَا أَنْ نُكَلِّمَ النَّاسَ عَلَى قَدْرِ عُقُولِهِمْ وَفِي الْجَامِعِ الصَّغِيرِ {حَدِّثُوا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُونَهُ} وَفِي رِوَايَةٍ {دَعُوا مَا يُنْكِرُونَ أَتُرِيدُونَ أَنْ يُكَذَّبَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ} مِنْ التَّكْذِيبِ عَلَى صِيغَةِ الْمَجْهُولِ لِأَنَّ السَّامِعَ حِينَئِذٍ يَعْتَقِدُ اسْتِحَالَتَهُ فَيُكَذِّبُ وَلَا يَذْكُرُ الْمُتَشَابِهَ وَذَكَرَ ابْنُ عَبْدِ السَّلَامِ أَنَّ الْوَلِيَّ إذَا قَالَ أَنَا اللَّهُ عُزِّرَ لِأَنَّهُمْ غَيْرُ مَعْصُومِينَ

Musonnif memberikan contoh bentuk fitnah, diantaranya : Mengarahkan Masyarakat untuk mengadakan pemberontakan. Mengatakan atau menyampaikan sesuatu yang tidak dapat difahami oleh Masyarakat, sehingga menumbuhkan kesalahpahamanan dalam memahami / menanggapi hal tersebut, lalu hal itu mengakibatkan kesesatan dan kekacauan dalam Masyarakat. Karena itulah dalam hadits disebutkan : "Berbicaralah kepada Masyarakat sesuai dengan kadar kemampuan pemahaman akal mereka". Dalam hadits riwayat ibnu Abbas yang ditakhrij Imam ad-Dailami dijelaskan : "Kami diperintahkan untuk berbicara kepada Masyarakat sesuai dengan kadar pemahaman akal mereka. Dalam Jami'us Shoghir disebutkan : "Berbicaralah kepada Masyarakat dengan kadar apa yang mereka ketahui atau fahami. Dalam riwayat lain disebutkan : "Jauhilah perkataan yang bisa menimbulkan keingkaran dari diri mereka !, apakah kalian ingin jika Allah dan Rosulnya dianggap berdusta ?" Kalimat Yukadzdibu berasal dari Masdar At-Tadzdibu kalimat tersebut berbentuk Mabni majhul (kata kerja pasif). Kenapa menyampaikan sesuatu yang tidak bisa difahami bisa mengakibatkan Allah dan Rasul-Nya didustakan ? Alasannya karena para pendengar meyakini bahwa hal yang dijelaskan tersebut mustahil terjadi, sehingga mengakibatkan mereka mendustakannya. Dan juga hendaknya kita jangan menyampaikan perkara-perkara yang mutasyabihat (samar-samar / tidak jelas untuk difahami) Izzuddin Ibnu Abdis Salam menjelaskan : "Bahwasanya Wali yang mengatakan : "Aku adalah Allah ", maka Wali tersebut dihukum ta'zir, karena mereka bukan orang yang bersifat ma'shum (terjaga dari kesalahan).

وَيَنْبَغِي لِلْمُدَرِّسِ أَنْ يَتَكَلَّمَ عَلَى قَدْرِ فَهْمِ تِلْمِيذِهِ وَلَا يُجِيبُهُ بِمَا لَا يَتَحَمَّلُ حَالُهُ فَإِذَا سُئِلَ عَنْ دَقَائِقِ الْعُلُومِ فَإِنْ كَانَ لَهُ اسْتِعْدَادُ فَهْمِ الْجَوَابِ أَجَابَ وَإِلَّا رَدَّ وَمَنْ شَرَعَ فِي حَقَائِقِ الْعُلُومِ ثُمَّ لَمْ يَبْرَعْ فِيهَا تَوَلَّدَتْ لَهُ الشُّبَهُ فَلَا يَقْدِرُ عَلَى دَفْعِهَا فَيَضِلُّ وَيُضِلُّ فَيَعْظُمُ ضَرَرُهُ وَمِنْ هَذَا قِيلَ نَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنْ نِصْفِ فَقِيهٍ أَوْ مُتَكَلِّمٍ وَنِصْفُ الْفَقِيهِ يَهْدِمُ الدِّينَ

Dan hendaknya seorang guru ketika menerangkan sesuatu itu sesuai kadar kemampuan pemahaman muridnya, dan Dia tidak perlu menjawab pertanyaan yang jawabannya tidak bisa difahami / tidak sesuai tingkatan si Murid. Apabila Murid menanyakan persoalan ilmu-ilmu yang rumit, maka guru melihat : Jika muridnya mampu memahami jawaban, maka guru menjawabnya. Jika tidak mampu memahami maka guru tidak perlu menjawabnya. Barang siapa terjun mempelajari  hakikat berbagai ilmu, sedangkan Dia tidak memiliki pengetahuan yang luas, maka Dia akan masuk kedalam syubhat (kebingungan) dan Dia tidak bisa menolak atau melawannya, akhirnya Dia menjadi sesat dan menyesatkan, dan justru bertambah besar bahayanya. Berdasar hal inilah muncul ungkapan : "Kami berlindung kepada Allah dari bahaya pemahaman orang yang ilmunya setengah-setengah (nanggung / bukan ahli ilmu) dalam bidang fiqh ataupun bidang kalam (aqidah), orang yang mengerti fiqh setengah-setengah itu dapat mengakibatkan rusaknya Agama.

٠(أَوْ) كَأَنْ (لَا يَحْتَاطَ فِي التَّأَمُّلِ وَالْمُطَالَعَةِ فَيُخْطِئَ فِي فَهْمِ مَسْأَلَةٍ أَوْ نَحْوِهَا) مِنْ مَعْنَى الْآيَةِ أَوْ الْحَدِيثِ (وَمِنْ الْكِتَابِ فَيَذْكُرَ ) مِنْ التَّذَكُّرِ٠٠٠٠٠ إلى أن قال٠٠٠٠٠

Tidak berhati-hati dalam meneliti dan mempelajari suatu masalah sehingga Dia salah dalam memahami makna sebuah ayat ataupun hadits ataupun teks / masalah dalam suatu kitab, kemudian Dia menyampaikan hasil pemikirannya yang keliru tadi.


فَعَلَى الْوُعَّاظِ وَالْمُفْتِينَ مَعْرِفَةُ أَحْوَالِ النَّاسِ وَعَادَتِهِمْ فِي الْقَبُولِ وَالرَّدِّ وَالسَّعْيِ وَالْكَسَلِ وَنَحْوِهَا) كَمَا يُقَالُ لِكُلِّ مَقَامٍ مَقَالٌ وَلِكُلِّ مَيْدَانٍ رِجَالٌ وَكَمَا قِيلَ مَنْ لَمْ يَعْرِفْ عُرْفَ زَمَانِهِ فَهُوَ جَاهِلٌ فَإِنَّ الْأَحْكَامَ قَدْ تَتَغَيَّرُ بِتَغَيُّرِ الْأَزْمَانِ وَالْأَشْخَاصِ كَمَا فُهِمَ مِنْ الزَّيْلَعِيِّ (فَيَتَكَلَّمُونَ بِالْأَصْلَحِ وَالْأَوْفَقِ لَهُمْ حَتَّى لَا يَكُونَ كَلَامُهُمْ فِتْنَةً لِلنَّاسِ) إمَّا بِعَدَمِ الْفَهْمِ أَوْ بِعَدَمِ الْقَبُولِ أَوْ بِتَرْكِ الْعَمَلِ بِالْكُلِّيَّةِ لَكِنْ يَشْكُلُ بِقَاعِدَةِ الْأَمْرِ بِالْمَعْرُوفِ بَلْ اللَّائِقُ لِلْمُحْتَسِبِ أَنْ يَجْتَهِدَ فِي تَعْلِيمِ ضَرُورِيَّاتِهِمْ بِالرِّفْقِ وَالْكَلَامِ اللَّيِّنِ أَوْ الْغِلْظَةِ وَالتَّشْدِيدِ أَوْ بِإِعْلَامِ الْحَاكِمِ أَوْ الْوَلِيِّ عَلَى حِسَابِ حَالِهِمْ وَإِنْ ظَنَّ عَدَمَ قَبُولِ سُوءِ الظَّنِّ فَلْيُتَأَمَّلْ


(Maka bagi para Muballigh maupun Mufti hendaknya mengetahui kondisi dan adat Masyarakat, baik dalam menerima maupun menolak suatu pendapat, baik mereka melakukan nasehat atau pendapatnya maupun malas melakukannya, maupun hal-hal semisalnya) Sebagaimana dikatakan، "Setiap tingkatan itu ada pendapat tersendiri, dan dalam setiap medan ada ahlinya sendiri.D alam ungkapan lain juga disebutkan : "Barang siapa yang tidak mengetahui urf atau  kebiasaan di Zamannya, maka Dia adalah orang bodoh". Karena sesungguhnya berbagai hukum itu terkadang berubah sebab perubahan waktu maupun kondisi orang-perorang, sebagaimana difahami dari pendapat az-Zaila'iy. Maka bagi mereka (Muballigh maupun Mufti) hendaklah menyampaikan pendapat yang paling maslahat dan paling sesuai dengan kondisi Masyarakatnya, sehingga pendapat mereka tidak menjadi fitnah atau  polemik di Masyarakat, yang adakalanya timbul karena kesalahfahaman, lalu pendapatnya tidak diterima oleh Masyarakat, dan pada akhirnya Masyarakat tidak menghiraukan nasehat mereka sama sekali.

Justru hendaknya mereka menggunakan langkah-langkah dakwah yang sesuai dengan kaedah kaidah Amar ma'ruf. Bahkan hal yang sepantasnya dilakukan oleh seorang Muhtasib (petugas / aparat pelaksana amar ma'ruf nahi munkar) untuk berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengajari Masyarakat hal-hal penting (ilmu dasar Agama yang pokok) dengan cara : Menyampaikan dengan cara yang penuh kasih sayang dan lemah lembut. Memberikan peringatan keras dan tegas. Melaporkan kepada Hakim (pihak yang berwajib) maupun Pemerintah (pihak berwenang). Dan kesemuanya itu sesuai dengan kondisi mereka masing-masing, meskipun ada prasangka kuat bahwasanya hal itu tidak akan diterima oleh orang yang su'udzon. Maka telitilah terhadap hal ini.


وَكَذَا الْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَرِ بِحَسَبِ مَعْرِفَةِ أَحْوَالِ النَّاسِ وَطَبَائِعِهِمْ وَعَادَاتِهِمْ (إذْ قَدْ يَكُونُ سَبَبًا لِزِيَادَةِ الْمُنْكَرِ) تَعَنُّتًا وَتَعَصُّبًا قَالَ فِي النِّصَابِ يَنْبَغِي لِلْآمِرِ بِالْمَعْرُوفِ أَنْ يَأْمُرَ فِي السِّرِّ إنْ اسْتَطَاعَ لِيَكُونَ أَبْلَغَ فِي الْمَوْعِظَةِ وَالنَّصِيحَةِ ٠ وَعَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ مَنْ وَعَظَ أَخَاهُ فِي الْعَلَانِيَةِ فَقَدْ شَانَهُ وَمَنْ وَعَظَهُ فِي السِّرِّ فَقَدْ زَانَهُ٠


Begitu juga pelaksanaan amar ma'ruf dan Nahi munkar hendaknya disesuaikan dengan melihat kondisi Masyarakat, perwatakan mereka maupun adat kebiasaan mereka. Karena boleh jadi (jika metodenya salah) justru akan menimbulkan kemungkaran yang lebih parah, baik berupa tambah keras kepala maupun tambah fanatik golongan. Dalam kitab an-Nishob disebutkan : "Hendaknya bagi orang yang ber-amar ma'ruf menasehati seseorang ditempat yang sepi dengan harapan agar nasihatnya bisa lebih diterima. Dari Abu Darda: "Barang siapa yang menasehati saudaranya di muka umum berarti Dia telah menjatuhkan martabat saudaranya, dan barang siapa menasehati saudaranya ditempat yang sepi berarti Dia telah menjaga martabat saudaranya".


  والله أعلم بالصواب

و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

PENANYA

Nama : Hosiyanto Ilyas
Alamat : Jrengik Sampang Madura Jawa Timur
_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya  Jawab Hukum.

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Asep Jamaluddin, Ust. Anwar Sadad, Ust. Zainul Qudsiy
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda,
Editor : Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan, Ust. Abd. Lathif

PENASEHAT :

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil
Gus Abd. Qodir

_________________________


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?