Hukum Tahlilan Menggunakan Tirkah si Mayit Saat Hutangnya Lebih Besar Dari Tirkahnya

HASIL KAJIAN BM Nusantara
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Terjadi selisih pendapat diantara Huda dan Hudi (nama samaran) selepas pemakaman Ayah mereka berdua mengenai konsumsi yang akan dihaturkan pada ratusan orang-orang yang datang untuk Tahlilan selama tujuh malam.

Menurut Huda, "Mereka yang mengikuti tahlilan cukup diberi Air minum kemasan dan kue sekedarnya saja. hal ini mengingat Almarhum yang masih punya tanggungan hutang yang harus segera dilunasi. Apalagi Almarhum sering kali keluar - masuk Rumah sakit sebelum wafatnya dimana untuk biaya pengobatannya menghabiskan dana yang tidak sedikit, sedangkan peninggalan Almarhum sedikit sekali jika dibanding dengan nominal hutang hutannya yang harus segera dilunasi".

Lain pula dengan pendapat Hudi, menurutnya, "Orang-orang yang datang untuk Tahlilan harus diberi suguhan Makan dan Minum sebagaimana yang biasa berlaku di lingkungannya. menurutnya, jika tidak mengikuti yang telah biasa berlaku di Masyarakat, maka hampir pasti akan timbul fitnah macam-macam yang kurang enak didengar. Apalagi kalau sekedar beras yang mau dimasak selama tujuh hari sudah ada, yaitu beras yang terkumpul dari sumbangan dari para penta'ziyah".

PERTANYAAN:

Bolehkah harta peninggalan almarhum diberikan kepada orang yang tahlilan sebagai bentuk shodaqoh untuk almarhum, sementara itu almarhum memiliki hutang yang harus segera dilunasi?

JAWABAN:

Harta peninggalan almarhum tidak boleh atau haram digunakan acara tahlil sebelum hutangnya terlunasi. Apalagi jika ahli warisnya ada yang termasuk mahjur alaih (orang yang haram menashorufkan hartanya). Jika terlanjur digunakan, maka ahli warisnya wajib menggantinya.

Catatan :

1). Rumusan ini secara khusus untuk menyikapi masalah yang telah dipaparkan dalam deskripsi masalah, yakni nominal hutang mayat lebih besar dari pada nominal tirkah.

2). Acara tahlil sebaiknya menggunakan harta ahli waris, bukan harta tirkah.

3). Rumusan ini berdasarkan qoidah fiqh : Perkara wajib tidak boleh ditinggalkan sebab mendahulukan perkara sunnah. Membayar hutang hukumnya wajib, sedangkan shodaqoh untuk mayat hukumnya sunnah. Maka haram hukumnya menggunakan tirkah untuk acara tahlilan sebelum hutangnya terlunasi.

REFERENSI:

الفقه المنهجي، الجزء ٥ الصحفة ٧٣

الديون المتعلقة في ذمة الميت: فإنها مؤخرة عن مؤن التجهيز، ومقدمة على الوصية، وحق الورثة، سواء كانت هذه الديون من حق الله تعالى، كالزكاة، والنذور والكفارات، أو كانت من حقوق العباد، مثل القرض، وغيره٠

Artinya : Aturan tentang hutang si mayit sebagai berikut : Hutang itu dibayar setelah digunakan untuk biaya perawatan jenazah. Hutang itu dibayarkan lebih dahulu sebelum memenuhi wasiat, dan sebelum pembagian warisan pada ahli waris. Baik hutang tersebut berupa hak Allah seperti zakat, nadzar dan kafaroh, ataupun hutang tersebut berupa hak adami seperti hutang dan lain sebagainya.


شرح النووي على مسلم، الجزء ١١ الصحفة ٨٤

وَأَمَّا الْحُقُوقُ الْمَالِيَّةُ الثَّابِتَةُ عَلَى الْمَيِّتِ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَرِكَةٌ وَجَبَ قَضَاؤُهَا مِنْهَا سَوَاءٌ أَوْصَى بِهَا الْمَيِّتُ أَمْ لَا وَيَكُونُ ذَلِكَ مِنْ رَأْسِ الْمَالِ سَوَاءٌ دُيُونُ اللَّهِ تَعَالَى كَالزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَالنَّذْرِ وَالْكَفَّارَةِ وَبَدَلِ الصَّوْمِ وَنَحْوِ ذَلِكَ وَدَيْنِ الْآدَمِيِّ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لِلْمَيِّتِ تَرِكَةٌ لَمْ يَلْزَمِ الْوَارِثَ قَضَاءُ دَيْنِهِ لَكِنْ يُسْتَحَبُّ لَهُ وَلِغَيْرِهِ قَضَاؤُهُ

Artinya : Adapun hak yang berupa harta yang masih dalam tanggungan mayit, maka diperinci sebagai berikut : Apabila si- mayyit memiliki tirkah (harta peninggalan), maka wajib melunasi tanggungannya, baik si- mayyit berwasiat hal itu atau tidak. Pelunasan tanggungan tersebut diambilkan dari harta pokoknya, baik berupa hak Allah seperti zakat, haji, nadzar, kafaroh, badal (pengganti) puasa dll, maupun berupa hak adami (contoh hutang). Apabila si-Mayyit tidak memiliki tirkah, maka ahli waris tidak wajib membayarnya, namun Dia ataupun orang lain disunnahkan untuk melunasinya.


حاشية الشيخ إبراهيم الباجوري، الجزء ١ الصحفة ٣٦٩

مَسْأَلَةٌ كَثِيْرَةُ الْوُقُوْعِ : وَهِيَ أَنَّهُ مَتَى كَانَ فِي الْوَرَثَةِ مَحْجُوْرٌ عَلَيْهِ بِأَنْ كَانَ فِيْهِمْ قَاصِرٌ أَوْ شَفِيْهٌ حَرُمَ التَّصَرُّفُ فِيْ شَيْءٍ مِنَ التِّرْكَةِ كَنَحْوِ السَّبْحِ وَالْجَمْعِ وَغَيْرِ ذَلِكَ إِلاَّ إِنْ أَوْصَى بِهِ وَعِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ تُعْتَبَرُ الْعَادَةُ فَمَا جَارَتْ بِهِ كَانَ بِمَنْزْلَةِ الْمُوْصَى بِهِ اهـ

Artinya : (Masalah yang banyak terjadi) bahwasanya selagi di dalam ahli waris terdapat orang yang mahjur alaih (belum bisa menggunakan harta) contohnya seperti anak kecil, atau safih (tidak mengerti cara menggunakan harta), maka tidak boleh sedikitpun menggunakan atau membelanjakan harta tirkah tersebut misalnya untuk kumpulan ataupun selainnya kecuali jika mayit mewasiatkan hal itu.


الفيوضات الربانية، الصحفة ٦٧

ويحرم ذلك حيث كان في الورثة محجور عليه أو بدون رضا بعض الورثة ومتى كانت الورثة رشداء ورضي بها جميعهم أو ليست من التركة فتكره تلك التهيئة مع أن كراهته لا تزيل ثواب تلك الصدقة اذا قصد بها صون العرض عن الناس٠

Artinya : Hal itu haram jika sekiranya diantara ahli waris ada yang mahjur alaih (tidak atau belum bisa menggunakan harta) atau tidak mendapat ridlo atau persetujuan dari sebagian ahli waris. Jadi selagi ahli warisnya itu Rusyda' (pandai atau mengerti cara mentasorrufkan harta), dan semua ahli waris ridlo, atau biaya acara tersebut bukan dari tirkah, maka hukumnya mengadakan jamuan atau suguhan tersebut adalah makruh. Meskipun makruh namun hal itu tidak menghilangkan pahala bersedekah apabila Dia memberi suguhan tersebut untuk menjaga harga dirinya di hadapan Masyarakat.


  والله أعلم بالصواب

و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

PENANYA

Nama : Juriyanto Badruni
Alamat : Semboro Jember Jawa Timur
_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya  Jawab Hukum.

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat

Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih

Perumus : Ust. Asep Jamaluddin, Ust. Anwar Sadad, Ust. Zainul Qudsiy
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda,
Editor : Ust. Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan, Ust. Abd. Lathif

PENASEHAT :

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil
Gus Abd. Qodir

_________________________


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?