Hukum Khitan Bagi Wanita

HASIL KAJIAN bm Nusantara
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Badrun (nama samaran) baru saja dikaruniai Anak perempuan yang sangat ini masih berumur 7 hari. Anak tersebut baru saja diakikahi dan juga dikhitan.

PERTANYAAN:

Bagaimana hukum khitan bagi Anak perempuan?

JAWABAN:

Ulama' berbeda pendapat. Dan menurut Ulama' Syafi'iyah adalah wajib, yaitu dengan memotong sedikit saja bagian yang tampak pada farji Wanita.

REFERENSI:

الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ١٩ الصحفة ٢٨

حُكْمُ الْخِتَانِ؛

Artinya : Hukum Khitan 

اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي حُكْمِ الْخِتَانِ عَلَى أَقْوَالٍ؛

Para Ulama' berbeda pendapat dalam masalah hukum khitan antara lain :

الْقَوْل الأَْوَّل؛ ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَهُوَ وَجْهٌ شَاذٌّ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ ، وَرِوَايَةٌ عَنْ أَحْمَدَ : إِلَى أَنَّ الْخِتَانَ سُنَّةٌ فِي حَقِّ الرِّجَال وَلَيْسَ  بِوَاجِبٍ. وَهُوَ مِنَ الْفِطْرَةِ وَمِنْ شَعَائِرِ الإِْسْلاَمِ، فَلَوِ اجْتَمَعَ أَهْل بَلْدَةٍ عَلَى تَرْكِهِ حَارَبَهُمُ الإِْمَامُ، كَمَا لَوْ تَرَكُوا الأَْذَانَ٠ وَهُوَ مَنْدُوبٌ فِي حَقِّ الْمَرْأَةِ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ، وَعِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ فِي رِوَايَةٍ يُعْتَبَرُ خِتَانُهَا مَكْرُمَةً وَلَيْسَ بِسُنَّةٍ، وَفِي قَوْلٍ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ: إِنَّهُ سُنَّةٌ فِي حَقِّهِنَّ كَذَلِكَ، وَفِي ثَالِثٍ: إِنَّهُ مُسْتَحَبٌّ ٠


Pendapat pertama. Golongan Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat dan menurut Imam Syafi'i merupakan pendapat syadz, dan salah satu riwayat Imam Ahmad menyatakan bahwasanya khitan hukumnya sunnah bagi laki-laki bukan wajib. Khitan tersebut termasuk bagian dari fitrah manusia, dan termasuk salah satu syiar Islam, sehingga apabila dalam suatu daerah penduduknya sepakat untuk meninggalkan khitan maka Imam berhak untuk memerangi mereka, sebagaimana hukum suatu daerah meninggalkan adzan sama sekali. Menurut madzhab Maliki khitan bagi wanita hukumnya sunnah. Menurut madzhab Hanafi dan salah satu riwayat dalam madzhab Hanbali khitan bagi wanita termasuk hal yang dimulyakan namun bukan termasuk sunnah. Menurut salah satu pendapat dalam madzhab Hanafi khitan bagi perempuan hukumnya juga sunnah. Sedangkan menurut pendapat yang ke 3 (dalam madzhab mereka) hukum khitan bagi perempuan tersebuh hanya mustahab saja (dianjurkan).


الْقَوْل الثَّانِي؛ ذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ  وَالْحَنَابِلَةُ، وَهُوَ مُقْتَضَى قَوْل سَحْنُونٍ مِنَ الْمَالِكِيَّةِ: إِلَى أَنَّ الْخِتَانَ وَاجِبٌ عَلَى الرِّجَال وَالنِّسَاءِ٠
 
Pendapat ke - 2 Menurut Madzhab Syafi'i dan Hanbali dan ini merupakan pendapat Imam Sahnun dari golongan Madzhab Maliki menyatakan hukum khitan bagi laki-laki maupun perempuan adalah wajib.


الْقَوْل الثَّالِثُ؛ هَذَا الْقَوْل نَصَّ عَلَيْهِ ابْنُ قُدَامَةَ فِي الْمُغْنِي، وَهُوَ أَنَّ الْخِتَانَ وَاجِبٌ عَلَى الرِّجَال،  وَمَكْرُمَةٌ فِي حَقِّ النِّسَاءِ وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ عَلَيْهِنَّ ٠


Pendapat ke-3 Ini merupakan pendapat yang di-nash oleh Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni menyatakan bahwa khitan bagi laki-laki hukumnya wajib, dan khitan bagi perempuan merupakan hal yang dimulyakan dan bukan termasuk kewajiban. 


نهاية الزين، الصحفة ٣٥٨

وفي الأنثى بقطع جزء يطلق عليه اسم الختان من اللحمة الموجودة بأعلى الفرج فوق ثقبة البول تشبه عرف الديك وتسمى البظر

Artinya : Dan khitan bagi wanita yaitu memotong sebagian dari daging yang berada paling atas farji, tepatnya diatas lobang keluarnya air kencing yang mana daging tadi mirip jengger ayam, dan daging tersebut dinamakan bidzir. 


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Fatimah
Alamat : Astanajapura Cirebon Jawa Barat
___________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group Telegram Tanya Jawab Hukum. 

PENASEHAT :

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Habib Abdurrahman Al-Khirid (Kota Sampang Madura)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Batu Licin Kalimantan Selatan)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Jefri Ardian Syah (Sokobanah Sampang Madura)
Perumus + Muharrir : Ust. Mahmulul Huda (Bangsal Jember Jawa Timur)
Editor : Ust. Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan (Balung Jember Jawa Timur) 
___________________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?