Hukum Bermakmum pada Imam yang Tidak Fasih Mengucapkan Lafadz Allah Sahkan Sholatnya ?


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Badrun (nama samaran) merupakan seorang tokoh yang sudah sepuh. Dia setiap 5 waktu mengimami sholat berjemaah di musholla miliknya. Setiap 5 waktu, musholla tersebut cukup ramai masyarakat yang berjemaah disana, meskipun Badrun sendiri kurang fasih dalam melafalkan lafadh Allah.

PERTANYAAN:

Sahkah mengikuti atau bermakmum pada Imam yang tidak fasih mengucapkan lafadh Allah?

JAWABAN:

Sah, apabila kekurangfasihan Imam dalam melafadkan Allah baik dalam takbiratul ihram atau dalam rukun bacaan yang lain, tidak sampai mengganti satu huruf pun dari lafazd Allah dengan huruf yang lain atau tanpa bacaan tasydid. Seperti mengganti hufuf Lam dengan huruf Wawu. Awwohu atau Alohu.

REFERENSI:

الفتاوى الفقهية الكبرى، الجزء ١ الصحفة ١٥٢

وَلَا يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَقْتَدِيَ بِمَنْ لَا يُحْسِنُ الْقِرَاءَةَ وَالْمُرَادُ بِعَدَمِ إِحْسَانِ الْقِرَاءَةِ الَّذِي الْكَلَامُ فِيهِ أَنْ يَكُونَ يُبَدِّلُ حَرْفًا بِآخَرَ أَوْ يَلْحَنُ لَحْنًا يُغَيِّرُ الْمَعْنَى أَمَّا غَيْرُ ذَلِكَ فَلَا يَمْنَعُ الْوُجُوبَ

Artinya : Tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk berjamaah dengan imam yang tidak baik bacaan Al-Qur’annya. Yang dimaksud dengan "Tidak baik bacaan Al-Qur’annya" dalam pembahasan ini adalah sekiranya ia mengganti suatu huruf dengan huruf yang lain, atau ia membaca lahn (keliru) yang mengubah terhadap makna kata. Adapun selain ketentuan di atas, maka tetap tidak mencegah terhadap wajibnya (berjamaah shalat jum’at).


 نهاية الزين، صفحة ١٢٨

أما تَكْبِيرَة الْإِحْرَام فَإِن كَانَ يخل بِهِ مَعَ الْقُدْرَة وائتم بِهِ غَيره فَإِن دخل فِي الصَّلَاة عَالما بِأَن إِمَامه يخل بِالتَّكْبِيرِ لم تَنْعَقِد وَإِن لم يعلم إِلَّا بعد فرَاغ الصَّلَاة وَجَبت الْإِعَادَة وَإِن علم فِي الْأَثْنَاء وَجب الِاسْتِئْنَاف وَلَا تَنْفَعهُ نِيَّة الْمُفَارقَة وَأما مَعَ الْعَجز فَلَا ضَرَر

Artinya : Adapun takbirotul ihram, apabila melanggar ketentuan padahal bisa, malah memakai kalimat selain takbir : apabila makmum tahu setelah masuk sholat bahwa imam melakukan kesalahan maka sholatnya batal, apabila makmum tidak tahu sampe selesai sholat, maka wajib mengulang sholat, apabila makmum tahu di pertengahan sholat maka wajib memulai dari awal dan tidak berguna niat mufatoqoh (tetap tidak sah). Apabila imam salah dalam malafadzkan takbir karena memang tidak bisa, maka tidak masalah (tetap sah bermakmum).

وَأما الْإِخْلَال فِي التَّشَهُّد فَإِن دخل الْمَأْمُوم فِي الصَّلَاة مَعَه عَالما بذلك لم تَنْعَقِد صلَاته فَإِن لم يعلم إِلَّا بعد أَن سلم لَا إِعَادَة وَإِن كَانَ قبل سَلَامه سجد للسَّهْو وَسلم وَلَا إِعَادَة أَيْضا وَإِن كَانَ فِي أثْنَاء التَّشَهُّد انتظره لَعَلَّه يُعِيدهُ على الصَّوَاب فَإِذا سلم وَلم يعده سجد الْمَأْمُوم للسَّهْو وَسلم وَإِنَّمَا سجد للسَّهْو حملا على أَنه أخل بذلك سَهوا وَمَا يبطل عمده يسن السُّجُود لسَهْوه وَحكم السَّلَام كالتشهد وَجَمِيع مَا تقرر إِنَّمَا هُوَ فِي إِبْدَال حرف بآخر أَو لحن يُغير الْمَعْنى أما مَا لَا يُغير الْمَعْنى فَلَا يضر فِي صِحَة الصَّلَاة وَلَا الْقدْوَة وَبحث الْأَذْرَعِيّ صِحَة اقْتِدَاء من يحسن نَحْو التَّكْبِير أَو التَّشَهُّد بِالْعَرَبِيَّةِ بِمن لَا يحسنها بهَا وَوَجهه أَن هَذِه لَا مدْخل لتحمل الإِمَام فِيهَا فَلم ينظر لعَجزه عَنْهَا

Adapun ketika imam melakukan kesalahan dalam bertahiyat: apabila makmum masuk sholat bareng dengan imam serta si makmum tahu bahwa imam salah dalam tahiyyat, maka batal sholatnya, apabila makmum tidak tahu sampai selesai salam, maka tidak usah diulang (sah), apabila makmum tahu sebelum salam, maka harus sujud sahwi terus salam dan tidak usah diulang, apabila makmum tahu di pertengahan tahiyat, maka makmum harus menunggu mungkin si imam akan mengulangnya menjadi benar, tetapi apabila imam salam dan tidak mengulang tahiyat maka makmum harus sujud sahwi lalu salam, adapun keharusan makmum sujud sahwi karena kemungkinan si imam lupa, sedangkan sesuatu yang membatalkan sholat karena sengaja maka sunnah untuk sujud sahwi. Adapun hukum salam seperti halnya tahiyat. Adapun seluruh ketetapan hukum ialah ketika mengganti huruf dengan huruf yang lain atau lahn sehingga bisa merubah makna, adapun ketika tidak merubah makna maka tidak masalah dalam sahnya sholat dan sahnya bermakmum. Imam adzro'ie telah membahas sah atau bolehnya orang yang baik bacaan takbir atau tahiyat dengan bahasa Arab bermakmum kepada orang yang tidak baik bacaannya. Konsepnya, hal ini tidak termasuk tanggungan imam, maka tidak ada penilaian karena imam tidak bisa takbir dan tahiyyat.

وَأما السُّورَة فَإِن كَانَ اللّحن لَا يُغير الْمَعْنى صحت صلَاته والقدوة بِهِ لكنه مَعَ التعمد وَالْعلم حرَام وَإِن كَانَ يُغير الْمَعْنى فَإِن عجز عَن التَّعَلُّم أَو كَانَ نَاسِيا أَو جَاهِلا صحت صلَاته والقدوة بِهِ مُطلقًا مَعَ الْكَرَاهَة وَلَو قيل بِحرْمَة قِرَاءَة غير الْفَاتِحَة على مثل هَذَا لم يكن بَعيدا لِأَنَّهُ لَا ضَرُورَة تَدْعُو إِلَى ذَلِك فَإِن كَانَ قَادِرًا على التَّعَلُّم وَكَانَ عَامِدًا عَالما لَا تصح صلَاته وَلَا الْقدْوَة بِهِ للْعَالم بِحَالهِ وَلَا يَصح اقْتِدَاء من يحسن الْفَاتِحَة بِمن لَا يحسن إِلَّا بدلهَا

Adapun surat, apabila lahn tidak merubah makna maka sah sholatnya dan bermakmum kepadanya akan tetapi bila disengaja dan tahu maka harom, apabila lahn merubah makna, bila memang tidak bisa belajar atau lupa & atau tidak tahu maka sah sholatnya dan bermakmum kepadanya secara mutlaq tapi makruh. Kalau dikatakan haram bacaan selain fatihah seperti contoh ini, maka pendapat itu tidak melenceng jauh, karena tidak ada keadaan darurat untuk hal tersebut, apabila bisa belajar dan dia sengaja serta tahu maka tidak sah sholatnya juga bermakmum padanya karena dia tahu dengan hal tersebut. Dan tidak sah seseorang yang baik bacaan fatihanya bermakmum pada orang yang tidak baik bacaan fatihanya kecuali baik dalam bacaan pengganti fatihah.


نهاية المحتاج، الجزء ٢ الصحفة ١٧٢-١٧٣

فإن كان في الفاتحة أو بدلها ( فكأمى) وتقدم حكمه (وإلا) بأن كان في غيرها وغير بدلها ( فتصح صلاته والقدوة به ) ومثله ما لو كان جاهلا تحريمه وعذر به أو ناسيا أنه لحن أوكونه في صلاة لأن الكلام اليسير بهذا الشرط مغتفر لايبطلها ، وعلم بما تقرر أن شرط بطلانها بالتغيير في غير الفاتحة أن يكون قادرا عالما متعمدا لأنه حينئذ كلام أجنبي ، وشرط إبطاله ذلك بخلاف ما في الفاتحة فإنه ركن ، وهو لا يسقط بنحو نسيان أو جهل ، واختار السبكي مقتضى قول الإمام ليس هذا اللاحن قراءة غير الفاتحة لأنه يتكلم بما ليس بقرآن من غير ضرورة من بطلانها مطلقا قادرا أم عاجزا

Artinya : Apabila kesalahan di dalam fatehah atau penggantinya, maka hukumnya seperti ummi dan telah lewat penjelasannya namun jika kesalahannya bukan pada surat fatehah contoh diselain fatehah atau penggantinya maka sah sholatnya dan sah juga mengikutinya contoh yang sama sebagaimana orang yang tidak tahu keharamannya, udzur atau lupa bahwasanya dia lahn (keliru) atau lupa bahwasanya dia dalam keadaan sholat karena berbicara sedikit dengan inilah syarat dimaafkan tidak membatalkan sholat. Bisa diketahui dengan apa yang ditetapkan bahwa syarat batalnya sholat sebab merubah (makna) diselain Fatihah adalah orang tersebut mampu, mengetahui, serta sengaja karena di saat mengucapkan keliru itu dia berarti berbicara selain bacaan sholat dan syarat dianggap batal adalah hal tersebut berbeda dengan Fatihah karena Fatihah merupakan rukun sholat yang mana rukun tidak akan gugur dengan sebab lupa atau tidak tahu, Imam As-subKi memilih fatwa dari Al-Imam Haramain.


الغرر البهية في شرح البهجة الوردية، الجزء ١ الصحفة ٤١٥

وَقَوْلُهُ: أَمَّا فِي غَيْرِهَا إلَخْ شَامِلٌ لِلتَّشَهُّدِ، وَلَا شَيْءَ حِينَئِذٍ فِي الِاقْتِدَاءِ لِمَنْ يُحْسِنْهُ بِمَنْ لَا يُحْسِنْهُ؛ لِأَنَّهُ لَيْسَ مِمَّا يَتَحَمَّلُهُ الْإِمَامُ، وَلَا يَحْتَاطُ لَهُ احْتِيَاطَ التَّحَرُّمِ وَالتَّحَلُّلِ بِدَلِيلِ عَدَمِ وُجُوبِ تَرْتِيبِهِ سم٠ وَفِي الْإِمْدَادِ شَرْحِ الْإِرْشَادِ لِحَجَرٍ وَالنِّهَايَةِ ل م ر بَحَثَ الْأَذْرَعِيُّ صِحَّةَ اقْتِدَاءِ مَنْ يُحْسِنُ نَحْوَ التَّكْبِيرِ، أَوْ التَّشَهُّدِ، أَوْ السَّلَامِ بِالْعَرَبِيَّةِ بِمَنْ لَا يُحْسِنُهَا بِهَا وَوَجْهُهُ أَنَّ هَذِهِ لَا مَدْخَلَ لِتَحَمُّلِ الْإِمَامِ فِيهَا فَلَمْ يَنْظُرْ لِعَجْزِهِ عَنْهَا

Artinya : Ungkapan mushonnef : Adapun di selain Fatihah (hingga selesai) mencakup tasyahud. Tidak apa-apa dalam masalah tasyahhud bagi orang yang bagus di dalam bacaannya mengikuti orang yang tidak bagus bacaannya karena tasyahud bukan termasuk bacaan yang ditanggung oleh Imam. Di dalam kitab Al-Imdad Syarah Al-Irsyad milik Imam Ibnu Hajar dan kitab An-Nihayah karya Imam Ramli : Imam Adzra'i membahas keabsahan orang yang bagus pengucapan arab semisal takbir, tasyahud, atau salam bermakmum pada orang yang tidak bagus pengucapan arabnya. Konsepnya hal tersebut tidak termasuk tanggungan imam maka tidak ada pertimbangan dalam hal itu. 

وَأَمَّا التَّشَهُّدُ فَإِنْ دَخَلَ عَالِمًا بِذَلِكَ لَمْ تَنْعَقِدْ صَلَاةُ الْمَأْمُومِ وَإِنْ لَمْ يَعْلَمْ إلَّا بَعْدَ فَرَاغِ الصَّلَاةِ وَبَعْدَ سَلَامِهِ أَيْ: الْمَأْمُومِ فَلَا إعَادَةَ، وَإِنْ كَانَ قَبْلَ سَلَامِهِ سَجَدَ لِلسَّهْوِ وَسَلَّمَ وَلَا إعَادَةَ أَيْضًا، وَإِنْ عَلِمَ فِي أَثْنَاءِ الصَّلَاةِ انْتَظَرَهُ لَعَلَّهُ يُعِيدُهُ عَلَى الصَّوَابِ فَإِذَا سَلَّمَ وَلَمْ يُعِدْهُ سَجَدَ الْمَأْمُومُ لِلسَّهْوِ أَيْضًا، وَحُكْمُ السَّلَامِ كَالتَّشَهُّدِ وَهَذَا هُوَ الْمُعْتَمَدُ مِنْ كَلَامٍ طَوِيلٍ وَقِيلَ: لَا يَضُرُّ الْإِخْلَالُ فِي الثَّلَاثَةِ الْمَذْكُورَةِ فِي صَلَاةِ الْمُؤْتَمِّ وَلَوْ كَانَ يُحْسِنُهَا؛ لِأَنَّهَا لَا دَخْلَ لِتَحَمُّلِ الْإِمَامِ فِيهَا اهـ

Adapun tasyahhud apabila makmum tahu setelah masuk sholat maka tidak sah sholatnya makmum, bila tidak tahu sampai selesai sholat dan selesai salamnya makmum, maka tidak usah diulang, bila makmum tahu sebelum salam maka harus sujud sahwi terus salam dan tidak usah mengulang sholat, apabila tahu di pertengahan sholat maka makmum harus menunggu mungkin imam akan mengulang pada yang benar, namun bila imam salam dan tidak mengulang maka makmum harus sujud sahwi juga. Adapun hukum salam seperti hukumnya tasyahhud, inilah pendapat yang mu'tamad atau kuat dari berbagai penjabaran yang panjang. Ada Qil (pendapat lemah) bahwa tidak masalah melakukan kesalahan dalam tiga hal tersebut, (takbir, tasyahhud & salam) dalam bermakmum meski makmum baik dalam bacaan tiga hal tersebut, karena tigal hal tersebut tidak masuk pada tanggungan imam.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Ari Azhari
Alamat : Samalanga Bireuen Aceh 
____________________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum

PENASEHAT :

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung Jember Jawa Timur)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Zainul Al-Qudsy (Sumber Sari Jember Jawa Timur )
Perumus + Muharrir : Ust. Mahmulul Huda (Bangsal Sari Jember Jawa Timur)
Editor : Ust. Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Ahmad Marzuki (Cikole Sukabumi Jawa Barat), Ust. Muntahal A'la Hasbullah (Giligenting Sumenep Madura)

LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://chat.whatsapp.com/ELcAfCdmm5AFXhPJdEPWT3 
____________________________________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?