Hukum Berjemaah Sedangkan Makmumnya Posisinya Mendahului (Berada Lebih Maju) dari Imam ?

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA  
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI :

Badrun yang berkesempatan menjalani ibadah umroh, tepat pada hari Jumat dia merasa janggal karena terdapat suasana berbeda sebagaimana di Indonesia tempat yang ia tinggal. Saat Dia sholat Jum'at di Masjid Nabawi melihat azan shalat Jumat sebelum masuk waktu dzuhur, begitu juga di Masjidil Haram Mekkah. Namun khutbah yang dilakukan setelah masuk waktu dzuhur. 

Selain itu para Makmun juga posisinya banyak yang berada di depan Imam dalam sholat Jum'at atau Sholat Fardlu lainnya baik di Masjid Nabawi ataupun Masjidil Haram Mekkah.


PERTANYAAN :

Bagaimana hukum berjemaah sedangkan makmumnya posisinya mendahului (berada lebih maju) di depan Imam ?

JAWABAN :

Di Tasfsil :

A. Apabila di luar Masjid Haram, maka tidak sah menurut jumhur fuqoha' (Hanafiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah) kecuali menurut Malikiyah maka hukumnya sah selama memungkinkan makmum bisa mengikuti dalam rukun-rukun sholatnya, namun makruh tanpa adanya dloruroh. 

B. Apabila di dalam Masjidil Haram, maka seluruh makmum yang menghadapnya tidak searah dengan imam, maka sholatnya sah. Apabila searah dengan imam maka sah menurut qoul qodim selama jari² kaki makmum tidak mendahului jari² kaki imam, sedangkan menurut qoul jadid sholatnya tidak sah. 

Contoh : Jika Imam di sebelah timur ka'bah, maka semua makmum yang di sebelah utara, selatan dan baratnya ka'bah sholatnya sah, meskipun lebih dekat dengan ka'bah. Adapun makmum yang searah dengan imam, maka tidak sah menurut qoul jadid. 

Catatan :

Menurut al-Madzhab (pendapat  yang ditarjih) yang menjadi tolok ukur dalam mendahului atau sejajar, ialah tumit. Sedangkan Imam Ghazali menyampaikan dalam kitab Al Wasith bahwa tolok ukurnya adalah mata kaki.

REFERENSI :

المجموع شرح المهذب- ط المنيرية، الجزء ٤ الصحفة ٢٩٩ — النووي (ت ٦٧٦)

فَإِنْ تَقَدَّمَ الْمَأْمُومُ عَلَى الْإِمَامِ فَفِيهِ قَوْلَانِ: قال في القديم لَا تَبْطُلُ صَلَاتُهُ كَمَا لَوْ وَقَفَ خَلْفَ الْإِمَامِ وَحْدَهُ: وَقَالَ فِي الْجَدِيدِ تَبْطُلُ لِأَنَّهُ وَقَفَ فِي مَوْضِعٍ لَيْسَ مَوْقِفَ مُؤْتَمٍّ بِحَالٍ فاشبه إذا وقف في موضع نجس)

Artinya : Jika posisi makmum  maju di depan imam, maka terdapat dua pendapat. Imam Syafii berpendapat dalam qoul qodim bahwa Sholatnya tidak batal seperti halnya jika makmum berada di belakang imam sendirian. Dan beliau berpendapat dalam qoul jadid bahwa sholatnya batal karena makmum berdiri di tempat yang sama sekali bukan tempat bagi seorang makmum sehingga sama dengan jika dia berdiri di tempat yang najis.

الشَّرْحُ: إذَا تَقَدَّمَ الْمَأْمُومُ عَلَى إمَامِهِ فِي الْمَوْضِعِ فَقَوْلَانِ مَشْهُورَانِ (الْجَدِيدُ) الْأَظْهَرُ لَا تَنْعَقِدُ وَإِنْ كَانَ فِي أَثْنَائِهَا بَطَلَتْ (وَالْقَدِيمُ) انْعِقَادُهَا وَإِنْ كَانَ فِي أَثْنَائِهَا لَمْ تَبْطُلْ وَدَلِيلُهُمَا فِي الْكِتَابِ وَإِنْ لَمْ يَتَقَدَّمْ لَكِنْ سَاوَاهُ لَمْ تَبْطُلْ بِلَا خِلَافٍ لَكِنْ يُكْرَهُ وَالِاعْتِبَارُ فِي التَّقَدُّمِ وَالْمُسَاوَاةِ بِالْعَقِبِ عَلَى الْمَذْهَبِ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ فَلَوْ تَسَاوَيَا فِي الْعَقِبِ وَتَقَدَّمَتْ أَصَابِعُ الْمَأْمُومِ لَمْ يَضُرَّهُ وَإِنْ تَقَدَّمَتْ عَقِبُهُ وَتَأَخَّرَتْ أَصَابِعُهُ عَنْ أَصَابِعِ الْإِمَامِ فَعَلَى الْقَوْلَيْنِ وَقِيلَ يَصِحُّ قَطْعًا حَكَاهُ الرَّافِعِيُّ وَآخَرُونَ

(Penjabaran) jika makmum mendahului imam dalam posisi sholatnya, maka terdapat 2 pendapat yang masyhur yaitu 
1. Menurut qoul jadid (ini qoul Al Adhhar) adalah sholatnya tidak sah dan jika terjadi di tengah sholat maka batal sholatnya.
2. Menurut qoul qodim adalah sah sholatnya dan jika terjadi di tengah sholat maka tidak batal. 
Dan dalil dari keduanya terdapat dalam Al Quran. 

Dan jika makmum tidak berada di depan imam akan tetapi sejajar dengannya maka tidak batal dengan tanpa khilaf tetapi dimakruhkan. Dan yang dijadikan tolok ukur dalam mendahului atau sejajar posisinya adalah dengan tumit menurut Al-Madzhab (yang ditarjih), dan dengan ini jumhur fuqoha memutuskan hukum. Maka jika sejajar tumitnya dan jarinya mendahului maka tidak berbahaya. Dan apabila tumitnya mendahului sedangkan jarinya ada di belakan jari imam maka terdapat 2 pendapat, dan dikatakan oleh sebagian ulama adalah sah. Ini diriwayatkan oleh Syekh Al Rafii dan lainnya. 

وَقَالَ فِي الْوَسِيطِ الِاعْتِبَارُ بِالْكَعْبِ وَالْمَذْهَبُ الْمَعْرُوفُ الْأَوَّلُ وَلَوْ شَكَّ هَلْ تَقَدَّمَ عَلَى إمَامِهِ فَوَجْهَانِ (الصَّحِيحُ) الْمَنْصُوصُ فِي الْأُمِّ وَبِهِ قَطَعَ الْمُحَقِّقُونَ تَصِحُّ صَلَاتُهُ قَوْلًا وَاحِدًا بِكُلِّ حَالٍ لِأَنَّ الْأَصْلَ عَدَمُ الْمُفْسِدِ (وَالثَّانِي) إنْ كَانَ جَاءَ مِنْ خَلْفِ الْإِمَامِ صَحَّتْ لِأَنَّ الْأَصْلَ عَدَمُ تَقَدُّمِهِ وَإِنْ جَاءَ مِنْ قُدَّامِهِ لَمْ يَصِحَّ عَلَى الْجَدِيدِ لِأَنَّ الْأَصْلَ بَقَاءُ تَقَدُّمِهِ هَذَا كُلُّهُ فِي غَيْرِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ 

Dan Imam Ghozali menyampaikan dalam kitab Al Wasith bahwa tolok ukurnya adalah mata kaki. Adapun Al Madzhab Al Masyhur adalah pendapat yang pertama. 

Dan apabila makmum ragu apakah dia mendahului imam dalam posisinya, maka ada 2 wajh. 
1. Yang shohih dan di nash dalam kitab Al Umm dan diputuskan oleh ulama ahli tahqiq  adalah sah sholatnya dalam situasi apa pun karena secara mendasar tidak ada hal yang merusak.
2. Menurut qoul kedua yaitu jika makmum datang dari belakang imam maka sah karena secara asal tidak mendahului imam. Dan apabila datang dari depan imam maka tidak sah menurut qoul jadid karena secara asal makmum berada di depan imam. 
Semua ini jika di luar masjidil haram. 

أَمَّا إذَا صَلَّوْا فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ فَالْمُسْتَحَبُّ أَنْ يَقِفَ الْإِمَامُ خَلْفَ الْمَقَامِ وَيَقِفُوا مُسْتَدِيرِينَ بِالْكَعْبَةِ بِحَيْثُ يَكُونُ الْإِمَامُ أَقْرَبَ إلَى الْكَعْبَةِ مِنْهُمْ فَإِنْ كَانَ بَعْضُهُمْ أَقْرَبَ إلَيْهَا مِنْهُ وَهُوَ فِي جِهَةِ الْإِمَامِ فَفِي صِحَّةِ صَلَاتِهِ الْقَوْلَانِ الْجَدِيدُ بُطْلَانُهَا وَالْقَدِيمُ صِحَّتُهَا وَإِنْ كَانَ فِي غَيْرِ جِهَتِهِ فَطَرِيقَانِ الْمَذْهَبُ الْقَطْعُ بِصِحَّتِهَا وَهُوَ نَصُّهُ فِي الْأُمِّ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ

Adapun jika di masjidil haram maka disunnahkan bagi imam untuk berdiri di belakang maqom ibrohim dan para makmum berdiri mengelilingi kabah dengan sekira imam lebih dekat ke kabah dibading makmum. Maka jika sebagian makmum lebih dekat ke kabah dibanding imamnya dalam 1 arah hadap dengan imam, maka mengenai sah atau tidak sah sholatnya terdapat 2 pendapat, yakni :
1. Menurut qoul jadid batal
2. Menurut qoul qodim sah
Dan jika tidak dalam 1 arah hadap dengan imam maka, ada 2 riwayat. Adapun Al-Madzhab adalah memastikan sahnya, dan ini telah dinash dalam kitab Al Umm dan diputuskan oleh jumhur fuqoha.


الفقه على المذاهب الاربعة، الجزء ١ الصحفة ٣٧٦

الشافعية قالوا: لا يصح تقدم المأموم على الإمام حول الكعبة إذا كانا في جهة واحدة؛ أما إذا كان المأموم في غير جهة إمامه، فإنه يصح تقدمه عليه؛ ويكره التقدم لغير ضرورة، كضيق المسجد، وإلا فلا كراهة

Artinya : Ulama Syafiiyah berpendapat : Tidak sah sholatnya makmum  yang mendahului imam dalam posisi sholatnya jika keduanya berada dalam 1 arah hadap kiblat. Adapun jika makmum berada di arah hadap yang berbeda dengan imam maka sah, namun dimakruhkan kecuali darurat seperti sempitnya masjid, jika karena darurat maka tidak makruh.


حاشية الجمل، الجزء ٥ الصحفة ١٦

وَسُنَّ أَنْ يَقِفَ إمَامٌ خَلْفَ الْمَقَامِ عِنْدَ الْكَعْبَةِ ) تَبَعًا لَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِلصَّحَابَةِ مِنْ بَعْدِهِ وَهَذَا مِنْ زِيَادَتِي
وَ ) أَنْ ( يَسْتَدِيرُوا ) أَيْ الْمَأْمُومُونَ ( حَوْلَهَا ) إنْ صَلُّوا فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ لِيَحْصُلَ تَوَجُّهُ الْجَمِيعِ إلَيْهَا
وَلَا يَضُرُّ كَوْنُهُمْ أَقْرَبُ إلَيْهَا فِي غَيْرِ جِهَةِ الْإِمَامِ ) مِنْهُ إلَيْهَا فِي جِهَتِهِ لِانْتِفَاءِ تَقَدُّمِهِمْ عَلَيْهِ وَلِأَنَّ رِعَايَةَ الْقُرْبِ وَالْبُعْدِ فِي غَيْرِ جِهَتِهِ مِمَّا يَشُقُّ بِخِلَافِ الْأَقْرَبِ فِي جِهَتِهِ فَيَضُرُّ

Artinya : Dan disunnahkan bagi imam untuk berdiri di belakang maqom Ibrohim di samping kabah karena ikut apa yang telah dilakukan Nabi Muhammad SAW dan para Sahabat setelah wafatnya Nabi. Dan disunnahkah supaya makmum berdiri mengelilingi kabah jika mereka sholat di masjidil haram supaya semua bisa menghadap kabah secara langsung. Dan keberadaan makmum yang lebih dekat ke kabah dibanding imam tidak berbahaya jika tidak berada dalam 1 arah hadap dengan imam karena tidak dianggap mendahului imam dalam posisi dan karena sulitnya menjaga jarak jauh dan dekat dengan membandingkan posisi imam di luar arah hadap imam ke kabah merupakan hal yang sulit. Berbeda halnya jika makmum lebih dekat dengan kabah dibanding imam dalam 1 arah hadap dengan imam maka berbahaya.


بغية المقتصد شرح بداية المجتهد، الجزء ٤ الصحفة ١٧٦١

وهنا يقع الخلاف في موقف المأموم من الإمام، هل يجوز أن يتقدم المأموم على الإمام أو لا؟
في هذه المسألة خلاف، وأظن أنَّ المؤلف سيعرض لها، لكن نشير إشارة يسيرة إلى أنَّ جماهير العلماء من الأحناف، والشافعية والحنابلة يقولون: لو تقدم المأموم على الإمام فسدت صلاته (١). والمالكية يجيزون ذلك، ويقولون: لو تقدم مأموم أو مأمومون على إمام لجاز ذلك (٢)٠

Artinya: Disini terjadi silang pendapat atau khilaf dalam masalah tempat ma'mun dari imam. Apakah boleh atau tidak boleh seorang makmum lebih maju dari imam ? 
Dalam masalah ini terjadi khilaf, dan saya kira sang pengarang akan menentangnya, akan tetapi kami memberikan gambaran kecil bahwa mayoritas ulama' dari kalangan madzhab Hanafi, Syafi'i dan Hambali berpendapat bahwa : apabila seorang makmum mendahului imamnya (dari aspek tempat) maka sholatnya rusak atau batal,  sedangkan kalangan madzhab malikiyah memperbolehkan hal tersebut, dan mereka berkata: apabila seorang makmum atau beberapa makmum mendahului imam maka hal itu boleh (sah sholatnya). 


الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ٦ الصحفة ٢١١


وَلاَ يَجُوزُ تَأَخُّرُ الإِْمَامِ عَنِ الْمَأْمُومِ فِي الْمَوْقِفِ عِنْدَ جُمْهُورِ الْفُقَهَاءِ (الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ) لِحَدِيثِ: إِنَّمَا جُعِل الإِْمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ (١) وَمَعْنَى الاِئْتِمَامِ الاِتِّبَاعُ، وَالْمُتَقَدِّمُ غَيْرُ تَابِعٍ٠ وَأَجَازَ الْمَالِكِيَّةُ تَأَخُّرَهُ فِي الْمَوْقِفِ إِذَا أَمْكَنَ لِلْمَأْمُومِينَ مُتَابَعَتُهُ فِي الأَْرْكَانِ، لَكِنَّهُمْ صَرَّحُوا بِكَرَاهَةِ تَقَدُّمِ الْمُقْتَدِي عَلَى الإِْمَامِ أَوْ مُحَاذَاتِهِ لَهُ إِلاَّ لِضَرُورَةٍ٠ وَالاِخْتِيَارُ فِي التَّقَدُّمِ وَالتَّأَخُّرِ لِلْقَائِمِ بِالْعَقِبِ، وَلِلْقَاعِدِ بِالأَْلْيَةِ، وَلِلْمُضْطَجِعِ بِالْجَنْبِ

Artinya: Menurut mayoritas Ulama' (Hanafiyah, Syafi'iyyah dan Hanabilah) posisi seorang imam tidak boleh lebih kebelakang dari makmum, karena ada keterangan Hadis: Sesungguhnya seseorang dijadikan imam agar supaya diikuti, sedangkan arti bermakmum adalah mengikuti, dan mendahului imam berarti tidak mengikuti. Madzhab malikiyah memperbolehkan posisi imam lebih kebelakang dari makmum ketika memungkinkan bagi makmum untuk mengikuti rukun atau gerakan imam, akan tetapi mereka menjelaskan bahwa makruh hukumnya bagi makmum mendahului imam atau sejajar dengan imam kecuali dalam keadaan darurat, bolehnya memilih antara lebih maju dan lebih kebelakang bagi yang sholat berdiri adalah tumit, untuk yang sholat duduk adalah pantat, dan untuk yang sholat dengan posisi tidur miring adalah bahu.



الفقه على المذاهب الأربعة، الجزء ١ الصحفة ٣٧٦

المالكية قالوا: لا يشترط في الاقتداء عدم تقدم المأموم على الإمام، فلو تقدم المأموم على إمامه - ولو كان المتقدم جميع المأمومين - صحت الصلاة على المعتمد على أنه يكره التقدم لغير ضرورة

Artinya: Madzhab Malikiyah berpendapat: tidak ada persyaratan dlm bermakmum seorang makmum diharuskan tidak boleh lebih maju daripada imam. Apabila makmum mendahului/lebih maju daripada imam, meskipun seluruh makmum, maka sholatnya Sah menurut pendapat yg kuat, akan tetapi dimakruhkan apabila makmum lebih maju daripada imam kecuali keadaan darurat. 


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


PENANYA:

Nama : Taufik Hidayat
Alamat : Pegantenan ,Pamekasan, Madura 
____________________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASEHAT :

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung Jember Jawa Timur)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Perumus : Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari Jember Jawa Timur)
Muharrir : Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari Jember Jawa Timur)
Editor : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Ahmad Marzuki (Cikole Sukabumi Jawa Barat), Ustadzah Lusy Windari (Jatilawang Banyumas Jawa Tengah)
____________________________________________

KETERANGAN:

1) Pengurus, adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum

2) Tim Ahli, adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada kordinator soal dengan via japri. Ya'ni tidak diperkenankan nge-share soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak bereferensi, namun tetap keputusan berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang memposting iklan / video / kalam-kalam hikmah / gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan. Sebab, akan mengganggu akan berjalannya tanya jawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?