Praktek Bagi Hasil yang Diharamkan?


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)


 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Badrun dan Badriah (nama samaran) merupakan pasangan Suami Istri yang merantau ke Jakarta. Mereka berdua saat ini bekerja di salah satu toko peracangan atau sembako di sana. Namun dalam kesepakatannya, Badrun dan Badriah akan menerima gaji atau  upah dengan kalkulasi sebagai berikut ; "Setiap hasil penjualan tiap harinya, maka 10%-nya akan dijadikan simpanan untuk dibagi dua antara pemilik toko dengan Badrun dan Badriah saat akhir bulan."

Jika hasil penjualan 3 juta pada hari tersebut, maka 300 ribu dijadikan simpanan. Jika hasil penjualan 2,5 juta pada hari yang lain, maka 250 ribu dijadikan simpanan dan seterusnya selama sebulan kemudian dibagi 2 (dua) dengan pemilik Toko. Begitulah cara pemberian ujroh pada Badrun dan Badriah dalam setiap bulannya.

Namun apabila Badrun dan Badriah suatu ketika akan berhenti bekerja pada toko tersebut, maka nilai laba barang toko tersebut akan dibagi 2 (dua). Contoh misalnya saat awal bekerja, nilai barang yang ada di toko adalah 100 juta, kemudian suatu saat ketika Badrun dan Badriah akan berhenti dari toko tersebut ternyata nilai barang yang ada di toko berjumlah 120 juta, maka 20 juta dari laba nilai barang tersebut dibagi dua, dalam hal ini Badrun dan Badriah akan mendapatkan 10 juta.

PERTANYAAN:

Halalkah upah yang diterima Badrun dan Bariyah tersebut?

JAWABAN:

Menurut pendapat Ulama' as-Syafiiyah, upah yang diterima Badrun dan Badriah haram, karena akad seperti deskripsi diatas tersebut tidak sah (ijaroh atau ju'alah fasidah), kecuali pendapat Imam Mutawalli, maka upahnya halal.

REFERENSI:

الفقه المنهجي على مذهب الإمام الشافعي،  الجزء ٦ الصحفة ١٥٠

حكم الإجارة ؛ إذا تم عقد الإجارة بتوفر أركانه وشروطه انعقد صحيحاً، وترتب عليه حكمه ـ أي أثره الشرعي ـ بمجرد انعقاده، وهو ؛ ثبوت الملك للمستأجر في منفعة المؤجَّر، وجواز تصرفه فيها واستيفائه لها٠ ثبوت الملك للمؤجَّر في الأُجرة التي هي قيمة المنفعة التي ملكها المستأجر من حين العقد الى ان قال- ويثبت الملك في الأُجرة سواء أكانت معجلة أم مؤجلة٠ وقد علمت إنه إذا كانت الإجارة ذمة لم يجز تأجيل الأُجرة، واشتُرط تسليمها في مجلس العقد٠


Artinya : Ketika akad ijaroh sudah sempurna dengan terpenuhinya rukun dan syarat-syarat ijaroh maka ijaroh tersebut menjadi sah, sehingga hukum-hukum dalam ijaroh tersebut sudah berlaku cukup hanya dengan keabsahan akad ijaroh tersebut diantaranya : Penyewa berhak mendapat manfaat perkara yang disewa, serta boleh mentasorrufkan (menggunakan)nya hingga waktu akhir sewa. Orang yang disewa berhak mendapatkan upah yang merupakan harga manfaat yang disewa oleh penyewa saat akad. Orang yang disewa memiliki hak milik pada upah baik upah langsung maupun upah yang diundur. Dan kalian mengetahui bahwasanya apabila ijaronya dzimmah (sewa-menyewa yang masih dalam tanggungan) maka upahnya tidak boleh diundur, namun disyaratkan harus langsung dibayar saat akad.  


كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار , الصحفة ٢٩٨

الْمُؤْمِنُونَ عِنْد شروطهم وَيشْتَرط فِي الْجعل أَن يكون مَعْلُوما لِأَنَّهُ عوض فَلَا بُد من الْعلم بِهِ كالأجرة فِي الْإِجَارَة فَلَو كَانَ مَجْهُولا كَقَوْلِه من رد آبقي أَو ضالتي فَلهُ ثوب أَو عَليّ رِضَاهُ وَنَحْو ذَلِك كَقَوْلِه أعْطِيه شَيْئا فَهُوَ فَاسد فَإِذا رد اسْتحق أُجْرَة الْمثل وَكَذَا لَو جعل لَهُ ثِيَاب العَبْد وَهِي مَجْهُولَة فَكَذَلِك

Artinya : Orang-orang beriman itu senantiasa memperhatikan syarat-syaratnya (janji-janjinya. Dan disyaratkan mengenai al-ja'lu (bonus) dalam keadaan ma'lum (diketahui jumlah pastinya) dikarenakan i'wad harus diketahui dengan jelas (baik ukuran maupun kadarnya) sebagaimana ujrah (upah) dalam akad ijarah. Jika ja'lu dalam keadaan majhul (tidak di ketahui jumlah pastinya / random) semisal ucapan : "Barangsiapa yang dapat mengembalikan budakku yang lari atau barangku yang hilang maka (aku beri) untuknya baju (tanpa menyebutkan jenis baju dan jumlah bajunya)" atau "maka baginya ke relaanku" dan ucapan yang semisalnya : "Aku akan memberikannya sesuatu (random)" maka aqad ju'alah dihukumi faasid (rusak/tidak sah). Jika ada yang mengembalikan barang yang hilang (semisal contoh diatas) maka orang yang mengadakan aqad ju'alah harus memberikan ujrah mitsl (bayaran/upah umum) hal ini juga berlaku bagi ja'lu (bonus sayembara/upah) yang ditetapkan dalam bentuk "pakaian budak" yang majhul (random), maka seperti itu juga. 

 وَلَو جعل مَالك الدَّابَّة الضَّالة ربعهَا أَو ثلثهَا لمن ردهَا قَالَ السَّرخسِيّ لَا يَصح وَقَالَ الْمُتَوَلِي يَصح قَالَ الرَّافِعِيّ هَذَا قريب من اسْتِئْجَار الْمُرضعَة بِجُزْء من الرَّضِيع بعد الْفِطَام وَالْحكم فِي مَسْأَلَة الرَّضِيع أَنه فَاسد كَمَا لَو اسْتَأْجرهُ على سلخ الدَّابَّة بجلدها بعد الْفَرَاغ أَو أَن لَهُ ربع الثَّوْب بعد النسج وَنَحْو ذَلِك فَإِنَّهُ فَاسد

Jika pengada aqad ju'alah (sayembara) hewan tunggangan yang hilang menetapkan ja'lu dengan ¼ atau ⅓ dari hewan yang hilang untuk orang yang mengembalikannya, maka menurut pendapat as-sarkhasi hukumnya tidak sah, sedangkan menurut pendapat al-Mutawalliy hukumnya sah. Imam ar-Rofi'i berkata : "Hal ini mendekati masalah pengupahan murdhi' (jasa menyusui) dengan bagian dari radhi' (bayi yang disusui) setelah bayi disapih. Adapun hukum tentang masalah ar-Rhaadhi' yang semisal ini adalah faasid (tidak sah) sebagaimana jika mengupahi orang yang menguliti binatang dengan bagian dari kulit setelah kulit dipisahkan dari hewan atau diupah dengan ¼ dari pakaian setelah ditenun dan akad yang sejenisnya, maka sesungguhnya hal ini adalah akad yang faasid (rusak).

وَقَالَ ابْن الرّفْعَة لَيْسَ كَمَا قَالَ الرَّافِعِيّ فَإِن فِي الرَّضِيع جعل جُزْءا مِنْهُ ملكا لَهَا بعد الْفِطَام والجزء عين والأعيان لَا تؤجل وَهنا إِن كَانَ مَوضِع الدَّابَّة مَعْلُوما وَالْعَبْد مرئياً فَالْوَجْه الصِّحَّة وَإِلَّا فَيظْهر أَنه مَوضِع الْخلاف

Dan Imam Ibnu ar-Raf'ah mengatakan : "Tidak sebagaimana apa yang disampaikan oleh Imam ar-Rafi'iy, karena sesungguhnya bayi yang menyusu telah menjadikan bagian darinya menjadi milik bagi yang menyusui setelah disapih dan bagian itu adalah suatu ain / benda, sedangkan benda tidak bisa dibagi-bagi. Dan dalam permasalahan disini, jika adanya tempat kendaraan itu diketahui dan hamba itu bisa dilihat, maka kategori ini sah jika tidak maka jelas bahwasanya status hukumnya menjadi khilaf. 


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Moh. Habibullah 
Alamat : Waru Pamekasan Madura 
____________________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum

PENASEHAT :

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung Jember Jawa Timur)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Perumus + Muharrir : Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari Jember Jawa Timur)
Editor : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan (Balung Jember Jawa Timur), Kyai Muntahal 'Ala Hasbullah (Giligenting Sumenep Madura), Ust. Rian Haerul Aprianto (Baebunta Sulawesi Selatan)

LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://chat.whatsapp.com/ELcAfCdmm5AFXhPJdEPWT3 
____________________________________________ 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?