Hukum Membawa Anak Kecil Ke Masjid

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI

Badrun (nama samaran) senantiasa ikut ayahnya untuk sholat berjemaah di Masjid. Namun Badrun terkadang tidak sholat jamaah, melainkan hanya main lari-larian bersama anak kecil lainnya. Sehingga takmir masjid menegur ayah Badrun bahwasanya jikalau ke Masjid jangan bawa anak kecil, agar jamaah yang sedang sholat tidak merasa terganggu dengan keberadaan anak yang bermain di dalam Masjid serta karena hal tersebut mencemari kemuliaan masjid, namun ayah Badruh menjawab bahwa dia membawa anaknya untuk mendidik anaknya agar anak tersebut terbiasa sholat berjemaah ke masjid sampai dia dewasa nantinya.

PERTANYAAN

Bagaimana hukum membawa anak kecil ke Masjid ?

JAWABAN :

Membawa anak kecil ke Masjid dengan tujuan agar terbiasa sholat berjemaah ke Masjid hukumnya boleh dan bahkan dianjurkan dengan syarat aman dari mengotori masjid, tidak mengganggu orang di dalam masjid dan tidak menjadikan masjid sebagai tempat bermain. Apabila tidak demikian, maka hukumnya makruh, bahkan bisa haram jika di pastikan atau disangka kuat bisa mengotori masjid dengan najis.

REFERENSI :

المجموع شرح المهذب، الجزء ٤ الصحفة ٨٦

قال الشافعي والأصحاب: ويؤمر الصبي بحضور المساجد وجماعات الصلاة ليعتادها

Artinya : Imam Syafii dan ulama pengikutnya mengatakan bahwa : Anak-anak kecil supaya diperintah agar ke masjid dan sholat jamaah supaya mereka terbiasa mengerjakannya. 


شرح النووي على مسلم، الجزء ٣ الصحفة ١٩٢

قَالَ جَمَاعَةٌ مِنْ أَصْحَابِنَا يُكْرَهُ إِدْخَالُ الْبَهَائِمِ وَالْمَجَانِينِ وَالصِّبْيَانِ الَّذِينَ لَا يُمَيِّزُونَ الْمَسْجِدَ لِغَيْرِ حَاجَةٍ مَقْصُودَةٍ لِأَنَّهُ لَا يُؤْمَنُ تَنْجِيسُهُمُ الْمَسْجِدَ وَلَا يَحْرُمُ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ طَافَ عَلَى الْبَعِيرِ وَلَا يَنْفِي هَذَا الْكَرَاهَةَ لِأَنَّهُ ﷺ فَعَلَ ذَلِكَ بَيَانًا لِلْجَوَازِ أَوْ لِيَظْهَرَ لِيُقْتَدَى بِهِ ﷺ وَاللَّهُ أَعْلَمُ

Artinya : Sekelompok ulama dari para penganut madzhab Syafii berpendapat bahwa : Makruh memasukkan hewan, orang gila, dan anak anak kecil yang belum mumayyiz ke dalam masjid jika tanpa hajat yang dibenarkan oleh syariat, hal ini karena dikhawatirkan menyebabkan masjid terkena najis sebab mereka. Dan hal ini tidak diharamkan, karena Baginda Nabi Muhammad Saw melakukan thawaf dengan naik unta. Dan hal ini tidak menghilangkan hukum makruh karena Nabi Saw melakukan itu untuk menjelaskan bahwa hal itu boleh, atau supaya bisa dilihat oleh sahabat-sahabatnya sehingga bisa diikuti oleh mereka. Wallohu A'lam.


شرح النووي على مسلم، الجزء ٤ الصحفة ١٨٧

قَوْلُهُ (كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ مَعَ أُمِّهِ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَيَقْرَأُ بِالسُّورَةِ الْخَفِيفَةِ) وَفِي رِوَايَةٍ (أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ إِنِّي لَأَدْخُلُ فِي الصَّلَاةِ أُرِيدُ إِطَالَتَهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأُخَفِّفُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ بِهِ) الْوَجْدُ يُطْلَقُ عَلَى الْحُزْنِ وَعَلَى الْحُبِّ أَيْضًا وَكِلَاهُمَا سَائِغٌ هُنَا وَالْحُزْنُ أَظْهَرُ أَيْ مِنْ حُزْنِهَا وَاشْتِغَالِ قَلْبِهَا بِهِ

Artinya : Perkataan Anas bin Malik : ( Suatu ketika Baginda Nabi mendengar tangisan anak kecil yang bersama ibunya yang sedang sholat berjamaah dengan Baginda Nabi saw, maka Baginda Nabi membaca al quran dengan surat-surat pendek) dalam riwayat lain memakai redaksi : "( Bahwasanya Baginda Nabi bersabda : " Sesungguhnya aku saat sholat berjamaah ingin memanjangkan sholat, namun aku mendengar tangisan anak kecil, akhirnya aku mempercepat sholat karena khawatir ibunya gelisah sebab tangisan anak nya tersebut). Kata "al-Wajdu" bisa dimaknai dengan kegelisahan atau rasa cinta. Kedua makna tersebut bisa digunakan pada hadit ini, namun penggunaan makna gelisah lebih kuat artinya ibunya gelisah dan hatinya terganggu dengan tangisan anak tersebut. 

 وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى الرفق بالمأمومين وسائر الاتباع ومراعاة مصلحتهم وأن لا يَدْخُلَ عَلَيْهِمْ مَا يَشُقُّ عَلَيْهِمْ وَإِنْ كَانَ يَسِيرًا مِنْ غَيْرِ ضَرُورَةٍ وَفِيهِ جَوَازُ صَلَاةِ النِّسَاءِ مَعَ الرِّجَالِ فِي الْمَسْجِدِ وَأَنَّ الصَّبِيَّ يَجُوزُ إِدْخَالُهُ الْمَسْجِدَ وَإِنْ كَانَ الْأَوْلَى تَنْزِيهُ الْمَسْجِدِ عَمَّنْ لَا يُؤْمَنُ مِنْهُ حَدَثٌ

Dalam hadits tersebut terdapat dalil yang menganjurkan agar bersikap kasih sayang terhadap para makmum dalam sholat berjamaah dan para pengikut, serta menjaga kemaslahatan mereka dan tidak memberatkan mereka meskipun itu sedikit tanpa adanya dlorurot. Dalam hadits tersebut juga terdapat dalil boleh nya para wanita berjamaah bersama para lelaki dimasjid, dan juga kebolehan mengajak anak masuk ke masjid meskipun yang lebih utama adalah membersihkan masjid dari orang-orang yang beresiko menggangu kenyamanan di masjid.


مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج، الجزء ١ الصحفة ٤٢٦

خَاتِمَةٌ: فِي أَحْكَامِ الْمَسْجِدِ يَحْرُمُ تَمْكِينُ الصِّبْيَانِ غَيْرِ الْمُمَيِّزِينَ وَالْمَجَانِينِ، وَالْبَهَائِمِ، وَالْحُيَّضِ، وَنَحْوِهِنَّ، وَالسَّكْرَانِ مِنْ دُخُولِهِ إنْ غَلَبَ تَنْجِيسُهُمْ لَهُ، وَإِلَّا كُرِهَ كَمَا يُعْلَمُ مِمَّا سَيَأْتِي إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الشَّهَادَاتِ

Artinya : Penutup : Menngenai hukum-hukum yang berkaitan dengan masjid. Diharamkan membiarkan masuknya anak anak yang belum mumayyiz, orang gila, hewan, wanita haid, orang mabuk, dan semisalnya jika di sangka kuat bisa mengotori masjid dengan najis. Dan jika pada umumnya tidak menyebabkan najis, maka makruh seperti yang insyaallah akan dibahas dalam bab Syahadat.


اﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺬﺍﻫﺐ ﺍﻻﺭﺑﻌﺔ، الجزء ١ الصحفة ٢٦١

ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻗﺎﻟﻮ: ﻳﺠﻮﺯ ﺍﺩﺧﺎﻝ ﺍﻟﺼﺒﻲ ﺍﻟﺬﻯ ﻻ ﻳﻤﻴﺰ ﻭ ﺍﻟﻤﺠﺎﻧﻴﻦ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﺍﻥ ﺍﻣﻦ ﺗﻠﻮﻳﺜﻪ ﻭ ﺍﻟﺤﺎﻕ ﺿﺮﺭ ﺑﻤﻦ ﻓﻴﻪ، ﻭ ﻛﺸﻒ ﻋﻮﺭﺗﻪ، ﻭ ﺍﻣﺎ ﺍﻟﺼﺒﻲ ﺍﻟﻤﻤﻴﺰ ﻓﻴﺠﻮﺯ ﺍﺩﺧﺎﻟﻪ ﻓﻴﻪ ﺍﻥ ﻟﻢ ﻳﺘﺨﺬﻩ ﻣﻠﻌﺒﺎ ﻭ ﺍﻻ ﺣﺮﻡ

Artinya : Ulama Syafiiyah menyampaikan bahwa : boleh memasukkan anak anak yang belum mumayyiz ke masjid jika aman dari mengotori masjid dengan najis, mengganggu orang yang hadir di masjid, dan membuka aurot. Adapun anak yang sudah mumayyiz, maka boleh memasukkannya ke masjid, kecuali jika menjadikan masjid sebagai tempat untuk bermain, maka haram.


حاشية الرملي الكبير، الجزء ١ الصحفة ١٨٦

٠(قَوْلُهُ: وَيُمْنَعُ الصِّبْيَانُ إلَخْ) أَفْتَى وَالِدُ النَّاشِرِيِّ بِأَنَّ تَعْلِيمَ الصِّبْيَانِ فِي الْمَسْجِدِ أَمْرٌ حَسَنٌ، وَالصِّبْيَانُ يَدْخُلُونَ الْمَسْجِدَ مِنْ عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إلَى الْآنَ مِنْ غَيْرِ نَكِيرٍ وَالْقَوْلُ بِكَرَاهَةِ دُخُولِ الصِّبْيَانِ الْمَسْجِدَ لَيْسَ عَلَى إطْلَاقِهِ بَلْ مُخْتَصٌّ بِمَنْ لَا يُمَيِّزُ لَا طَاعَةَ فِيهَا وَلَا حَاجَةَ إلَيْهَا وَإِلَّا فَأَجْرُ التَّعْلِيمِ قَدْ يَزِيدُ عَلَى نُقْصَانِ الْأَجْرِ بِكَرَاهَةِ الدُّخُولِ، وَالْحَاجَةُ قَدْ تَدْفَعُ الْكَرَاهَةَ كَالضَّبَّةِ الصَّغِيرَةِ لِلْحَاجَةِ

Artinya : (Anak-anak dilarang dari masjid) Walid An-Nasyiri mengeluarkan fatwa bahwa mengajar ilmu pada anak-anak di dalam masjid adalah hal yang baik. Anak-anak bebas memasuki masjid sejak era Rasulullah SAW hidup hingga kini tanpa dipermasalahkan. Pendapat yang menyatakan makruh atas masuknya anak-anak ke dalam masjid itu tidak berlaku secara mutlak. Kemakruhan ini berlaku hanya untuk anak-anak yang belum mumayyiz yang belum terbebani ibadah dan tidak ada hajat pada mereka. Dan seumpama tidak difahami seperti uraian di atas, maka pahala mengajarkan ilmu pada anak-anak itu terkadang melebihi atas berkurangnya pahala sebab kemakruhan memasuki masjid bagi anak-anak. Sedangkan disisi lain hajat itu bisa menghilangkan hukum makruh sebagaimana tambahan perak dengan komposisi kecil pada wadah dikarenakan ada hajat.


حاشيتا قليوبي وعميرة، الجزء ٢ الصحفة ١٣٤

قَوْلُهُ: (مَكْرُوهٌ) قَالَ شَيْخُنَا الرَّمْلِيُّ هِيَ كَرَاهَةُ تَحْرِيمٍ، سَوَاءٌ كَانَ لِحَاجَةٍ أَوْ لَا فَإِنْ أَمِنَ التَّلْوِيثَ فَمَكْرُوهٌ تَنْزِيهًا سَوَاءٌ كَانَ لِحَاجَةٍ أَوْ لَا أَيْضًا. وَمِثْلُ الدَّابَّةِ الصَّبِيُّ وَالْمَجْنُونُ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ: إنَّهُ مَعَ عَدَمِ أَمْنِ التَّلْوِيثِ يَحْرُمُ إنْ لَمْ تَكُنْ حَاجَةٌ وَإِلَّا كُرِهَ، وَمَعَ أَمْنِهِ إنْ لَمْ تَكُنْ حَاجَةٌ كُرِهَ وَإِلَّا فَلَا كَرَاهَةَ٠
قَوْلُهُ: (قَالَ الْإِمَامُ إلَخْ) كَذَا نَقَلَهُ عَنْهُ الشَّيْخَانِ وَأَقَرَّاهُ وَاعْتَرَضَهُ الْإِسْنَوِيُّ بِتَصْرِيحِهِمْ بِتَحْرِيمِ إدْخَالِ الصِّبْيَانِ الْمَسَاجِدَ، كَمَا نَقَلَهُ الرَّافِعِيُّ عَنْ صَاحِبِ الْعِدَّةِ، وَاعْتَرَضَهُ النَّوَوِيُّ، فَقَالَ فِي زِيَادَةِ الرَّوْضَةِ إذَا لَمْ يَغْلِبْ تَنْجِيسُهُمْ كَانَ مَكْرُوهًا. قَالَ الْإِسْنَوِيُّ: فَهَذَا صَرِيحٌ فِي التَّحْرِيمِ عِنْدَ غَلَبَةِ النَّجَاسَةِ وَالْكَرَاهَةِ عِنْدَ عَدَمِ الْغَلَبَةِ، وَأَمَّا طَوَافُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَكَانَ لِعُذْرٍ، وَهُوَ اسْتِفْتَاءُ النَّاسِ لَهُ وَتَعْلِيمُ الْمَنَاسِكِ

Artinya : Perkataan mushonnif (Makruh) Syekh Al Ramli menyampaikan bahwa hukum makruh di sisi adalah makruh tahrim, baik karena hajat maupun tidak. Jika di rasa aman dari mengotori masjid dengan najis, maka makruh tanzih, baik karena hajat maupun tidak. Dan yang sama hukumnya dengan memasukkan hewan ke dalam masjid yaitu : memasukkan anak kecil dan orang gila. Sebagian Fuqoha' berfatwa bahwa : Apabila ada kekhawatiran mengotori masjid dengan najis, maka haram jika tidak ada hajat, dan jika ada hajat maka makruh. Sedangkan jika aman dari najis, maka makruh jika tanpa hajat dan tidak makruh jika ada hajat. Perkataan mushonnif (Telah berkata Imam Haramain)  beginilah Imam Nawawi dan Imam Rofii dari beliau dan keduanya menyetujuinya. Namun Syekh Asnawi membantahnya dengan adanya penegasan dari fuqoha' dengan haramnya memasukkan anak-anak kecil ke masjid, sebagaimana yang telah dinuqil oleh Imam Rofii dari kitab Al Iddah, namun Imam Nawawi  membantah dengan narasi beliau dalam tambahan kitab Roudlotu Al Tholibin yang berbunyi "Jika pada umumnya anak-anak tersebut tidak mengotori masjid dengan najis, maka makruh.  Syekh Asnawi menyampaikan bahwa narasi tersebut dengan jelas mengharamkan masukkan anak-anak kecil dan orang gila jika pada umumnya mereka mengotori masjid dengan najis dan makruh jika tidak. Adapun thowafnya Rosululloh Saw itu dikarenakan udzur, yaitu dalam rangka menjawab pertanyaan umat dan mengajarkan manasik.



الفتاوى الفقهية الكبرى، الجزء ١ الصحفة ٦١

٠(وَسُئِلَ) وَمَتَّعَ بِحَيَاتِهِ الْمُسْلِمِينَ - عَنْ رَجُلٍ يَجْمَعُ عِدَّةً مِنْ الْأَطْفَالِ بِأَلْوَاحِهِمْ وَفُرُشِهِمْ فِي الْمَسْجِدِ لِإِقْرَائِهِمْ الْقُرْآنَ، وَتَارَةً يَرْفَعُونَ أَصْوَاتَهُمْ فَيُشَوِّشُونَ عَلَى الْمُصَلِّينَ وَكَثِيرًا يُلَوِّثُونَ الْمَسْجِدَ بِالْمِيَاهِ فَهَلْ تَعْلِيمُ الْقُرْآنِ بِالْمَسْجِدِ مِنْ حَيْثُ هُوَ حَرَامٌ أَمْ لَا؟ وَهَلْ يُمْنَعُ الْمُعَلِّمُ مِنْ ذَلِكَ وَيُمْنَعُ الْأَطْفَالُ عَنْهُ فَإِنْ لَمْ يَمْتَنِعْ عُزِّرَ أَوْ لَا ؟

Artinya : Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami ditanya tentang seseorang yang mengumpulkan beberapa anak beserta papan tulis, serta karpet mereka di dalam masjid untuk keperluan mengajar al-Qur'an, sesekali anak-anak tersebut mengeraskan suaranya sehingga mengganggu orang yang sedang sholat, dan sering juga mereka mengotori masjid dengan air. Maka apakah mengajar Al-Quran dimasjid dalam kondisi seperti itu hukum nya haram atau tidak? Dan apakah guru tersebut dilarang melakukan pengajaran dimasjid atau tidak, dan apakah anak-anak juga dilarang melakukan nya? Apabila hal itu tetap dilakukan apakah terkena ta'zir atau tidak? 

 ٠(فَأَجَابَ) فَسَّحَ اللَّهُ فِي مُدَّتِهِ إقْرَاءُ الْقُرْآنِ فِي الْمَسْجِدِ قُرْبَةٌ عَظِيمَةٌ فَفِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ «إنَّمَا بُنِيَتْ الْمَسَاجِدُ لِذِكْرِ اللَّهِ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ» قَالَ تَعَالَى: ﴿وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ﴾ [النور: ٣٦] وَهَذَا عَامٌّ فِي إقْرَاءِ الْبَالِغِينَ وَغَيْرِهِمْ بِشَرْطِهِمْ الْآتِي

Syekh Ibnu Hajar menjawab : Bahwa mengajarkan Al-Qur'an dimasjid merupakan amal untuk mendekatkan diri kepada Alloh swt yang sangat besar pahala nya, dalam hadits shohih dijelaskan : " Masjid-masjid itu dibangun semata-mata untuk tempat berdzikir kepada Allah, sholat dan membaca Al-Qur'an. Allah berfirman : " Dan di masjid-masjid tersebut dilantunkan Asma Allah swt (QS.An-Nur:36). Maka hukum di atas berlaku secara umum dalam masalah mengajarkan Al-Qur'an (di dalam masjid) baik kepada orang yang sudah baligh maupun selainnya dengan syarat-syarat yang akan dijelaskan nanti. 

وَأَمَّا مَا رَآهُ مَالِكٌ مِنْ كَرَاهَةِ الْقِرَاءَةِ فِي الْمُصْحَفِ فِي الْمَسْجِدِ، وَأَنَّهُ بِدْعَةٌ أَحْدَثَهَا الْحَجَّاجُ وَأَنْ يُقَامُوا إذَا اجْتَمَعُوا لِلْقِرَاءَةِ يَوْمَ الْخَمِيسِ أَوْ غَيْرِهِ فَهُوَ رَأْيٌ انْفَرَدَ بِهِ وَمِنْ ثَمَّ قَالَ الزَّرْكَشِيُّ هَذَا اسْتِحْسَانٌ لَا دَلِيلَ عَلَيْهِ، وَاَلَّذِي عَلَيْهِ السَّلَفُ وَالْخَلْفُ اسْتِحْبَابُ ذَلِكَ لِمَا فِيهِ مِنْ تَعْمِيرِهَا بِالذِّكْرِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ لِلْحَدِيثِ الصَّحِيحِ، أَيْ الَّذِي قَدَّمْنَاهُ هَذَا كُلُّهُ حَيْثُ كَانَ الْمُتَعَلِّمُونَ مُمَيِّزِينَ يُؤْمَنُ مِنْهُمْ تَنْجِيسُ الْمَسْجِدِ وَتَقْذِيرُهُ وَعَدَمُ التَّشْوِيشِ عَلَى الْمُصَلِّينَ

Adapun pendapat Imam Malik yang menyatakan bahwa membaca mushaf Al-Qur'an di masjid hukumnya makruh dan hal itu merupakan bid'ah yang dicetuskan oleh gubernur Hajjaj bin Yusuf, begitu juga berdiri ketika mereka berkumpul untuk membaca Al-Qur'an di hari kamis maupun selainnya. Pendapat seperti ini hanya disampaikan oleh Imam Malik saja. Karena itulah Imam Zarkasyi berkata :"Pendapat tersebut merupakan bentuk istihsan yang tidak ada dalilnya. Adapun pendapat para Ulama salaf maupun kholaf menyatakan : bahwa hal itu hukum nya sunnah karena didalam nya terdapat unsur makmurkan masjid-masjid dengan dzikir dan membaca Al-Qur'an sebagaimana keterangan dalam hadits shohih di atas. Dan hukum ini berlaku apabila para pelajar tersebut sudah mumayiz, dan tidak beresiko menajiskan maupun mengotori masjid, serta tidak mengganggu orang yang sholat di masjid. 

 فَإِنْ كَانَ فِيهِمْ غَيْرُ مُمَيِّزِينَ لَا يُؤْمَنُ تَنْجِيسُهُمْ أَوْ تَقْذِيرُهُمْ لَهُ حَرُمَ عَلَى الْمُعَلِّمِ إدْخَالُهُمْ وَعَلَى الْحَاكِمِ - وَفَّقَهُ اللَّهُ وَسَدَّدَهُ - زَجْرُهُ وَرَدْعُهُ عَنْ إدْخَالِهِ مِثْلَ هَؤُلَاءِ، وَكَذَلِكَ عَلَيْهِ نَهْيُهُ أَيْضًا عَنْ رَفْعِ الصَّوْتِ لِإِقَامَةِ صَلَاةٍ فِيهِ

Namun Apabila para pelajar tersebut belum baligh, serta tidak dirasa aman dari menajiskan dan mengotori masjid, maka haram bagi guru untuk memasukkan mereka kedalam masjid, dan hakim (pejabat yang berwenang) wajib memperingatkan dan mencegah guru memasukkan anak-anak tersebut kedalam masjid, begitu juga hakim juga melarangnya mengeraskan suara saat ada pelaksanaan sholat di Masjid.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

PENANYA :

Nama : Achmad hanif Hidayatullah 
Alamat : Kadung Kandang, Malang, Jatim
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Suhaimi Qusyairi (Ketapang, Sampang, Madura)
Wakil: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura), Ustadzah Nuurul Jannah (Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah) 
Terjemah Ibarot : Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur), Ustadzah Lusy Windari (Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)

________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?