Hukum Menikah Tampa Sepengetahuan Walinya


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Setelah berpisah dengan Suaminya, Rina (nama samaran) mulai menjalin hubungan dengan seorang lelaki yang bernama Badrun (nama samaran) yang masih berstatus suami orang. Jalinan asmara tersebut justru tidak direstui oleh Ayah Rina, dengan alasan; Badrun statusnya masih suami orang lain, dan Badrun merupakan tarikus sholat.

Bahkan hubungan Rina dengan Badrun tidak direstui oleh istri Badrun, sehingga sampai saat ini hubungan Badrun dengan istrinya berantakan sampai pisah ranjang. Akan tetapi Rina tidak menghiraukan apa yang telah terjadi antara Badrun dengan Istrinya, dibenak Rina yang ada adalah "Ia bisa memiliki Badrun seutuhnya". Akhirnya setelah sekian lama, terdengar kabar bahwa keduanya sudah menikah tanpa sepengetahuan dari Ayah Rina. Mendengar kabar tersebut, Ayah Rina sangat terkejut dan tidak setuju.

Sebetulnya Rina dan Suaminya ingin memperbarui pernikahannya, dan keduanya meminta agar supaya Ayah Rina mau menjadi Walinya. Akan tetapi permintaan tersebut ditolak oleh Ayah Rina. Bahkan Ayah Rina juga mengatakan, bahwasanya Ia tidak akan memberikan warisan pada Rina jikalau suatu saat nanti Ia meninggal dunia.!


PERTANYAAN:

Sahkah pernikahan Rina dengan lelaki tersebut tanpa sepengetahuan Ayah Rina?

JAWABAN:

Hukum pernikahan tanpa Wali adalah tidak sah. Pernikahan tanpa Wali tetapi menggunakan Wali Muhakkam adalah tidak sah kecuali memenuhi persyaratannya, akan tetapi berdosa karena melanggar aturan atau ketentuan pernikahan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Sedangkan syarat Wali tahkim (urusan pernikahan) adalah apabila :

1. Perempuan tersebut tidak memiliki Wali dan tidak ada Hakim, atau
2. Memiliki Wali tetapi Wali bepergian jauh dengan jarak masafatul qosri serta Hakim tidak mau menikahkan kecuali dengan biaya.
3. Wali Muhakkam harus diangkat oleh kedua calon mempelai laki laki dan perempuan.
4. Menurut pendapat al ashah, Muhakkam tidak harus Mujtahid melainkan harus orang yang ‘adil.
5. Dalam keadaan dhorurot atau terpaksa dan tidak memungkinkan untuk melakukan pernikahan ke KUA.

REFERENSI: 

مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج، الجزء ١٢، الصحفة ١٢٦-١٢٧

لَوْ عُدِمَ الْوَلِيُّ وَالْحَاكِمُ فَوَلَّتْ مَعَ خَاطِبِهَا أَمْرَهَا رَجُلًا مُجْتَهِدًا لِيُزَوِّجَهَا مِنْهُ صَحَّ ؛ لِأَنَّهُ مُحَكَّمٌ وَالْمُحَكَّمُ كَالْحَاكِمِ ، وَكَذَا لَوْ وَلَّتْ مَعَهُ عَدْلًا صَحَّ عَلَى الْمُخْتَارِ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُجْتَهِدًا لِشِدَّةِ الْحَاجَةِ إلَى ذَلِكَ ، وَهَذَا مَا جَرَى عَلَيْهِ ابْنُ الْمُقْرِي تَبَعًا لِأَصْلِهِ. الى ان قال - وَأَمَّا الَّذِي اخْتَارَهُ النَّوَوِيُّ أَنَّهُ يَكْفِي الْعَدَالَةُ ، وَلَا يُشْتَرَطُ أَنْ يَكُونَ صَالِحًا لِلْقَضَاءِ فَشَرْطُهُ السَّفَرُ وَفَقْدُ الْقَاضِي . وَقَالَ الْأَذْرَعِيُّ : جَوَازُ ذَلِكَ مَعَ وُجُودِ الْقَاضِي بَعِيدٌ مِنْ الْمَذْهَبِ وَالدَّلِيلُ ؛ لِأَنَّ الْحَاكِمَ وَلِيٌّ حَاضِرٌ ، وَيَظْهَرُ الْجَزْمُ بِمَنْعِ الصِّحَّةِ إذَا أَمْكَنَ التَّزْوِيجُ مِنْ جِهَتِهِ ، وَكَلَامُ الشَّافِعِيِّ مُؤْذِنٌ بِأَنَّ مَوْضِعَ الْجَوَازِ عِنْدَ الضَّرُورَةِ ، وَلَا ضَرُورَةَ مَعَ إمْكَانِ التَّزْوِيجِ مِنْ حَاكِمِ أَهْلٍ حَاضِرٍ بِالْبَلَدِ وَبَسَطَ ذَلِكَ ، وَهَذَا يُؤَيِّدُ مَا جَرَى عَلَيْهِ الْوَلِيُّ الْعِرَاقِيُّ وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ

Artinya: Berkata Asy-Syafi'iyah ; Jika Wali Khos dan Hakim tidak ada kemudian si Wanita dan tunangannya memasrahkan urusan perwaliannya kepada seorang lelaki yang mencapai derajat Mujtahid untuk menikahkannya maka hukumnya sah, karena orang tersebut menjadi pengganti Hakim, sehingga hukumnya sama dengan Hakim. Dan Demikian juga, jika Wanita tersebut bersama tunangannya memasrahkan urusan perwaliannya kepada seorang yang adil meskipun dia bukan Mujtahid, maka menurut Qoul Mukhtar hukumnya sah, karena hal ini termasuk kebutuhan yang mendesak. Adapun pendapat yang dipilih oleh Imam Nawawi adalah seorang Muhakkam cukup bersifat adil, tidak disyaratkan harus patut menjadi Qodli, namun yang terpenting adalah walinya safar dan tidak adanya seorang Qodli (pihak KUA). Imam Al Adzrai berkata : Kebolehan melakukan tahkim sementara masih ada Qodli adalah sangat jauh kebenarannya dari Madzhab, dan dalilnya Hakim adalah Wali yang ada, Namun jelas bahwa penegasan tidak sah itu apabila memungkinkan pernikahannya menempuh jalan itu. Ungkapan Imam Syafi'i memberi penjelasan bahwa kebolehan itu dalam kondisi terpaksa dan tidak ada keterpaksaan apabila memungkinkan pernikahan dilakukan pada Hakim yang ada di Daerah itu. Ini pendapat yang dikuatkan oleh Al Wali Al Iraqi dan termasuk pendapat yang bisa dijadikan pegangan.


بغية المسترشدين، الجزء ١ ،الصحفة ٤٣٥

زاد في ب: وشرط ابنا حجر وزياد في التحكيم فقد ا الخاص، فلا يجوز مع غيبته وجوّزه الأذرعي والردادلولي

Artinya: Imam Ibnu Hajar dan Ibnu Ziyad mensyaratkan kebolehan mengangkat Wali Hakim ketika tidak adanya Wali Khos sebab itu tidak boleh ketika walinya tidak ada di tempat. Dan Imam Adzro’ai dan Imam Ar Roddan membolehkannya hal tersebut.


بغية المسترشدين ، الجزء ١ الصحفة ٤٣٥

مسألة: ي غاب وليها مرحلتين ولم يكن ثم قاض صحيح الولاية بأن يكون عدلاً فقيهاً، أو ولاه ذو شوكة مع علمه بحاله بمسافة القصر حكَّمت هي والزوج عدلاً يقول كل منهما: حكمتك تزوجني من فلانة أو فلان، ولا بد من قبول المحكم على المعتمد ثم تأذن له في تزويجها

Artinya: Wali seorang Perempuan pergi dengan jarak 2 marhalah atau masafah al qosri dan di Daerah itu tidak ada Qodli yang sah kewaliannya misalnya hanya adil dan ahli fiqh. Atau diangkat oleh Pemerintah (seperti saat ini) serta diketahuinya keadaan Wali pada jarak perjalanan qosor, maka seorang perempuan tersebut dan suami (calon) mengangkat orang adil sebagai wali hakim dengan ucapan mereka berdua : "Aku mengagkat Hakim kepadamu untuk mengawinkan Ku" dari pihak laki dan perempuan. Dan harus ada penerimaan dari pihak Muhakkam menurut Qoul mu'tamad. Kemudian meminta izin dalam mengawinkannya. Benar begitu tetapi seandainya Qodli memungut uang dengan jumlah besar yang secara kebiasaan tidak bisa dipenuhi oleh dua calon suami istri, maka boleh keduanya memasrahkan urusannya kepada Lelaki merdeka lagi adil walaupun terdapat Qodli. Namun dapat diketahi bahwa seorang perempuan tidak boleh mewakilkan untuk menikahkan secara mutlak.


بغية المسترشدين، الجزء ١  الصحفة ١٨٦

وتردد فيه في التحفة، ثم مال إلى الوجوب في كل ما أمر به الإمام ولو محرماً لكن ظاهراً فقط، وما عداه إن كان فيه مصلحة عامة وجب ظاهراً وباطناً وإلا فظاهراً فقط أيضاً، والعبرة في المندوب والمباح بعقيدة المأمور، ومعنى قولهم ظاهراً أنه لا يأثم بعدم الامتثال، ومعنى باطناً أنه يأثم اهـ

Artinya: Shohibul al Thufah bimbang dalam masalah ini, kemudian Beliau condong kepada wajib dalam setiap perintah Imam sekalipun perkara haram tetap secara dhohir saja. Sementara selain perkara haram jika didalamnya mengandung kemaslahatan umum, maka wajib mentaatinya secara dhohir dan bathin, jika tidak begitu secara bathin saja. Dan yang diperhatikan dalam masalah sunnah dan mubah tergantung itiqadnya yang diperintah. Maksud perkataan Dhohir adalah tidak berdosa dengan tidak mematuhi dan sedangkan Bathin adalah berdosa bila tidak mematuhi.


 شرح الياقوت النفيس ص ٥٨٧ دار المنهاج

فالتحكيم هو ان يتفق الزوج والزوجة او غيرهما في دعوى على تحكيم شخص ليحكم في دعواهما .  وهذاالتحكيم له شروط. تارة يكون في البلد الذي هما فيه قاض مجتهد موجود فلا يجوز التحكيم  وتارة يكون القاضي قاض ضرورة كما اليوم فيجوز لهما ان يحكما رجلا مجتهدا او فقيها  وتارة يكون ببلد ليس به قاض فلهما ان يحكما عدلا ويشهدا شاهدين ويتمّ العقد واما التولية فهي تولية المرأة وحدها عدلا في تزويجها ويشترط فيها فقد الولي الخاص والعام

Artinya: Tahkim adalah kesepakatan Suami dan Istri atau lainnya untuk mengangkat seseorang sebagai Hakim dalam kepentingannya. Tahkim (mengangkat Muhakkam) memiliki beberapa ketentuan sebagai berikut: Jika di suatu Daerah terdapat seorang Qodli yang mencapai derajat Mujtahid, maka tidak boleh mengangkat Muhakkam. Jika di suatu Daerah terdapat seorang Qodli dlorurat (belum mencapai derajat mujtahid) seperti yang ada pada zaman sekarang maka boleh mengangkat Muhakkam seorang mujtahid atau faqih (orang ahli fiqh beserta dalilnya). Jika di suatu Daerah tidak terdapat Qodli sama sekali, maka boleh mengangkat Muhakkam seseorang yang adil, dan mengangkat dua saksi maka sah aqadnya. Adapun tauliyah adalah mengangkat seseorang sebagai Wali yang dilakukan oleh seorang Wanita untuk menikahkan dirinya. Dalam hal ini disyaratkan tidak adanya Wali Khos (kerabat) dan Wali 'Am (Pemerintah).


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 


 PENANYA 

Nama : Al-Wafi
Alamat : Mayang Jember Jawa Timur
_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya  Jawab Hukum.

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Asep Jamaluddin, Ust. Anwar Sadad, Ust. Zainul Qudsiy
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda,
Editor : Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan, Ust. Abd. Lathif

PENASEHAT :

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil
Gus Abd. Qodir

LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://chat.whatsapp.com/KRbPrzUz9m8GCTLzyn0b5K

_________________________


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?