Hukum Mengemis Dijadikan Profesi


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

DESKRIPSI:

Jarwo (nama samaran) hidup di sebuah Desa yang penduduknya mempunyai kebiasaan (tradisi) meminta-minta (ngemis) ke Rumah-rumah. Tradisi ini bagi mereka dianggap sebagai profesi. Siapapun yang mau berkeluarga di Desa tersebut, terutama dari pihak Perempuan, harus berani dan mempunyai mental meminta-minta (ngemis). Adapun yang diminta mereka terkadang berupa beras, jagung dan juga terutama uang.

Mereka tidak meminta-minta terhadap Orang-orang yang berada di Desa itu, melainkan pada Desa atau Kabupaten diluarnya. Padahal notabene mereka mampu untuk bekerja seperti kebanyakan Orang-orang pada umumnya, namun karena sifat malas dan sudah menjadi tradisi, mereka tetap melestarikan kebiasaan tersebut. Padahal Rumah-rumah mereka terkadang lebih mewah dan bagus daripada Orang-orang yang dipintai oleh mereka.

Tak pelak bagi Orang-orang yang tahu terhadap tradisi "Ngemis" di Desa Jarwo tersebut, terkadang meskipun memberi apa yang diminta oleh mereka (para pengemis) tersebut, tetapi sambil mengatakan, "Kerja aja lah, jangan ngemis begitu, dirimu kan masih sehat dan masih bisa kerja,  kemana-mana jangan cuma bisanya minta-minta begitu.

PERTANYAAN:

Bagaimana pandangan Syar'i terhadap orang yang menjadikan perbuatan "Ngemis" sebagai profesi, sedangkan Dia mampu untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya?

JAWABAN:

Menjadikan "Ngemis" sebagai profesi bagi orang yang mampu bekerja adalah haram bila disertai dengan menghinakan diri dan idza' (menyakiti) orang yang dimintai. Karena secara fiqh hukum asal dari meminta-minta (ngemis) adalah haramA. dapun dalam keadaan dharurah seperti kondisi kelaparan atau hajat misalnya tidak punya kemampuan untuk bekerja, maka mengemis hukumnya boleh. Sedangkan mengemis dalam kondisi tidak ada hajat yang medorongnya adalah makruh bila tidak disertai menghinakan diri.

REFERENSI:

إحياء علوم الدين، الجزء ٤ الصحفة ٢١٠

بيان تحريم السؤال من غير ضرورة وآداب الفقير المضطر فيه. اعْلَمْ أَنَّهُ قَدْ وَرَدَتْ مَنَاهٍ كَثِيرَةٌ فِي السؤال وتشديدات وورد فيه أيضاً ما يدل على الرخصة إذ قال صلى الله عليه وسلم للسائل حق ولو جاء على فرس وفي الحديث ردوا السائل ولو بظلف محرق


Artinya : Penjelasan tentang keharaman meminta-minta dalam kondisi tidak darurat serta penjelasan tentang adab orang faqir yang dalam kondisi darurat. Ketahuilah bahwasanya terdapat banyak hadits yang melarang meminta-minta, bahkan sangat melarang keras, namun juga ada hadist yang menunjukkan keringanan yang membolehkan meminta-minta. Nabi bersabda : "Orang yang meminta-minta memiliki hak (untuk diberi) meskipun Dia datang dengan mengendarai Kuda". Dalam hadist lain Nabi bersabda : "Berilah orang yang meminta-minta meskipun hanya berupa Kuku Kambing atau Sapi yang telah dibakar.


ولو كان السؤال حراماً مطلقاً لما جاز إعانة المتعدي على عدوانه والإعطاء إعانة فالكاشف للغطاء فيه أن السؤال حرام في الأصل وإنما يباح بِضَرُورَةٍ أَوْ حَاجَةٍ مُهِمَّةٍ قَرِيبَةٍ مِنَ الضَّرُورَةِ فإن كان عنها فهو حرام


Jikalau memang meminta-minta itu hukumnya haram secara mutlak, maka tentunya tidak boleh Seseorang menolong Orang yang dilanggar HAM-nya untuk melawan musuhnya, sedangkan  memberi itu sendiri merupakan salah satu bentuk dari menolong. Adapun keterangan yang gamblang adalah bahwasanya meminta-minta hukum asalnya adalah haram, meminta-minta itu diperbolehkan jika sebab dlorurot, atau kebutuhan yang sangat penting / mendesak yang hampir mencapai kondisi dlorurot. Maka apabila masih jauh dari kondisi dlorurot, meminta-minta hukumnya haram.

وإنما قلنا إن الأصل فيه التحريم لأنه لا ينفك عن ثلاثة أمور محرمة


Dasar kami mengatakan bahwa hukum asal meminta-minta itu haram adalah karena meminta-minta itu sendiri tidak lepas dari 3 (tiga) perkara yang diharamkan yaitu :


الأول إظهار الشكوى من الله تعالى إذ السؤال إظهار للفقر وذكر لقصور نعمة الله تعالى عنه وهو عين الشكوى وكما أن العبد المملوك لو سأل لكان سؤاله تشنيعاً على سيده فكذلك سؤال العباد تشنيع على الله تعالى وهذا ينبغي أن يحرم ولا يحل إلا لضرورة كما تحل الميتة



1. Tampak mengeluh (sambat : bhs jawa) terhadap pemberian Allah, karena meminta-minta itu merupakan bentuk menampakkan kemiskinan, dan menyebut-nyebut sedikitnya nikmat Allah yang diberikan padanya, dan ini merupakan bentuk mengeluh yang sesungguhnya. Gambaran hal ini sebagaimana seorang budak yang meminta-minta / mengemis tentunya hal ini mencemarkan nama baik Sayyid-nya, begitu juga jika seorang hamba meminta-minta itu merupakan bentuk pencemaran nama baik Allah (seolah-olah menganggap Allah tidak mengurusi hambanya). Hal ini sebaiknya diharamkan dan tidak dihalalkan kecuali karena dlorurot sebagaimana dihalalkannya bangkai ketika dlorurot.

الثاني أن فيه إذلال السائل نفسه لغير الله تعالى وليس للمؤمن أن يذل نفسه لغير الله بل عليه أن يذل نفسه لمولاه فإن فيه عزه فأما سائر الخلق فإنهم عباد أمثاله فلا ينبغي أن يذل لهم إلا لضرورة وفي السؤال ذل للسائل بالإضافة إلى المسئول


2. Dalam perbuatan mengemis atau meminta-minta tersebut terdapat unsur menghinakan diri pengemis itu sendiri terhadap selain Allah, sedangkan seorang Mukmin tidak selayaknya menghinakan dirinya kepada selain Allah, namun sebaliknya, hendaknya justru Dia harus menghinakan dirinya dihadapan Allah karena dalam hal itu terdapat kemulyaan dirinya. Adapun menghinakan diri kepada makhluk, maka sesungguhnya mereka juga sama-sama hamba Allah, sama seperti Dia, maka tidak selayaknya Dia menghinakan dirinya dihadapan mereka kecuali karena dlorurot. Sesungguhnya dalam mengemis, didalamnya terdapat unsur menghinakan diri pengemis terhadap orang yang dimintainya.


الثالث أنه لا ينفك عن إيذاء المسئول غالباً لأنه ربما لا تسمح نفسه بالبذل عن طيب قلب منه فإن بذل حياء من السائل أو رياء فهو حرام على الآخذ وإن منع ربما استحيا وتأذى في نفسه بالمنع إذ يرى نفسه في صورة البخلاء ففي البذل نقصان ماله وفي المنع نقصان جاهه وكلاهما مؤذيان والسائل هو السبب في الإيذاء والإيذاء حرام إلا بضرورة



3. Si pengemis, pada umumnya tidak akan lepas dari sikap yang menyakiti orang yang dimintai, karena terkadang seseorang yang memberi merasa berat untuk memberi dengan kerelaan hatinya, sehingga apabila Dia memberi sebenarnya karena malu (tak enak hati) dengan pengemis, atau karena riya' (gengsi), maka dalam hal ini haram hukumnya bagi si-peminta / pengemis menerima pemberian itu. Disisi lain apabila Dia tidak memberi terkadang Dia merasa malu, dan tak enak hati, karena terkesan seperti orang yang bakhil. Dua kondisi diatas itu merupakan bentu menyakiti (terhadap si-pemberi) dan si-pengemislah yang menjadi penyebabnya, sedangkan menyakiti orang lain itu harom kecuali karena dlorurot.

موعظة المؤمنين من إحياء علوم الدين، صفحة ٢٩٧

نَعَمْ يُبَاحُ السُّؤَالُ بِضَرُورَةٍ أَوْ حَاجَةٍ مُهِمَّةٍ قَرِيبَةٍ مِنَ الضَّرُورَةِ


Artinya : Ya, Memang benar mengemis itu harom namun mengemis itu diperbolehkan jika karena dlorurot, atau karena kondisinya sangat butuh, yang kondisinya hampir mencapai dlorurot.


فَالضَّرُورَةُ كَسُؤَالِ الْجَائِعِ عِنْدَ خَوْفِهِ عَلَى نَفْسِهِ مَوْتًا أَوْ مَرَضًا، وَسُؤَالُ الْعَارِي وَبَدَنُهُ مَكْشُوفٌ لَيْسَ مَعَهُ مَا يُوَارِيهِ، وَهُوَ مُبَاحٌ مَا دَامَ السَّائِلُ عَاجِزًا عَنِ الْكَسْبِ فَإِنَّ الْقَادِرَ عَلَى الْكَسْبِ وَهُوَ بَطَّالٌ لَيْسَ لَهُ السُّؤَالُ إِلَّا إِذَا اسْتَغْرَقَ طَلَبُ الْعِلْمِ أَوْقَاتَهُ


Adapun kondisi dlorurot contohnya seperti: Mengemisnya orang yang kelaparan karena khawatir mati atau sakit. Mengemisnya orang yang telanjang dada, yang tidak punya pakaian untuk menutupi badannya. Mengemis dalam kondisi seperti ini hukumnya boleh dengan syarat Dia memang tidak mampu bekerja, karena sesungguhnya orang yang mampu bekerja namun Dia pengangguran, maka Dia tidak boleh meminta-minta, kecuali apabila Dia menghabiskan waktunya untuk mencari ilmu maka hukumnya boleh.


وَأَمَّا الْمُسْتَغْنِي فَهُوَ الَّذِي يَطْلُبُ الشَّيْءَ وَعِنْدَهُ مِثْلُهُ وَأَمْثَالُهُ، فَسُؤَالُهُ حَرَامٌ قَطْعًا


Adapun orang yang kaya yaitu orang yang memilki apa yang Dia perlukan maupun kebutuhan lainnya (berkecukupan) maka bisa dipastikan bahwa hukum meminta-minta / mengemis baginya adalah haram.


وَأَمَّا الْمُحْتَاجُ حَاجَةً مُهِمَّةً فَكَالْمَرِيضِ الَّذِي يَحْتَاجُ إِلَى دَوَاءٍ، وَكَمَنَ لَهُ جُبَّةٌ لَا قَمِيصَ تَحْتَهَا فِي الشِّتَاءِ وَهُوَ يَتَأَذَّى بِالْبَرْدِ، وَكَمَنَ يَسْأَلُ الْكِرَاءَ لِفَرَسٍ٠

Adapun orang yang sangat membutuhkan contohnya : Orang sakit yang butuh obat (tidak mampu membayar pengobatan) Orang yang memiliki jubah tapi tidak memiliki baju, sehingga disaat di musim dingin tubuhnya terasa sakit. Orang yang meminta-minta untuk ongkos sewa naik kendaraan.


وَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَأْخُذَ مَا يَعْلَمُ أَنَّ بَاعِثَهُ الْحَيَاءُ فَإِنَّهُ حَرَامٌ مَحْضٌ، وَمَا يَشُكُّ فِيهِ فَلْيَسْتَفْتِ قَلْبَهُ فِيهِ، وَلْيَتْرُكْ حَزَازَ الْقَلْبِ فَإِنَّهُ الْإِثْمُ، وَلْيَدَعْ مَا يَرِيبُهُ إِلَى مَا لَا يَرِيبُهُ


Dan tidak seyogyanya menerima bantuan yang diketahui faktornya disebabkan rasa malu (sungkan / gak enak hati) maka menerima pemberian itu hukumnya haram murni. Adapun pemberian yang masih diragukan faktornya, maka hendaklah bertanya pada hati nuraninya, dan tinggalkanlah perkara yang menyakitkan hati, karena sesungguhnya hal itu dosa. Dan tinggalkanlah apa yang diragukan oleh hati serta ikutilah apa yang diyakini hati. 


وَإِدْرَاكُ ذَلِكَ بِقَرَائِنِ الْأَحْوَالِ سَهْلٌ عَلَى مَنْ قَوِيَتْ فِطْنَتُهُ وَضَعُفَ حِرْصُهُ وَشَهْوَتُهُ فَإِنْ قَوِيَ الْحِرْصُ وَضَعُفَتِ الْفَطِنَةُ تَرَاءَى لَهُ مَا يُوَافِقُ غَرَضَهُ فَلَا يَتَفَطَّنُ لِلْقَرَائِنِ الدَّالَّةِ عَلَى الْكَرَاهَةِ


Adapun cara mengetahui hal tersebut dengan melihat tanda-tanda sikap (si-pemberi) itu sangat mudah, bagi orang yang kuat pemahamannya, dan tidak rakus. Namun apabila Dia sangat tamak dan rakus, serta tidak faham maka Dia akan mengikuti keinginannya, sehingga tidak mau memahami tanda-tanda yang menunjukkan pemberian tersebut diberikan dengan rasa benci (berat hati).


وَبِهَذِهِ الدَّقَائِقِ يَطَّلِعُ عَلَى سِرِّ قَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ»٠


Dengan keterangan yang detail ini, terlihatlah hikmah sabda Nabi yang menyatakan : "Sesungguhnya sebaik-baiknya perkara yang dimakan seseorang adalah sesuatu yang dihasilkan dari jerih payah kerjanya".


وَقَدْ وَرَدَ فِي وَعِيدِ مَنْ يَسْأَلُ وَهُوَ غَنِيٌّ قَوْلُهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَنْ سَأَلَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ مِنْهُ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ»٠


Dan sungguh terdapar keterangan tentang ancaman bagi orang yang mengemis padahal Dia kondisinya kaya (cukup), Nabi bersabda : "Barang siapa yang meminta-minta sedangkan Dia kaya (cukup) maka sesungguhnya Dia meminta bara Api Neraka, silahkan saja apakah Dia mau minta sedikit bara api atau banyak".


وَقَدْ وَرَدَ فِي حَدِّ الْغِنَى الْمُحَرِّمِ لِلسُّؤَالِ آثَارٌ مُخْتَلِفَةٌ مُتَنَوِّعَةٌ، يُمْكِنُ تَنْزِيلُهَا عَلَى اخْتِلَافِ أَحْوَالِ الْمُحْتَاجِينَ، إِذِ الْحَاجَةُ لَا تَقْبَلُ الضَّبْطَ فَأَمْرُهَا مَنُوطٌ بِاجْتِهَادِ الْعَبْدِ وَنَظَرِهِ لِنَفْسِهِ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ تَعَالَى، فَيَسْتَفْتِي فِيهِ قَلْبَهُ، وَيَعْمَلُ بِهِ إِنْ كَانَ سَالِكًا طَرِيقَ الْآخِرَةِ. نَسْأَلُهُ تَعَالَى حُسْنَ التَّوْفِيقِ بِلُطْفِهِ


Dan sungguh terdapat keterangan dari atsar Shohabat yang bermacam-macam yang menjelaskan batasan kriteria kaya yang diharamkan untuk mengemis, yang memungkinkan untuk menempatkannya sesuai dengan perbedaan kondisi orang yang membutuhkan, karena kritetia hajat (kebutuhan) itu bersifat relatif tidak bisa ditentukan. Jadi kondisi hajat tersebut diserahkan pada ijtihad orang itu sendiri, serta pandangan Dia terhadap kondisi dirinya sendiri dihadapan Allah, dalam hal tersebut hendaknya Dia mempertimbangkan hukumnya berdasar hatinya, serta mengamalkan apa yang diyakini hatinya apabila memang Dia benar-benar orang yang menempuh jalan Akhirat. Dan kita memohon pertolongan kepada Allah semoga kita mendapat petunjuk yang baik dengan sifat sayangnya Allah.


النجم الوهاج في شرح المنهاج، الجزء ٦ الصحفة ٤٧٨

تنبيه ؛ اقتضى إطلاقه الحل ولو بالسؤال، ولا خلاف في تحريم السؤال على الغني بمال، وكذا بكسب على الأصح؛ ففي (صحيح مسلم): (من سأل أموال الناس تكثرًا إنما يسأل جمرًا) ومعنى تكثرًا؛ أي: من غير حاجة، بل ليكثر ما عنده من المال، ومعنى جمرًا أي: يعذب به يوم القيامة، والسؤال لغير حاجة مكروه٠ وقال ابن الصلاح: السؤال حرام مع التذلل والإلحاح وإيذاء المسؤول


Artinya : Kemutlakan bolehnya orang kaya menerima shodaqoh itu seolah-olah memberikan kesimpulan halalnya menerima shodaqoh tersebut meski dengan mengemis, padahal tidak ada ikhtilaf Ulama' dalam keharaman memgemis bagi orang yang kaya baik dengan harta maupun dengan bekerja menurut qoul Ashoh. Dalam Shohih Muslim disebutkan : "Barang siapa yang meminta-minta harta Manusia karena untuk memperbanyak harta, maka sesungguhnya Dia meminta bara api Neraka". Adapun Makna dari تكثرا adalah bukan karena sangat membutuhkan tapi karena ingin memperbanyak hartanya.Adapun makna dari جمرا adalah  dia diazab sebab harta tersebut dihari kiamat nanti. Adapun meminta-minta tanpa sebab hajat, hukumnya makruh. Ibnu Sholah berkata : meminta-minta hukumnya haram apabila disertai dengan Menghinakan diri, Berulang - ulang, Menyakiti perasaan orang yang dimintai.


  والله أعلم بالصواب

و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

PENANYA

Nama : Taufik Hidayat
Alamat : Pegantenan Pamekasan Madura
_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WA Tanya  Jawab Hukum.

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Asep Jamaluddin, Ust. Anwar Sadad, Ust. Zainul Qudsiy
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda,
Editor : Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan, Ust. Abd. Lathif

PENASEHAT :

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil
Gus Abd. Qodir

LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://t.me/joinchat/ER-KDnY2TDI7UInw

_________________________


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?