Hukum Suami Menolak Ajakan Jima' Istri


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

DESKRIPSI:

Qomar (nama samaran) mempunyai Istri yang saat ini sedang hamil 5 Bulan. Namun meskipun Istrinya dalam keadaan hamil, Qomar tetap Istiqomah memberikan nafkah bathin (menjima') Istrinya tersebut seminggu dua kali. Dan juga kadang si Istri yang mengajak atau minta terlebih dahulu untuk dijima'.

Namun apabila Istrinya menolak dengan alasan sedang tidak Mut  tidak bergairah) untuk dijima', maka Qomar mengancam Istrinya dengan tidak akan memberikan nafkah atau uang belanja lagi padanya.

PERTANYAAN:

Bagaimana hukumnya Suami menolak saat si Istri minta dijima'?

JAWABAN:

Suami boleh menolak permintaan Istri untuk dijima'. Namun apabila penolakan tersebut menyebabkan si Istri berlaku maksiat, seperti terjerumus dalam perzinahan, maka Suami berdosa atas penolakan tersebut.

REFERENSI:

الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، الجزء ٩ الصحفة ٦٨٤٤ 

إعفاف الزوجة أو الاستمتاع ؛ الى ان قال٠وقال الشافعي: لايجب إلا مرة؛ لأنه حق له، فجاز له تركه كسكنى الدار المستأجرة، ولأن الداعي إلى الاستمتاع الشهوة والمحبة، فلا يمكن إيجابه، والمستحب ألا يعطلها، ليأمن الفساد


Artinya : Diantara kewajiban Suami adalah menjaga kehormatan Istri maupun beristimta' dengan Istri -sampai pada ucapan- Imam Syafi'i berkata : "Suami hanya wajib beristimta' atau menjima' Istri satu kali saja, karena jima' tersebut merupakan hak Suami, maka Dia boleh meninggalkan jima' berikutnya, hal ini seperti hukum menempati Rumah sewaan dan juga karena faktor adanya istimta' tersebut adalah adanya syahwat (keinginan) dan juga rasa cinta. Maka tidak mungkin mewajibkan hal tersebut. Adapun sunnahnya adalah hendaknya Suami tidak menganggurkan si Istri (jadi yang lebih sunnah adalah menjima'nya) supaya si Istri aman dari perbuatan yang rusak (dalam arti supaya tidak menyeleweng semisal selingkuh ataupun zina dll).


الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، الجزء ٩ الصحفة ٦٥٩٩

حكم الاستمتاع أو هل الوطء واجب ؟ الى ان قال- وقال الشافعية: ولا يجب عليه الاستمتاع إلا مرة؛ لأنه حق له، فجاز له تركه كسكنى الدار المستأجرة، ولأن الداعي إلى الاستمتاع الشهوة والمحبة، فلا يمكن إيجابه، والمستحب ألا يعطلها. لقول رسول الله صلّى الله عليه وسلم لعبد الله بن عمرو بن العاص: «أتصوم النهار ؟ قلت: نعم، قال: وتقوم الليل؟ قلت: نعم، قال: لكني أصوم وأفطر، وأصلي وأنام، وأمسّ النساء، فمن رغب عن سنتي فليس مني» ولأنه إذا عطلها لم يأمن الفساد ووقع الشقاق


Artinya : Hukum istimta' ataupun jima' bagi Suami apakah wajib ?-sampai pada ucapan-Imam Syafi'i berkata : "Suami hanya wajib beristimta' atau menjima' Istri satu kali saja, karena jima' tersebut merupakan hak Suami, maka Dia boleh meninggalkan jima' berikutnya, hal ini seperti hukum menempati rumah sewaan dan juga karena faktor adanya istimta' tersebut adalah adanya syahwat (keinginan) dan juga rasa cinta. Maka tidak mungkin mewajibkan hal tersebut. Adapun sunnahnya adalah hendaknya Suami tidak menganggurkan si istri (jadi yang lebih sunnah adalah menjima'nya) Hal ini berdasar sabda Rasulullah Saw terhadap Abdullah bin Amr bin al- Ash : Rosululloh bertanya : "Apakah kamu selalu berpuasa sepanjang hari ?" Aku menjawab : Iya. Rosulullsh Saw bertanya lagi : "Apakah kamu beribadah sepanjang malam ? Aku menjawab : Iya. Lalu Rosululloh Saw bersabda : "Aku sendiri berpuasa namun juga berbuka (dalam arti tidak terus menerus setiap hari berpuasa), Aku sholat namun Aku juga tidur (untuk beristirahat), Aku juga mengumpuli Istri, maka barang siapa yang tidak suka terhadap sunnahku, maka Dia bukan termasuk golonganku (dalam arti menyelisihi sunnah Nabi)". Disamping itu apabila Dia membiarkan Istrinya (tidak mengumpuli Istrinya) maka hal itu bisa mengakibatkan Istrinya terjerumus dalam kerusakan (menyeleweng) disamping itu juga bisa mengakibatkan perceraian.

حواشي الشرواني، الجزء ٧ الصحفة ٢١٨

قوله (ولا يجب عليه الخ) مستأنف وقوله وطؤها أي وإن كانت بكرا فلو علم زناها لو لم يطأ فالقياس وجوب الوطء دفعا لهذه المفسدة لا لكونه حقا لها اه‍


Artinya : Dan tidak wajib bagi Suami untuk menjima' Istri, meskipun Istrinya tadi masih perawan, maka seandainya Dia tahu apabila si-Istri akan terjerumus kedalam zina apabila Suami tidak menjima'nya, maka secaya qiyas, hukum menjima' Istrinya tersebut adalah wajib. Jima' ini diwajibkan karena untuk menolak mafsadah bukan karena jima' merupakan hak Istri.


  والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

PENANYA:

Nama : Ari Azhari
Alamat : Aceh Darussalam
_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WA Tanya  Jawab Hukum.

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Asep Jamaluddin, Ust. Anwar Sadad, Ust. Zainul Qudsiy
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda,
Editor : Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan, Ust. Abd. Lathif

PENASEHAT :

Habib Abdullah bin Idrus bin Agil
Gus Abd. Qodir

_________________________


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?