Hukum Mengusir Ibu Tiri Durhakakah?
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
DESKRIPSI:
Syanti (nama samaran) merupakan seorang Istri yang kedua dari Doni (nama samaran) yang sejak sebulan yang lalu Syanti hidup menderita dan kembali ke Rumahnya sendiri. Hal ini disebabkan karena seminggu setelah meninggalnya sang Suami (Doni), Syanti diusir oleh Anak-anak Doni dari Istri pertamanya. Anak-anak Doni tidak ingin jika Syanti mendapatkan harta peninggalan dari Doni, sedangkan Doni sendiri meninggalkan Tirkah yang cukup banyak, karena Dia merupakan orang Kaya di Kampungnya.
PERTANYAAN:
Apakah Anak-anak Doni dikategorikan sebagai Anak durhaka karena telah mengusir Syanti yang merupakan Ibu tiri bagi mereka?
JAWABAN:
Anak anak tersebut dikatagorikan durhaka kepada orang tua (Doni) namun tidak dianggap durhaka kepada Syanti, kecuali jika Syanti juga merupakan Bibinya. Karena arti dari berbakti kepada Orang tua adalah menyambung silaturrohim kepada Orang yang dicintai Bapaknya yang sudah meninggal.
Namun demikian sayogyanya bagi Doni untuk selalu berbuat dan berperilkau baik kepada Syanti yang merupakan orang yang dicintai Bapaknya.
REFERENSI:
مرقاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح، الجزء ٧ الصحفة ٣٠٨٤
ثُمَّ الْمَعْنَى: أَنَّ مِنْ جُمْلَةِ الْمَبَرَّاتِ الْفُضْلَى مَبَرَّةَ الرَّجُلِ مِنْ أَحِبَّاءِ أَبِيهِ، فَإِنَّ مَوَدَّةَ الْآبَاءِ قَرَابَةُ الْأَبْنَاءِ
Artinya : Adapun makna hadist tersebut adalah : Bahwasanya termasuk diantara bentuk berbakti kepada Orang tua yang utama adalah berbuat baik terhadap Orang yang dicintai oleh Orang tuanya (misalnya teman baik mereka), karena sesungguhnya orang yang dicintai oleh orang tua ibarat menjadi kerabat bagi Anak-anaknya.
وَخُلَاصَتُهُ أَنَّهُ إِذَا غَابَ الْأَبُ أَوْ مَاتَ يَحْفَظُ أَهْلَ وُدِّهِ وَيُحْسِنُ إِلَيْهِمْ، فَإِنَّهُ مِنْ تَمَامِ الْإِحْسَانِ إِلَى الْأَبِ
Kesimpulannya adalah apabila ketika Orang tua tiada atau pun sudah meninggal, si Anak tersebut masih mau menjaga hubungan baik dengan Orang yang dicintai Ayah / Ibunya, serta berbuat baik pada mereka, maka hal itu merupakan bentuk berbuat baik kepada Orang tua yang sangat utama.
وَإِنَّمَا كَانَ أَبَرَّ ; لِأَنَّهُ إِذَا حَفِظَ غَيْبَتَهُ فَهُوَ يَحْفَظُ حُضُورَهُ أَوْلَى، وَإِذَا رَاعَى أَهْلَ وُدِّهِ فَكَانَ مُرَاعَاةُ أَهْلِ رَحِمِهِ أَحْرَى٠
Mengapa hal itu tergolong bentuk kebaikan yang sangat utama ? Alasannya karena apabila ketika Orang tuanya telah meninggal Dunia saja Dia masih mau menjaga hubungan baiknya, apalagi dimasa hidup Orang tuanya, tentu Dia akan lebih menjaga hubungan baik tersebut. Dan apabila Dia menjaga hubungan baik dengan orang yang dicintai orang tuanya (misalnya teman akrab mereka yang nota bene adalah orang lain), maka tentunya Dia harus lebih menjaga hubungan baik dengan sanak kerabat mereka.
فيض القدير، الجزء ١ الصحفة ١٥١
و) الثانية (عقوق الوالدين) أي مخالفتهما أو إيذائهما أو أحدهما والمراد من له ولادة وإن علا من الجهتين وألحق بهما الزركشي الخالة والعمة٠
روضة الطالبين وعمدة المفتين،الجزء ٥ الصحفة ٣٨٩
الْخَامِسَةُ: بِرُّ الْوَالِدَيْنِ مَأْمُورٌ بِهِ، وَعُقُوقُ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مُحَرَّمٌ مَعْدُودٌ مِنَ الْكَبَائِرِ بِنَصِّ الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ، وَصِلَةُ الرَّحِمِ مَأْمُورٌ بِهَا
Artinya : Yang ke 5 berbakti kepada kedua Orang tua merupakan hal yang diperintahkan, dan durhaka kepada keduanya merupakan hal yang dilarang, serta tergolong dosa besar berdasarkan nash hadits sohih. Begitu juga memyambung tali silaturrahim dengan sanak saudara juga merupakan hal yang diperintahkan.
فَأَمَّا بِرُّهُمَا، فَهُوَ الْإِحْسَانُ إِلَيْهِمَا، وَفِعْلُ الْجَمِيلِ مَعَهُمَا، وَفِعْلُ مَا يَسُرُّهُمَا مِنَ الطَّاعَاتِ لِلَّهِ تَعَالَى، وَغَيْرِهَا مِمَّا لَيْسَ بِمَنْهِيٍّ عَنْهُ وَيَدْخُلُ فِيهِ الْإِحْسَانُ إِلَى صَدِيقِهِمَا، فَفِي «صَحِيحِ مُسْلِمٍ» أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: إِنَّ مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ أَنْ يَصِلَ الرَّجُلُ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ٠
Adapun yang dimaksud berbakti kepada keduanya adalah berbuat baik kepada keduanya dan membagusi mereka, serta melakukan hal ketaatan kepada Allah yang bisa membahagiakan keduanya dan hal-hal lain yang tidak dilarang. Dan termasuk dalam kategori berbakti kepada kedua Orang tua adalah berbuat baik kepada sahabat karib keduanya, dalam Sohih Muslim disebutkan bahwasanya Rosululloh bersabda : "Bahwasanya termasuk sebaik-baik kebaikan yaitu apabila seseorang menyambung silaturrohim dengan orang yang dicintai (sahabat karib) Orang tuanya.
وَأَمَّا الْعُقُوقُ، فَهُوَ كُلُّ مَا أَتَى بِهِ الْوَلَدُ مِمَّا يَتَأَذَّى [بِهِ] الْوَالِدُ، أَوْ نَحْوُهُ تَأَذِّيًا لَيْسَ بِالْهَيِّنِ، مَعَ أَنَّهُ ليس بِوَاجِبٍ. وَقِيلَ: تَجِبُ طَاعَتُهُمَا فِي كُلِّ مَا لَيْسَ بِحَرَامٍ، فَتَجِبُ طَاعَتُهُمَا فِي الشُّبُهَاتِ٠
Adapun yang dimaksud durhaka kepada kedua Orang tua adalah setiap tingkah laku Anak yang dapat menyakiti hati Orang tua atau apapun semisalnya yang bukan hanya sekedar menyakiti (namun sangat menyakitkan hati keduanya) meskipun disebabkan karena tidak menuruti hal yang tidak wajib. Ada yang berpendapat bahwasanya : "Wajib mentaati kedua Orang tua asal bukan berupa perkara yang haram. Berdasar hal ini maka wajib taat kepada keduanya meskipun berupa hal yang syubhat.
فيض القدير، الجزء ٣ الصحفة ٥٠٢
(الخالة بمنزلة الأم ق ت عن البراء د عن علي)
٤١٢٤ - (الخالة بمنزلة الأم) في الحضانة عند فقد الأم وأمهاتها لأنها تقرب منها في الحنو والشفقة والإهتداء إلى ما يصلح الولد٠
"Bibi (dari jalur Ibu) memiliki kedudukan seperti Ibu" dalam hukum hadlonah (hak asuh anak) ketika Ibu dan Nenek si-Anak tidak ada. Karena secara kepribadian, Bibi lebih mirip dengan Ibu dari sisi rasa kasih sayang, dan suka mengarahkan kepada hal yang maslahat bagi Anak.
ولا حجة فيه لزاعم أن الخالة ترث لأن الكلام في كونها مثلها في استحقاق الحضانة كما تقرر
Dan dalam hadist tersebut tidak ada hujjah yang bisa digunakan oleh orang yang salah dalam memahami makna hadist tersebut, Dia menyangka bahwa secara hukum, Bibi (dari jalur Ibu) bisa mewarisi harta keponakannya. Mengapa demikian ? Karena hukum yang dibicarakan dalam hadist tersebut adalah tentang kesamaan Bibi dan Ibu dari sisi sama-sama memiliki hak hadlonah (hak asuh anak) sebagaimana hukum yang telah ditetapkan.
ولا يقدح في حضانتها كونها متزوجة بمن له دخل في الحضانة بالعصوية وهو ابن العم واستنبط منه أن الخالة مقدمة على العمة في الحضانة وأخذ من هذا الحديث وما قبله الذهبي أن عقوق الخالة كبيرة
Dan tidak menjadi sebuah cacat dalam hak asuh Bibi (dari jalur Ibu), jika kondisi si-Bibi tersebut menikah dengan orang yang sama-sama memiliki hak asuh sebab adanya hubungan ashowiyyah (sanak akibat hubungan pernikahan) dalam hal ini adalah Anak Paman (dari jalur Ayah). Dari hadist tersebut ditetapkanlah hukum bahwasanya Bibi dari jalur Ibu itu lebih dimenangkang hak asuhnya daripada Bibi dari jalur Ayah. Dan dari hadist ini serta hadist sebelumnya, Imam Dzahabi memgambil kesimpulan hukum bahwasanya durhaka kepada Bibi dari jalur Ibu merupakan perbuatan dosa besar.
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
MUSYAWWIRIN :
Member Group WA Tanya Jawab Hukum.
PENGURUS :
Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin
TIM AHLI :
Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Asep Jamaluddin, Ust. Anwar Sadad, Ust. Zainul Qudsiy
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda,
Editor : Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan, Ust. Abd. Lathif
PENASEHAT :
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil
Gus Abd. Qodir
LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://t.me/joinchat/ER-KDnY2TDI7UInw
_________________________
Komentar
Posting Komentar