Hukum Memandikan Mayit di Malam Hari ?

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Disebuah Desa ada orang meninggal setelah Magrib, lalu keluarga mayit sepakat untuk memandikannya pada malam hari dengan alasan banyak kerabat dan tetangga yang datang untuk membacakan Al-Qur'an. Setelah semuanya siap, datang seorang Ustadz lalu melarang bahwa mayit tidak boleh dimandikan di malam hari jika proses penguburannya dilakukan pada pagi harinya.

PERTANYAAN:

Apakah dibenarkan tindakan keluarga tersebut (memandikan mayit malam hari dan menguburkannya pada siang hari) dengan alasan agar banyak yang membacakan Al-Qur'an di dekat mayit sebelum dikuburkan ?

JAWABAN:

Dibenarkan, karena disunnahkan untuk menyegerakan memandikan mayit dengan alasan apapun, dan bahkan diwajibkan apabila dikhawatirkan mayit telah berubah/rusak. 

Sedangkan mengakhirkan mengubur mayit di siang hari adalah boleh juga apabila mengandung kemaslahatan. Seperti menunggu kehadiran keluarga dekatnya dan banyaknya orang yang mensholati.

REFERENSI:

تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي، الجزء ٣ الصحفة ٩٧

وَيُبَادَرُ) بِفَتْحِ الدَّالِ (بِغَسْلِهِ إذَا تُيُقِّنَ مَوْتُهُ) نَدْبًا إنْ لَمْ يُخْشَ مِنْ التَّأْخِيرِ وَإِلَّا فَوُجُوبًا كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ وَذَلِكَ لِأَمْرِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِالتَّعْجِيلِ بِالْمَيِّتِ وَعَلَّلَهُ بِأَنَّهُ «لَا يَنْبَغِي لِجِيفَةِ مُؤْمِنٍ أَنْ تُحْبَسَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ أَهْلِهِ» رَوَاهُ أَبُو دَاوُد 

Artinya: Disunnahkan bersegera memandikan mayit ketika yakin sudah meninggal jika tidak khawatir berubah sebab diakhirkan dan jika khawatir maka wajib segera dimandikan, sebagaimana yang sudah jelas. Dan hal itu karena ada perintah dari Rasulullah untuk mempercepat prosesnya penanganan mayit dan beliau (Baginda Nabi saw) memberikan alasan bahwasannya " Tidak seyogyanya mayit orang mukmin di tahan di tengah-tengah keluarganya). HR. Abu Dawud..


الفقه الاسلامی وادلتها ، الجزء ٢ الصحفة ١٤٨٣

ولا بأس ان ينتظر بالجنازة مقدار ما يجتمع لها جماعة لدعاء له في الصلاة عليه ما لم يخف عليه او يشق على الناس

Artinya: Dan tidak masalah untuk menunggu pengurusan janazah perkiraan jarak yang bisa mengumpulkan jamaah, untuk mendoakannya di dalam shalat janazah selama tidak dikhawatirkan berubahnya mayit atau memberatkan jamaah yang hadir.


توضيح الأحكام من بلوغ المرام، الجزء ٣ الصحفة ٢١٥

الإسراع بالجنازة هنا يشمل الإسراع في تجهيزها ودفنها فهو أعم من أن يكون الإسراع في حمله إلى القبر - الى أن قال – هذا إن لم يكن في تأخيرها مصلحة من حضور الأقارب ونحوهم أو يكون مات في حادث جنائي يتطلب بقاء جثة الميت للتحقيق في أمرها، فإن حقق التأخير مصلحة ظاهرة فلا بأس ببقائها لا سيما مع وجود الأماكن المبردة التي تحفظ الجسد من الفساد

Artinya: Mempercepat pengurusan janazah di sini mencakup mempercepat dalam mentajhiz dan menguburnya karena ini lebih umum daripada mempercepat dalam membawanya ke kuburan -sampai perkataan- hal ini apabila dalam mengakhirkan tidak mengandung maslahat seperti hadirnya kerabat atau semisalnya atau si mayit mati sebab tindak kriminal yang menuntut dibiarkannya bangkai mayit karena untuk membuktikan urusannya. Maka apabila dengan mengakhirkan terbukti adanya maslahat yang jelas, maka tidak masalah dengan membiarkannya terutama apabila ada tempat-tempat yang dingin (semisal frezer) yang bisa untuk mengawetkan jasadnya dari kerusakan.


الموسوعة الفقهية الكويتية،الجزء ١٠ الصحفة ١٢
  
تَأْخِيرُ دَفْنِ الْمَيِّتِ - ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إِلَى كَرَاهَةِ تَأْخِيرِ دَفْنِ الْمَيِّتِ، وَيُسْتَثْنَى مِنْ ذَلِكَ مَنْ مَاتَ فَجْأَةً أَوْ بِهَدْمٍ أَوْ غَرَقٍ، فَيَجِبُ التَّأْخِيرُ حَتَّى يَتَحَقَّقَ الْمَوْتُ. وَقَال الشَّافِعِيَّةُ: يَحْرُمُ تَأْخِيرُ الدَّفْنِ، وَقِيل: يُكْرَهُ، وَاسْتَثْنَوْا تَأْخِيرَ الدَّفْنِ إِذَا كَانَ الْمَيِّتُ بِقُرْبِ مَكَّةَ أَوِ الْمَدِينَةِ أَوْ بَيْتِ الْمَقْدِسِ، نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ، فَيَجُوزُ التَّأْخِيرُ هُنَا لِدَفْنِهِ فِي تِلْكَ الأَْمْكِنَةِ٠ قَال الإِْسْنَوِيُّ: وَالْمُعْتَبَرُ فِي الْقُرْبِ مَسَافَةٌ لاَ يَتَغَيَّرُ فِيهَا الْمَيِّتُ قَبْل وُصُولِهِ


Artinya: mengakhirkan penguburan mayit: Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah berpendapat makruhnya mengakhirkan penguburan mayit, dikecualikan dari itu orang yang mati mendadak, sebab reruntuhan atau tenggelam, maka wajib mengakhirkannya sampai betul-betul dipastikan meninggal dunia. Syafi'i yah berkata: bahwa mengakhirkan penguburan hukumnya adalah haram. Dalam pendapat lemah : hukumnya adalah makruh, Syafi'iyah mengecualikan mengakhirkan penguburan apabila mayit tersebut berada di dekat kota Makkah, Madinah atau Baitul Maqdis. Imam Syafi'i menegaskan bahwa boleh mengakhirkan penguburan mayit untuk tujuan dipindah di ketiga kota suci tersebut. Imam Al-Isnawi berkata: Adapun yang dianggap dekat adalah perjalanan dalam jarak yang tidak sampai menyebabkan berubahnya mayit sebelum sampai di kota suci tersebut.


الفقه الإسلامي وادلته، الجزء ٢ الصحفة ١٥٤

والأفضل أن يعجل بتجهيز الميت ودفنه من حين موته، للحديث المتقدم ؛ «أسرعوا بالجنازة، فإن كانت صالحة فخير تقدمونها إليه، وإن كانت غير ذلك فشر تضعونه عن رقابكم» واستثنى المالكية الغريق فإنه يستحب عندهم تأخير دفنه مخافة بقاء حياته٠

Artinya: Adapun yang paling utama adalah bersegera mentajhiz dan mengubur mayit dari masa kematiannya karena ada hadits yang telah lewat (percepatlah menguburkan jenazah, apabila jenazah tersebut adalah jenazah yang baik, maka kalian telah menyegerakannya kepada kebaikan (kenikmatan), dan apabila jenazah tersebut tidak seperti itu (jenazah yang buruk) maka kalian (bersegeralah) meletakkan keburukan tersebut dari pundak kalian). Sedangkan Malikiyah mengecualikan orang yang tenggelam, maka menurut Malikiyah sesungguhnya disunnahkan mengakhirkan penguburannya (orang yang tenggelam) khawatir kondisinya masih hidup. 


حاشية الجمل على شرح المنهج، الجزء ٢ الصحفة ١٣٧

قَوْلُهُ أَيْضًا لِأَنَّ الْمَيِّتَ لَا يُقْرَأُ عَلَيْهِ) أَيْ خِلَافًا لِابْنِ الرِّفْعَةِ حَيْثُ مَنَعَ التَّأْوِيلَ وَأَبْقَى الْحَدِيثَ عَلَى ظَاهِرِهِ وَمَنَعَ ذَلِكَ بِأَنَّ الْمَيِّتَ فِي سَمَاعِ الْقُرْآنِ كَالْحَيِّ لِأَنَّهُ إذَا صَحَّ السَّلَامُ عَلَيْهِ فَالْقُرْآنُ أَوْلَى اهـ. ح ل وَكَلَامُهُ ظَاهِرٌ قَالَ م ر وَكَانَ مَعْنَى لَا يُقْرَأُ عَلَى الْمَيِّتِ أَيْ قَبْلَ دَفْنِهِ لِاشْتِغَالِ أَهْلِهِ بِتَجْهِيزِهِ الَّذِي هُوَ أَهَمُّ اهـ. وَيُؤْخَذُ مِنْ الْعِلَّةِ أَنَّهُمْ لَوْ لَمْ يَشْتَغِلُوا بِتَجْهِيزِهِ كَأَنْ كَانَ الْوَقْتُ لَيْلًا سُنَّتْ الْقِرَاءَةُ عَلَيْهِ اهـ. ع ش وَقَرَّرَهُ شَيْخُنَا ح ف٠

Artinya: Perkataan mushonnif sesungguhnya tidak boleh dibacakan al-qur'an kepada mayit). Ini berbeda dengan pendapat Ibnu Rif'ah yang mana beliau tidak mau menta'wilkan hadits dan membiarkan hadist tetap pada makna dzohirnya. Beliau melarang menta'wilkan karena sesungguhnya mayit itu dalam mendengar al-qur'an seperti orang yang hidup. Jika mengucapkan salam kepada mayit dibenarkan, maka bagi mayit al-Qur'an itu lebih utama. Telah selesai kalamnya Imam Al-Halaby dan kalamnya jelas. Imam Ar-Ramli berkata yang dimaksud tidak dibacakan al-qur'an bagi mayit adalah ketika sebelum dikuburkan, karena sibuknya keluarga mayit dengan proses penanganan (mayit) karena itu yang lebih penting. Dan diambil dari illat tersebut sesungguhnya apabila keluarga mayit tidak sibuk dengan proses mentajhiznya seperti berada di malam hari, maka disunnahkan untuk membacakan al-Qur'an di dekatnya. Telah selesai kalamnya As-Sibramalisy, dan guru kita Imam Al-Hifny telah merestuinya. 

وَعِبَارَةُ شَرْحِ م ر وَلَك أَنْ تَقُولَ لَا مَانِعَ مِنْ إعْمَالِ اللَّفْظِ فِي حَقِيقَتِهِ وَمَجَازِهِ فَحَيْثُ قِيلَ بِطَلَبِ الْقِرَاءَةِ عَلَى الْمَيِّتِ كَانَتْ يس أَفْضَلَ مِنْ غَيْرِهَا أَخْذًا بِظَاهِرِ هَذَا الْخَبَرِ وَكَانَ مَعْنَى لَا يُقْرَأُ عَلَى الْمَيِّتِ أَيْ قَبْلَ دَفْنِهِ إذْ الْمَطْلُوبُ الْآنَ الِاشْتِغَالُ بِتَجْهِيزِهِ٠

Adapun penjelasan Imam Ar-Ramli engkau berkata tidak ada yang mencegah dari mengamalkan lafadz dalam haqiqat dan majaznya, maka sekiranya dikatakan dengan tuntutan membaca Al-Qur'an bagi mayit maka membaca Ya Siin itu lebih utama dari selainnya karena mengambil dzohirnya hadist ini, sedangkan makna tidak dibacakan al-qur'an bagi mayit adalah sebelum dikuburkan karena tuntutannya sekarang adalah menyibukkan dengan proses mentajhiznya


الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ١٨ الصحفة ٨

قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ عِنْدَ الْمَيِّتِ ؛ - تُكْرَهُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ عِنْدَ الْمَيِّتِ حَتَّى يُغَسَّل٠الى ان قال-  وَذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ لاَ يُقْرَأُ عِنْدَ الْمَيِّتِ قَبْل الدَّفْنِ لِئَلاَّ تَشْغَلَهُمُ الْقِرَاءَةُ عَنْ تَعْجِيل تَجْهِيزِهِ، خِلاَفًا لاِبْنِ الرِّفْعَةِ وَبَعْضِهِمْ، وَجَوَّزَهُ الرَّمْلِيُّ بَحْثًا. أَمَّا بَعْدَ الدَّفْنِ فَيُنْدَبُ عِنْدَهُمْ.

Artinya: Pembacaan Al-Qur'an di sisi mayit. Menurut Hanafiyah makruh membacakan Al-Qur'an di sisi mayit sehingga dimandikan -sampai pada ucapan- Ulama' Syafi'iyyah berpendapat bahwa jangan dibacakan Al-Quran di dekat mayit sebelum dikuburkan agar tidak menghalangi proses penanganan (mayit). Ini berbeda dengan pendapat Ibnu Al-Rif’ah dan sebagian Ulama' lainnya, dan Imam Al-Ramli yang memilih untuk membolehkannya. Adapun setelah dikuburkan, maka disunnahkan membacakan Al-Quran menurut Ulama' Syafiiyah.


الموسوعة الفقهية الكويتية ، الجزء ٣٩ الصحفة ٤١٦

نَصَّ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ عَلَى أَنَّهُ يُكْرَهُ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ عَلَى الْمَيِّتِ بَعْدَ مَوْتِهِ وَقَبْل غَسْلِهِ

Artinya : Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat tentang makruhnya membacakan Al-Qur'an atas mayit setelah meninggal dan belum dimandikan.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

PENANYA:

Nama : Hosiyanto Ilyas 
Alamat : Jrengik Sampang Madura
____________________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASEHAT :

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung Jember Jawa Timur)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Perumus : KH. Abdurrohim (Maospati Magetan Jawa Timur)
Muharrir : Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari Jember Jawa Timur)
Editor : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Ibrahim Al-Farisi (Tambelangan Sampang Madura)
____________________________________________

Keterangan :

1) Pengurus, adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum

2) Tim Ahli, adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada kordinator soal dengan via japri. Ya'ni tidak diperkenankan nge-share soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak bereferensi, namun tetap keputusan berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang memposting iklan / video / kalam-kalam hikmah / gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan. Sebab, akan mengganggu akan berjalannya tanya jawab. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?