Hukum Seorang Kiyai, Ustadz, Habib Menerima Uang Dari Capres Yang Tujuannya Agar Dirinya Dido'akan

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)


 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Baleho-baleho sudah banyak terpampang di jalan raya, hal ini merupakan tanda bahwa Tahun 2024 nanti akan diselenggarakan sebuah pesta demokrasi yang kebetulan Badrun (nama samaran) duduk sebagai calon presiden, sebelum pesta rakyat tersebut dilaksanakan.

Badrun jauh-jauh hari melakukan kampanye religi, sowan ke pelbagai kiai, hingga pelosok lingkungan masyarakat bawah dan negeri, begitu juga rivalnya yang juga melakukan safari politik sebagaimana Badrun.


Namun ada capres yang unik, mereka memberikan bakso secara cuma-cuma (sedekah) kepada halayak umum yang lewat di jalan raya. Mereka memberikan bakso dengan mangkok yang bergambarkan capres dan bertuliskan nama capres serta nomer pilih capres, mereka mengatakan kepada orang yang diberi bahwa pemberian ini murni sedekah, tidak ada iming-iming untuk memilih capres tersebut. 

PERTANYAAN:

Bolehkah seorang Kiyai, Ustadz, Habib menerima uang dari capres yang tujuannya agar dirinya dido'akan?

JAWABAN:

Seorang Kiyai, Ustadz, Habib menerima uang dari capres yang tujuannya agar dirinya dido'akan hukumnya ditafsil :

1) Jika Capres atau Caleg datang ke Kyai tersebut minta dukungan, maka haram hadiahnya.

2) Jika datang sekedar minta restu dan doa, maka halal jika sebelumnya dia sudah biasa datang dan kasih hadiah, dan haram jika sebelumnya tidak biasa kasih hadiah.

REFERENSI:

إعانة الطالبين، الجزء ٤ الصحفة ٣٦١

وحرِّمَ قبولَهُ أيّ القاضي (هديةَ من لا عادةَ لَهُ بِهَا قبلَ ولايةٍ) أو كانَ له عادةٌ بها لكنهُ زادَ في القدرِ أو الوصفِ (إن كانَ في محلِهِ) أي محلِ ولايتِهِ (و) هديةُ (مَنْ لَهُ خصومةٌ) عندَه أو مَنْ أحسَّ مِنهُ بأنه سَيُخاصِمُ وإنِ اعتادَها قبلَ ولايتِهِ لأنها في الأخيرةِ تدعو إلى الميلِ إليهِ وفي الأولى سَبَبُها الولاَيةُ وقد صحتِ الأخبارُ الصحيحةُ بتحريمِ هدايا العمال 

Haram bagi Qodli ( hakim) menerima hadiah dari : Orang yang tidak biasa memberi hadiah kepada si hakim saat dia belum menduduki jabatan tersebut. Orang yg sebelum nya telah biasa memberi hadiah kepadanya, hanya saja saat dia menjadi hakim, orang itu memberi hadiah kadar ukurannya melebihi batas kebiasaan nya sebelum si hakim menjabat, atau hadiah itu lebih bagus kualitas barang nya. Keharaman menerima hadiah itu berlaku apabila si pemberi ada dalam daerah wewenang jabatan si hakim. Orang yang kasus hukum nya sedang dia tangani, atau hadiah dari orang yang diindikasi di waktu yang akan datang dia akan menjalani persidangan yang dia tangani, meskipun orang tersebut sudah biasa memberi hadiah pada si hakim sebelum dia menjadi hakim. Alasan keharaman menerima hadiah dari 2 orang yg disebutkan pada contoh nomor 3 adalah : Untuk contoh kedua, alasannya karena hadiah yang dia berikan kepada si hakim akan membuat kecondongan hati hakim kepada si pemberi. Untuk contoh pertama, alasannya dikarenakan si hakim sedang menjabat. 
Sedang kan sungguh telah banyak sekali penjelasan dlm hadis-hadis shohih yang memgharamkan menerima hadiah bagi para Ummal (Petugas zakat).

وإلا بأنْ كَانَ من عادتِه أَنه يُهدى إليهِ قبلَ الولايةِ ولو مرةً فقط أو كانَ في غيرِ محلّ ولايتِهِ أو لم يزدْ المهدي على عادتِهِ ولا خُصومَة لَهُ حاضرة ولا مترقبة جازَ قبولَهُ

Dan apabila tidak seperti diatas, semisal contoh : Seseorang yg sudah penya kebiasaan memberi hadiah kepada si hakim sebelum dia menjabat menjadi hakim, meskipun hanya pernah memberi satu kali saja. Atau si pemberi hadiah merupakan orang yang berada si luar kekuasaan jabatan nya. Atau si pemberi tidak memberikan hadiah melebihi kadar atau kualitas dari hadiah biasanya. Atau si pemberi tidak memiliki kasus yang sedang ditangani hakim. Atau si pemberi tidak memiliki kasus yang akan di tangani si hakim. Maka dalam kondisi seperti ini hakim boleh/halal menerima hadiah dari si pemberi.



روضة الطالبين وعمدة المفتين، الجزء ١١، تلصحفة ١٤٤

فرع قد ذكرنا أن الرشوة حرام مطلقا والهدية جائزة في بعض فيطلب الفرق بين حقيقتيهما مع أن الباذل راض فيهما والفرق من وجهين أحدهما ذكره ابن كج أن الرشوة هي التي يشرط على قابلها الحكم بغير الحق أو الامتناع عن الحكم بحق والهدية هي العطية المطلقة٠

Artinya : (Sub Masalah) Telah kami jelaskan bahwa tindakan suap menyuap hukumnya haram secara mutlak. Sedangkan hadiah pada beberapa kondisi itu boleh. Karenanya dituntut membedakan antara substansi kedua hal itu besertaan kerelaan si pemberi pada keduanya. Adapun perbedaannya bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, disebutkan oleh Ibn Kajj, bahwa sungguh suap adalah bila si penerimanya disyaratkan memutuskan hukum yang tidak benar, atau mencegah keputusan hukum yang benar, sedangkan hadiah adalah pemberian bersifat mutlak.


والثاني قال الغزالي "في الإحياء" ؛ المال إما يبذل لغرض آجل فهو قربة وصدقة وإما لعاجل وهو إما مال فهو هبة بشرط ثواب أو لتوقع ثواب وإما عمل فإن كان عملا محرما أو واجبا متعينا فهو رشوة وإن كان مباحا فإجارة أو جعالة وإما للتقرب والتودد إلى المبذول له فإن كان بمجرد نفسه فهدية وإن كان ليتوسل بجاهه إلى أغراض ومقاصد فإن كان جاهه بالعلم أو النسب فهو هدية وإن كان بالقضاء والعمل فهو رشوة


Kedua, dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din al-Ghazali berkata: “Harta diberikan adakalanya untuk maksud ukhrawi, yaitu pemberian yang dimaksud untuk taqarrub dan sedekah. Dan adakalanya untuk tujuan duniawi yang adakalanya berupa harta, yaitu pemberian dengan syarat imbalan atau mengharap imbalan. Dan adakalanya berupa perbuatan. Jika perbuatan tersebut merupakan perbuatan haram atau perbuatan yang sifatnya wajib ‘ain, maka pemberian itu adalah suap. Jika perbuatan tersebut bersifat mubah, maka pemberian itu adalah ijarah atau ju’alah. Dan adakalanya pemberian itu dimaksud untuk tujuan pendekatan atau mencari simpati dari pihak yang diberi. Dalam hal ini jika yang dimaksud sekedar pribadi orangnya, maka itu adalah hadiah, namun jika yang dimaksud agar menjadi sarana melalui kedudukan si penerima untuk tujuan dan maksud tertentu, maka jika kedudukannya berupa keilmuan atau keturunan, maka itu adalah hadiah, akan tetapi jika kedudukannya berupa keputusan hukum atau suatu pekerjaan, maka itu adalah suap.


والله أعلم بالصواب

و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

PENANYA

Nama : Ginanjar 
Alamat : Gondang Legi Malang Jawa Timur
__________________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASEHAT :

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung Jember Jawa Timur)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Umbul Sari Jember Jawa Timur), Ust. Faisol Umar Rozi (Proppo Pamekasan Madura) 
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Perumus : Ust. Arif Mustaqim (Sumbergempol Tulungagung Jawa Timur), KH. Abdurrohim (Maospati Magetan Jawa Timur)
Muharrir : Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari Jember Jawa Timur)
Editor : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura), Nurul Jannah (Tegalrejo Megelang Jawa Tengah) 
Terjemah Ibarot : Gus Robbit Subhan (Balung Jember Jawa Timur)

________________________________________

Keterangan :

1) Pengurus, adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum

2) Tim Ahli, adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada kordinator soal dengan via japri. Ya'ni tidak diperkenankan nge-share soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak bereferensi, namun tetap keputusan berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang memposting iklan / video / kalam-kalam hikmah / gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan. Sebab, akan mengganggu akan berjalannya tanya jawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?