Manakah Yang Lebih Diutamakan Antara Perintah Ibu Dan Ayah ?
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم و رحمة الله وبركاته
DESKRIPSI:
Memiliki anak penghafal Al-Qur’an dan menjadi penghafal Al-Qur'an adalah cita-cita sebagian umat Islam. Sebagaimana cita-cita Badriah (nama samaran) yang teringat perkataan ayahnya sebelum meninggal dunia. Pada saat itu ayahnya berkata, "Jangan menikah dulu sebelum lulus MA dan hafal 30 juz Al-Qur'an." Begitulah ungkapan ayahnya.
Namun, setelah beberapa bulan, cita-cita itu mulai redup di benak Badriah setelah ibunya berkata padanya, "Jangan dengarkan kata ayahmu!" Begitulah ungkapan ibunya. Badriah sebagai wanita polos merasa dilema dan bingung. Perkataan mana yang harus ia ikuti dan dijadikan peta arah dalam kehidupannya ke depan. Hingga pada suatu waktu, dia bermimpi bertemu ayahnya dengan raut wajah kecewa kepadanya.
PERTANYAAN:
Manakah yang lebih diutamakan untuk diikuti dan ditaati bagi Badriah dalam perspektif syariat seperti deskripsi di atas ? Apakah keinginan si ibu agar Badriah segera menikah atau wasiat si ayah ?
JAWABAN:
Jumhur ulama berpendapat apabila bertentangan antara perintah ibu dan ayah, maka ibu lebih diutamakan/dikedepankan untuk ditaati dan berbuat baik padanya.
REFERENSI:
اعانة الطالبين، الجزء ٣ الصحفة ٢٥٥
ﻭﻳﺸﺘﺮﻁ ﻓﻲ اﻟﻤﻮﺻﻰ ﻓﻴﻪ ﻛﻮﻧﻪ ﺗﺼﺮﻓﺎ ﻣﺎﻟﻴﺎ
ﻣﺒﺎﺣﺎ، ﻓﻼ ﻳﺼﺢ اﻹﻳﺼﺎء ﻓﻲ ﺗﺰﻭﻳﺞ ﻧﺤﻮ ﺑﻨﺘﻪ ﺃﻭ اﺑﻨﻪ، ﻷﻥ ﻫﺬا ﻻ ﻳﺴﻤﻰ ﺗﺼﺮﻓﺎ ﻣﺎﻟﻴﺎ٠
Artinya: Dan disyaratkan dalam perkara yang diwasiatkan harus berupa pentashorrufan harta yang diperbolehkan. Maka tidak sah mewasiatkan dalam masalah semisal menikahkan anak perempuan atau anak laki-lakinya, karena hal ini tidak disebut sebagai pentashorrufan harta.
فتح الباري شرح صحيح البخاري، الجزء ١٠ الصحفة ٤١٦
وَقَدْ وَقَعَتِ الْإِشَارَةُ إِلَى ذَلِكَ فِي قَوْلِهِ - تَعَالَى - : وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ
فَسَوَّى بَيْنَهُمَا فِي الْوِصَايَةِ ، وَخَصَّ الْأُمَّ بِالْأُمُورِ الثَّلَاثَةِ
Artinya: Dan sungguh terdapat isyarat tentang hal itu di dalam ayat ini: "Dan kami berwasiat (perintahkan) kepada manusia untuk berbakti kepada kedua orang tuanya (dikarenakan) ibunya telah mengandungnya dengan segala macam susah payah dan penderitaan, dan menyapihnya ketika umur dua tahun."
Allah Swt. telah menyamakan kedudukan ayah dan ibu dalam hal wasiat (perintah) untuk berbuat baik (berbakti) kepada keduanya, kemudian memberikan penekanan lebih berbakti secara khusus kepada ibu sebab dia telah mengalami tiga hal tersebut (mengandung, mengalami susah payah, dan menyusui hingga menyapih saat umur dua tahun).
قَالَ الْقُرْطُبِيُّ : الْمُرَادُ أَنَّ الْأُمَّ تَسْتَحِقُّ عَلَى الْوَلَدِ الْحَظَّ الْأَوْفَرَ مِنَ الْبِرِّ ، وَتُقَدَّمَ فِي ذَلِكَ عَلَى حَقِّ الْأَبِ عِنْدَ الْمُزَاحَمَةِ
Artinya: Al-Qurthuby berkata: "Maksud ayat tersebut adalah bahwasanya seorang ibu memiliki hak lebih untuk mendapatkan kebaktian dari anak, dan hak ibu tersebut harus lebih didahulukan daripada hak ayah ketika terjadi keduanya sama-sama memerintah."
وَقَالَ عِيَاضٌ : وَذَهَبَ الْجُمْهُورُ إِلَى أَنَّ الْأُمَّ تَفْضُلُ فِي الْبِرِّ عَلَى الْأَبِ ، وَقِيلَ يَكُونُ بِرُّهُمَا سَوَاءً ، وَنَقَلَهُ بَعْضُهُمْ عَنْ مَالِكٍ وَالصَّوَابُ الْأَوَّلُ
Artinya: Qodli Iyadl berkata: "Mayoritas ulama berpendapat bahwasanya ketaatan kepada ibu harus lebih diprioritaskan daripada kepada ayah. Namun, ada juga pendapat sebagian ulama yang menyatakan bahwa keduanya memiliki hak yang setara sama. Pendapat ini diriwayatkan oleh sebagian ulama dari Imam Malik r.a., tetapi yang benar adalah pendapat yang awal (yang lebih mengutamakan ibu)."
قُلْتُ : إِلَى الثَّانِي ذَهَبَ بَعْضُ الشَّافِعِيَّةِ ، لَكِنْ نَقَلَ الْحَارِثُ الْمُحَاسِبِيُّ الْإِجْمَاعَ عَلَى تَفْضِيلِ الْأُمِّ فِي الْبِرِّ وَفِيهِ نَظَرٌ
Artinya: "Saya (Ibnu Hajar Al-Asqolani) berpendapat: pendapat yang kedua (yang menyatakan hak ibu dan ayah sama) merupakan pendapat sebagian ulama madzhab Syafi'iyah. Namun, Al-Harits Al-Muhasibi menukil adanya ijma ulama atas lebih utama keharusan memprioritaskan ibu daripada ayah, tapi menurutku pendapat ini perlu diteliti lagi."
وَالْمَنْقُولُ عَنْ مَالِكٍ لَيْسَ صَرِيحًا فِي ذَلِكَ فَقَدْ ذَكَرَهُ ابْنُ بَطَّالٍ قَالَ : سُئِلَ مَالِكٌ طَلَبَنِي أَبِي فَمَنَعَتْنِي أُمِّي ، قَالَ : أَطِعْ أَبَاكَ وَلَا تَعْصِ أُمَّكَ
Artinya: Sedangkan pendapat yang dinukil dari Imam Malik r.a. tidaklah tegas di dalam menyatakan hal itu. Ibnu Batthol menjelaskan pendapat tersebut dengan mengatakan: Imam Malik r.a. ditanya oleh seseorang: "Ayah saya menyuruh saya, sedangkan ibu saya melarang saya." Lalu Imam Malik r.a. menjawab: "Taatilah ayahmu dan jangan menentang ibumu!"
قَالَ ابْنُ بَطَّالٍ : هَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ يَرَى بِرَّهُمَا سَوَاءً ، كَذَا قَالَ وَلَيْسَتِ الدَّلَالَةُ عَلَى ذَلِكَ بِوَاضِحَةٍ ، قَالَ : وَسُئِلَ اللَّيْثُ يَعْنِي عَنِ الْمَسْأَلَةِ بِعَيْنِهَا فَقَالَ : أَطِعْ أُمَّكَ فَإِنَّ لَهَا ثُلُثَيِ الْبِرِّ
Artinya: Lalu Ibnu Batthol menjelaskan: pernyataan Imam Malik r.a. ini menunjukkan bahwasanya beliau berpendapat bahwa tingkatan ketaatan kepada ayah dan ibu itu sama setara. Lalu Ibnu Batthol melanjutkan: Imam Al-Laits ditanya tentang masalah tersebut, beliau menjawab: "Taatilah ibumu, karena dia memiliki dua pertiga bagian untuk ditaati dan dipatuhi."
الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ٨ الصحفة ٦٨
أما إن تعارض برهما في غير معصية، وحيث لا يمكن إيصال البر إليهما دفعة واحدة، فقد قال الجمهور: طاعة الأم مقدمة ؛ لأنها تفضل الأب في البر٠ وقيل: هما في البر سواء، فقد روي أن رجلا قال لمالك: والدي في السودان، كتب إلي أن أقدم عليه، وأمي تمنعني من ذلك، فقال له مالك: أطع أباك ولا تعص أمك! يعني أنه يبالغ في رضى أمه بسفره لوالده، ولو بأخذها معه، ليتمكن من طاعة أبيه وعدم عصيان أمه٠ وروي أن الليث حين سئل عن المسألة بعينها قال: أطع أمك، فإن لها ثلثي البر ونقل المحاسبي الإجماع على أن الأم
Artinya: Apabila dalam berbakti atau berbuat baik kepada keduanya berbenturan satu sama lain, yang jelas dalam selain maksiat, sekira tidak bisa melaksanakan bakti kepada keduanya secara bersamaan, maka menurut mayoritas ulama: taat kepada ibu harus didahulukan, karena ibu memiliki kelebihan dalam hal kebaikan dibanding ayah. Dan dalam pendapat yang lemah dikatakan: bahwa keduanya sama kedudukannya dalam hal berbakti kepadanya. Telah diriwayatkan bahwa ada seorang laki laki yang berkata kepada Imam Malik RA: "Ayahku ada di Sudan, beliau mengirim surat untukku supaya aku mengunjunginya, sedangkan ibuku melarangku." Maka berkatalah Imam Malik RA. "Taatilah ayahmu dan jangan durhaka kepada ibumu!" Artinya beliau menyuruh laki-laki tersebut untuk berusaha mendapatkan ridha ibunya atas kepergiaannya menemui ayahnya, meskipun harus dengan membawa ibunya bersamanya, supaya dia tetap bisa berbakti kepada ayahnya dan tidak mendurhakai ibunya. Dan diriwayatkan dari Imam Al-Laits ketika beliau ditanya sebuah pertanyaan yang sama persis dengan pertanyaan di atas, maka beliau berkata: "Taatlah kepada ibumu, karena beliau memiliki dua pertiga keutamaan, dan Syekh Al-Muhasibi menuqil adanya ijma bahwa ibu harus lebih diutamakan di atas ayah."
سبل السلام، الجزء ٢ الصحفة ٦٣٢
وأما إذا تعارض حق الأب وحق الأم : فحق الأم مقدم ؛ لحديث البخاري : قال رجل يا رسول الله من أحق الناس بحسن صحبتي قال أمك ثلاث مرات ثم قال أبوك ؛ فإنه دل على تقديم رضا الأم على رضا الأب
Artinya: Apabila saling bertentangan hak bapak dan hak ibu, maka hak ibu itu didahulukan berdasarkn hadits Al-Bukhari: Kata seorang lelaki: "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang lebih berhak perbuatan baikku untuknya?" Baginda menjawab: "Ibumu." tiga kali, kemudian baginda berkata: "Bapakmu." Ini menunjukkan hendaklah didahulukan mengedapankan ridha ibu di atas ridha bapak.
قال القاضي عياض : ذهب الجمهور إلى أن الأم تفضل على الأب في البر ، ونقل الحارث المحاسبي الإجماع على هذا
Artinya: Al-Qadhi 'Iyadh berkata: "Mayoritas ulama berpendapat ibu dilebihkan di atas bapak dalam melakukan kebaikan."
والله أعلم بالصواب
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
Nama: Iqvina Amelia
Alamat: Palengaan, Pamekasan, Madura
__________________________________
MUSYAWWIRIN
Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)
PENASIHAT
Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang, Malang, Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung, Jember, Jawa Timur)
PENGURUS
Ketua: Ustadz Suhaimi Qusyairi (Ketapang, Sampang, Madura)
Wakil: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Syihabuddin (Balung, Jember, Jawa Timur)
TIM AHLI
Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Deskripsi Masalah: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Terjemah Ibarot: Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur), Ustadzah Lusy Windari (Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah)
________________________________________
Keterangan:
1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.
2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.
3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan _sharing_ soal di grup secara langsung.
4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.
5) Dilarang _posting_ iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.
Komentar
Posting Komentar