Iddah Talak dalam Keadaan Hamil Zina

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Badriah adalah seorang wanita yang sudah mempunyai suami sah, namun pada suatu saat Badriah menyukai orang lain. Dia selingkuh bahkan sampe berhubungan intim, karena dia sudah 5 tahun ditinggal suaminya yang ada di perantauan. 

Akibat perbuatannya dia hamil dengan selingkuhannya, semakin hari perutnya semakin membesar menandakan adanya janin di rahimnya. Karena perutnya semakin membesar terpaksa dia harus menikah dengan selingkuhannya tanpa sepengetahuan suami sahnya. Setelah suaminya tahu akhirnya Badriah pun ditalak oleh suami sahnya 

PERTANYAAN:

Adakah masa iddah bagi Badriyah sebagaimana deskripsi, dan jika ada iddahnya menggunakan wadl'ul hamli atau tiga kali suci?

JAWABAN:

Ada iddah nya, dengan cara sebagaimana perincian dibawah ini :

1) Jika dia termasuk orang yang normal haidl, maka iddah nya dengan 3 kali sucian semenjak dijatuhkan talak saat hamil. 

a) Quru' pertama: sejak mulai dilafadzkan kata tolak (krn kondisi suci) sampai dia haidl atau nifas.

b) Quru' kedua: Suci setelah haidl pertama atau selepas nifas sampai datang haid kedua.

c) Quru' ketiga: Suci setelah haidl kedua sampai datang haid ketiga.

2) Jika dia orang yang belum pernah haidl sama sekali atau sudah menopause (yaitu umur 50 thn atau 62 tahun), maka dia wajib ber iddah selama 3 bulan semenjak ditalak saat hamil.

3) Jika dia pernah haidl kemudian terputus tanpa sebab, maka dia wajib menunggu sampai haidl kembali kemudian menjalani iddah dengan aqro' (3 x sucian) atau sampai memasuki masa menopause kemudian menjalani iddah dengan 3 bulan hijriyah.

4) Dalam masaalah no 3 ada Qoul Qodim menyatakan : bahwa dia hanya wajib menunggu 9 bulan sejak ditalak saat hamil, kemudian beriddah 3 Bulan hijriyah.

5) Jika terputus haidl nya karena suatu sebab yang di ketahui (misalnya sebab pakai obat KB), maka dia wajib menunggu sampai haidl kembali lalu ber iddah dengan aqro' atau sampai masa menopause lalu menjalani iddah dengan 3 bulan hijriyah.

REFERENSI:

اعانة الطالبين، الجزء ٤ الصحفة ٤٨

أى حمل منسوب لصاحب العدة من زوج أو وطء شبهة وخرج به ما اذا كان منسوبا لغيره فلا تنقضى العدة به ثم ان كان الحمل بوطء شبهة انقضت عدة الشبهة بوضعه، ثم تعتد للزوج، وان كان من زنا فوجوده كعدمه، اذ لااحترام له، فان كانت من ذوات الأشهر بأن لم تحض قبل الحمل اعتدت بها، أو من ذوات الأقراء اعتدت بها و عليه لو زنت فى العدة وحملت من الزنا لم تنقطع العدة

Artinya : Yaitu kandungan yang nasabnya dikutkan kepada pemilik iddah, baik itu suami atau orang yang mewati' syubhat. Maka dikeluarkan dari batasan ini : kandungan yang nasabnya diikutkan kepada selain keduanya. Maka iddahnya tidak selesai hanya dengan melahirkan kandungan, kemudian apabila kandungan tersebut disebabkan wati' syubhat, maka iddah wati' syubhatnya selesai dengan melahirkan kandungan tersebut, kemudian si perempuan melakukan iddah untuk suaminya. Adapun apabila kandungan tersebut adalah hasil perbuatan zina, maka kandungannya dianggap tidak ada, dikarenakan kandungan tersebut tidak berhak penghormatan. Sehingga apabila si wanita tersebut indahnya dengan hitungan bulan dikarenakan dia belum pernah haid sama sekali sebelum mengandung, maka sekarang dia beriddah dengan hitungan bulan. Dan apabila dia adalah wanita yang sudah pernah haid sebelumnya, maka sekarang dia menjalani iddah dengan hitungan haid. Maka sesuai dengan pendapat ini : apabila ada seorang wanita yang berzina ketika menjalani masa iddah, kemudian dia hamil dari perzinaan tersebut, maka iddahnya tidak terputus sebab kehamilannya.


الاقناع في حل ألفاظ أبي شجاع، الجزء ٢ الصحفة ٢٥٧

(إن كانت حاملاً فعدّتها بوضع الحمل)

Apabila istri yang tertalak tersebut dalam kondisi hamil, maka iddahnya dengan melahirkan kandungannya. 

لقوله تعالى: {وأولاتُ الأحمالِ أجلُهنَّ أنْ يضعنَ حملهنَّ}

Hal ini berdasarkan firman Allah swt yang menyatakan : "Istri-istri yang hamil, masa iddahnya adalah sampai mereka melahirkan kandungannya".

فهو مخصص لقوله تعالى: {والمُطلقاتُ يتربصنَ بأنفسهِنَّ ثلاثةَ قُروءٍ}

Ayat di atas mentakhsis firman Allah yang menyatakan : "Istri-istri yang diceraikan wajib bagi mereka menahan diri (menunggu untuk menikah) selama tiga kali masa suci".

 ولأن المعتبر من العدّة براءة الرحم وهي حاصلة بالوضع بشرط إمكان نسبته إلى صاحب العدّة زوجاً كان أو غيره، ولو احتمالاً 

Dan alasan berikutnya adalah bahwasanya hal yang menjadi tolak ukur dari iddah adalah kosongnya rahim dari kehamilan, dan hal ini bisa terjadi dengan proses melahirkan, dengan syarat anak yang dilahirkan tersebut memiliki kemungkinan dapat dinasabkan kepada pemilik iddah, baik pemilik iddah tersebut suami sah maupun selainnya, meskipun hal itu masih ihtimal (berdasarkan kemungkinan, bisa jadi itu anak dari si suami, bisa pula ada kemungkinan dari si-penzina) 

كمنفي بلعان لأنه لا ينافي إمكان كونه منه ولهذا لو استلحقه لحقه فإن لم يمكن نسبته إليه لم تنقض بوضعه، كما إذا مات صبي لا يتصوّر منه الإنزال أو ممسوح عن زوجة حامل فلا تعتدّ بوضح الحمل كما مر

Contohnya seperti anak yang di ingkari nasabnya dengan cara sumpah li'an. Dalam kasus li'an ini tidak menutup kemungkinan bahwa anak tersebut merupakan anak sah dari si suami. Karena alasan itulah, apabila suami mengikutkan nasab si anak tersebut kepada dirinya, maka otomatis nasab si anak ikut dia. Namun apabila tidak ada kemungkinan untuk mengikutkan nasab anak tersebut kepada suami, maka masa iddahnya masih belum selesai dengan kelahirannya. Kasus ini hukumnya sebagaimana ketika seorang suami yang masih anak-anak meninggal dubia, yang secara akal si anak ini tidak mungkin untuk mengeluarkan sperma, atau suami yang meninggal tersebut seseorang yang terpotong dzakar dan kedua telurnya, dan dia meninggalkan seorang istri dalam kondisi hamil, maka iddah si istri tidak selesai dengan cara melahirkan kandungannya, sebagaimana keterangan yang telah lalu. 

 وكذا كل من أتت زوجته الحامل بولد لا يمكن كونه منه : كأن وضعته لدون ستة أشهر من النكاح أو لأكثر، وكان بين الزوجين مسافة لا تقطع في تلك المدة أو لفوق أربع سنين من الفرقة لم تنقض عدّتها بوضعه

Begitu juga setiap suami yang istri nya mengandung bayi yang tidak mungkin berasal dari dirinya. Contoh : Si istri melahirkan anak kurang dari 6 bulan usia pernikahan, atau istri melahirkan anak dimasa lebih dari 6 bulan dari masa pernikahan namun antara suami dan istri tinggal terpisah dalam jarak yang tidak mungkin bisa ditempuh dalam waktu tersebut, atau dia melahirkan kandungan dalam jangka waktu melebihi 4 tahun setelah bercerai dari suaminya, maka iddahnya tidak memakai iddah melahirkan anak tersebut. 

لكن لو ادعت في الأخيرة أنه راجعها أو جدد نكاحها أو وطئها بشبهة وأمكن فهو وإن انتفى عنه تنقضي به عدّتها

Namun apabila si- istri mengaku dalam contoh paling akhir diatas, bahwa si suami telah merujuknya, atau memperbaharui akad nikahnya, atau menjima'nya dengan wathi syubhat, dan hal itu dimungkinkan bisa terjadi, maka anak tersebut meskipun tidak bernasab kepadanya, maka iddah si wanita di hukumi selesai dengan sebab melahirkannya.


حاشية الجمل على شرح المنهج = فتوحات الوهاب بتوضيح شرح منهج الطلاب، الجزء ١ الصحفة ٢٤٦

فَإِنْ كَانَ الْحَمْلُ مِنْ زِنًا كَأَنْ فَسَخَ نِكَاحَ صَبِيٍّ بِعَيْبِهِ أَوْ غَيْرِهِ بَعْدَ دُخُولِهِ وَهِيَ حَامِلٌ مِنْ زِنًا أَوْ تَزَوَّجَ الرَّجُلُ حَامِلًا مِنْ زِنًا وَطَلَّقَهَا أَوْ فَسَخَ نِكَاحَهَا بَعْدَ الدُّخُولِ انْقَضَتْ الْعِدَّةُ بِالْحَيْضِ مَعَ وُجُودِ الْحَمْلِ

Artinya : Apabila kehamilan adalah hasil dari perbuatan zina, misalnya seperti : ada pernikahan anak kecil yang dibatalkan sebab adanya aib pada anak kecil tersebut atau sebab yang lain setelah anak kecil tersebut melakukan hubungan intim dengan istrinya dalam keadaan istrinya mengandung anak hasil zina atau contoh yang lain misalnya : ada seorang lelaki yang menikahi wanita yang sedang mengandung anak dari zina kemudian ia menceraikannya atau ia membatalkan pernikahannya setelah melakukan hubungan intim dengan istrinya, maka iddahnya selesai dengan haid, meskipun masih dalam keadaan hamil. 


نهاية المطلب في دراية المذهب، الجزء ١٥ الصحفة ٣٣٧

وإن كانت حاملًا من الزنا، فوضعت الحملَ، فالمذهب الظاهر أن الاستبراء يحصل بوضعها الحمل، وإن كانت العدة لا تنقضي بوضع ولد الزنا؛ وذلك أن العدة منسوبة إلى مَنْ منه العدة، فليكن الولد منسوبًا إليه، وهذا المعنى لا يتحقق في الاستبراء، فليقع الاكتفاء فيه بصورة وضع الحمل

Artinya : Apabila wanita tersebut mengandung anak hasil zina kemudian ia melahirkan kandungannya maka menurut pendapat mazhab masa istibro'nya telah tertunaikan hanya dengan melahirkan kandungannya, walaupun masa Iddahnya tidak selesai hanya dengan melahirkan kandungan hasil perbuatan zina dan itu dikarenakan Iddah dinisbatkan kepada lelaki yang menjadi sebab iddah, maka makna ini tidak bisa terealisasi dalam istibro' oleh karena itu maka cukuplah masa iddah dianggap selesai dengan cara melahirkan kandungan.

ومن أصحابنا من قال: لا يحصل الاستبراء بوضع الحمل من الزنا؛ فإن الغالب على الاستبراء التعبد لا البراءة، وولد الزنا لا حرمة له

Sebagian dari ulama dalam mazhab kita mengatakan : "Tidak bisa tertunaikan masa istibro' seorang budak wanita hanya dengan melahirkan kandungan sebab perbuatan zina, karena secara umum aturan istibro' dalam budak wanita itu buat atas dasar hanya menunaikan perintah Allah swt tanpa kita tahu hikmahnya, sedangkan anak zina itu sama sekali tidak memiliki kehormatan.


إعانة الطالبين، الجزء ٤ الصحفة ٤٨

وتجب العدة بثلاثة أقراء (على حرة تحيض) لقوله تعالى؛ (والمطلقات يتربصن بأنفسهن ثلاثة قروء) فمن طلقت طاهرا وقد بقي من الطهر لحظة انقضت عدتها بالطعن في الحيضة الثالثة لاطلاق القرء على أقل لحظة من الطهر وإن وطئ فيه أو حائضا وإن لم يبق من زمن الحيض إلا لحظة فتنقضي عدتها بالطعن في الحيضة الرابعة وزمن الطعن في الحيضة ليس من العدة بل يتبين به انقضاؤها

Artinya : Iddah wajib dikerjakan selama 3 kali sucian bagi wanita merdeka yang masih mengalami haid, berdasarkan firman Allah ta'ala "Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri mereka (menunggu agar tidak menikah) selama tiga kali quru'." Maka apabila ada seorang wanita ditalak dalam keadaan suci dan masih tersisa waktu suci walaupun hanya sesaat, maka indahnya selesai dengan munculnya haid yang ketiga, karena lafadz Quru' diartikan dengan paling sedikitnya waktu suci, walaupun dia telah mengumpuli istrinya ketika itu (paling sedikitnya masa suci). Dan jika istrinya ditalak dalam kondisi sedang haid dan walaupun tidak tersisa waktu haid kecuali hanya sesaat, maka iddahnya selesai dengan munculnya haid yang ke-4, dan munculnya haid yang keempat tidak termasuk iddah, akan tetapi dengan munculnya haid yang keempat tersebutlah menjadi jelas bahwa masa Iddahnya telah habis.

و تجب عدة (بثلاثة أشهر) هلالية ما لم تطلق أثناء شهر، وإلا تمم المنكسر ثلاثين (إن لم تحض) أي الحرة أصلا (أو) حاضت أولا ثم انقطع و (يئست) من الحيض ببلوغها إلى سن تيأس فيه النساء من الحيض غالبا، وهو اثنتان وستون سنة، وقيل خمسون

(Dan wajib melakukan iddah selama 3 bulan Qomariah) selagi dia tidak ditalak di pertengahan bulan. Jika ia tertalak di pertengahan bulan, maka ia wajib menyempurnakan bulan tersebut dengan masa 30 hari. Hukum ini berlaku untuk wanita yang merdeka belum pernah haid sama sekali atau dia pernah mengalami haid akan tetapi kemudian terputus dan ia sudah menopause karena sudah mencapai umur yang umumnya wanita menopause pada umur tersebut, yaitu pada usia 62 tahun. Dan menurut pendapat yang lain 50 tahun.


فتح الوهاب، الجزء ٢ الصفحة ١٧٩

والقرء المراد به هنا (طهر بين دمين) أي دم حيضين أو حيض ونفاس أو نفاسين، أخذا من قوله تعالى: (فطلقوهن لعدتهن) أي في زمنها، وهو زمن الطهر، لان الطلاق في الحيض حرام كما مر. وزمن العدة يعقب زمن الطلاق

Artinya : Adapun yang dimaksud satu Qur'u di bab ini adalah masa suci diantara dua darah, baik antara dua darah haid, atau antara haid dan nifas, atau diantara dua nifas. Hukum ini diambil dari firman Allah yang menyatakan : "Maka talaklah istri-istri kalian di masa iddah mereka". Artinya di masa iddahnya. Adapun masa iddah yang dimaksud dalam ayat adalah masa suci, karena talak di masa haid itu hukumnya haram, sebagaimana keterangan yang telah lalu. Dan masa Iddah itu mengiringi masa talak. 

والقرء بالفتح والضم مشترك بين الطهر والحيض ومن إطلاقه على الحيض ما في خبر النسائي وغيره، تترك الصلاة أيام أقرائها وقيل حقيقة في الطهر مجاز في الحيض. وقيل: عكسه ويجمع على أقراء وقروء وأقرؤ

Adapun kata al-Qur'u baik dibaca fathah (al-Qor'u) ataupun dlommah (al-Qur'u) itu bisa memiliki arti suci ataupun haid. Di antara penggunaan kata al-Qur'u yang berarti haidl adalah keterangan dalam hadits yang diriwayatkan imam An-Nasa'i dan lainnya yang menyatakan: "Perempuan meninggalkan sholat di hari-hari ketika keluar darah haidnya". Ada juga yang berpendapat bahwa kata Qur'u secara hakiki digunakan untuk masa suci, namun secara majazi digunakan untuk masa haid. Ada juga yang berpendapat sebaliknya. Bentuk jamak dari kata Qur'u adalah Aqro', Quruu' dan Aqru'u. 

فإن طلقت طاهرا وقد بقي من زمن الطهر شئ (انقضت) عدتها (بطعن في حيضة ثالثة) لحصول الأقراء الثلاثة بذلك بأن يحسب ما بقي من الطهر الذي طلقت فيه قرءا وطئ فيه أم لا ولا بعد في تسمية قرأين، وبعض الثالث ثلاثة قروء. كما فسر قوله تعالى: (الحج أشهر معلومات)

Maka apabila istri ditalak dalam kondisi suci, sedangkan masa suci tersebut masih ada meskipun sedikit, maka iddahnya habis dengan masuknya di masa haidl yang ke-tiga, karena dia sudah mengalami 3 kali masa suci (suci - haid - suci - haid - suci - haid). Ini dengan cara menghitung sisa masa suci saat si-istri tersebut ditalak, baik istri itu dijima' atau tidak di masa itu. Dan suatu pendapat yang bisa diterima, jika dua masa suci sempurna di tambah sebagian masa suci yang ke-tiga disebut sebagai tiga kali masa suci. Hal ini sebagaimana penafsiran dalam firman Allah yang berbunyi : " Haji di lakukan di bulan-bulan yang telah ditentukan ".


إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، الجزء ٤ الصحفة ٥٠

ومن انقطع حيضها بعد أن كانت تحيض (بلا علة) تعرف (لم تتزوج حتى تحيض أو تيأس) ثم تعتد بالاقراء أو الاشهر وفي القديم وهو مذهب مالك وأحمد أنها تتربص تسعة أشهر ثم تعتد بثلاثة أشهر ليعرف فراغ الدم: إذ هي غالب مدة الحمل، وانتصر له الشافعي بأن عمر رضي الله عنه قضى به بين المهاجرين والانصار ولم ينكر عليه

Artinya : (Seorang wanita yang terputus haidnya) setelah sebelumnya ia sudah pernah haid (dengan tanpa sebab) yang diketahui (maka ia tidak boleh menikah sampai ia haid lagi atau sampai ia menopause). Kemudian ia melakukan Iddah dengan hitungan haid atau dengan hitungan bulan (wanita merdeka 3 bulan, sanita budak 1 bulan setengan). Dan menurut pendapat qoul qodim Imam Syafi'i dan ini adalah madzhab Imam Malik dan Imam Ahmad : Dia harus menunggu sampai sembilan bulan, kemudian melakukan iddah selama 3 bulan, agar dapat diketahui bahwa rahimnya betul-betul sudah kosong dari kandungan. Karena waktu 9 bulan adalah masa hamil secara umum. Imam Syafi'i membela pendapat ini berdasarkan riwayat bahwa Sayyidina Umar radhiyallahu anhu juga memberi keputusan seperti itu kepada kamu Muhajirin dan anshor dan tidak ada yang mengingkari keputusan beliau.

ومن ثم أفتى به سلطان العلماء عز الدين ابن عبد السلام والبارزي والريمي وإسماعيل الحضرمي واختاره البلقيني وشيخنا ابن زياد رحمهم الله تعالى٠ أما من انقطع حيضها بعلة تعرف كرضاع ومرض فلا تتزوج اتفاقا حتى تحيض أو تيأس وإن طالت المدة 

Dan pendapat ini juga telah difatwakan oleh pimpinan ulama Syekh Izzuddin bin Abdul salam, Syekh Alfarizi, Syekh Ar roimi, dan Syekh Ismail Al hadromi. Kemudian Imam Al Bulqini dan syaikhona Ibnu ziyad rahimahullah Ta'ala juga membela pendapat tersebut. Adapun wanita yang terputus haidnya sebab suatu alasan yang dapat diketahui seperti sebab menyusui atau sakit, maka dia tidak boleh menikah menurut kesepakatan para ulama, sehingga ia haid lagi atau menopause walaupun harus melewati masa yang panjang.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

PENANYA 

Sail : Marni
Alamat : Jrengik, Sampang, Madura
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang, Malang, Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung, Jember, Jawa Timur)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Suhaimi Qusyairi (Ketapang, Sampang, Madura)
Wakil: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Syihabuddin (Balung, Jember, Jawa Timur)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: KH. Abdurrohim (Maospati Magetan Jawa Timur)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura), Ustadzah Nuurul Jannah (Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah) 
Terjemah Ibarot : Ustadz Rahmatullah Metuwah (Babul Rahmah, Aceh Tenggara, Aceh), Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur)
Mushohhih Terjemahan Ibarat : KH. Abdurrohim (Maospati Magetan Jawa Timur)
________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?