Qodlo' Puasa karena Kesurupan

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
 (Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Badriyah (nama samaran) semenjak gagal pertunangannya sering kesurupan. Suatu ketika siang hari bulan Ramadhan, dia mengalami kesurupan sehingga terkadang melontarkan kata-kata celaan kotor. Namun setelah diruqyah, jinnya keluar dan sembuh. Namun terkadang, setelah beberapa hari dia kerasukan lagi. 

PERTANYAAN:

Jika kesurupan bisa membatalkan puasa, wajibkah diqodlo' saat sembuh?

JAWABAN:

Menurut ulama yang menyamakan kesurupan dengan penyakit gila, maka tidak wajib qodho.
Menurut ulama yang menyamakan dengan pingsan, maka wajib qodho.

REFERENSI:

الباجوري، الجزء ١ الصحفة ٦٣٠

ومتى جن الصائم ولو لحظة من النهار بطل صومه، وإذا أغمي عليه أو سكر فلا يضر، إلا إذا استغرق جميع النهار، فإن أفاق ولو لحظة من النهار صح صوم، ولا يضر النوم ولو استغرق جميع النهار حيث نوى قبل النوم


Artinya: Dan sewaktu-waktu orang yang berpuasa menjadi gila -walaupun hanya sesaat- di siang hari puasa, maka puasanya menjadi batal. Adapun jika seseorang pingsan atau mabuk, maka itu tidak apa-apa (tidak membuat puasanya batal) kecuali jika dua perkara tersebut terjadi sepanjang puasa (yakni mulai subuh sampai mghrib, maka batal puasanya). Maka dari itu jika dia sadar di siang hari puasa walaupun hanya sesaat, maka puasanya sah. Adapun tidur maka tidaklah membahayakan puasanya, walaupun dia tidur sepanjang waktu puasa, asalkan dia sudah niat untuk berpuasa sebelum tidur.



تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي، الجزء ٧ الصحفة ٣٤٥


قَوْلُ الْمَتْنِ: جُنُونًا) وَالْإِصْرَاعُ نَوْعٌ مِنْ الْجُنُونِ كَمَا قَالَهُ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ نِهَايَةٌ وَمُغْنِي أَيْ فَيَثْبُتُ بِهِ الْخِيَارُ ع ش عِبَارَةُ سم يَنْبَغِي أَنَّ مِنْهُ أَوْ فِي مَعْنَاهُ الصَّرْعُ وَيُحْتَمَلُ أَنَّ كَوْنَ أَحَدِهِمَا مَسْحُورًا كَذَلِكَ أَيْ كَالْجُنُونِ وَيُحْتَمَلُ أَنْ يُلْحَقَ بِالْإِغْمَاءِ اهـ وَلَعَلَّ الْأَقْرَبَ هُوَ الِاحْتِمَالُ الْأَوَّلُ

Artinya : (Perkataan matan : atau penyakit gila) : Adapun penyakit ayan/kesurupan, maka termasuk salah satu macam dari penyakit gila, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama' dalam naskah Nihayah dan Mughni. Yakni sehingga penyakit ayan bisa menetapkan hak khiyar sesuai keterangan syekh Ali Sibromalisi. Adapun naskah syekh Ibnu Qosim Al 'Abbadi: Sudah selayaknya yang termasuk dalam kategori penyakit gila atau yang semakna dengannya : adalah ayan/kesurupan. Dan boleh jadi bahwa salah satu dari macamnya berupa orang yang terkena sihir juga dihukumi seperti orang gila. Tapi bisa juga dia dihukumi seperti orang yang pingsan. Dan kayaknya yang lebih bisa diterima alasan qiyasnya : adalah pertimbangan yang pertama yaitu dihukumi seperti orang gila bukan orang pingsan.



الفتاوى الحديثية لابن حجر الهيتمي، الجزء ١ الصحفة ٥٣

وَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ قُلْت لِأَبِي : إنَّ أَقْوَامًا يَقُولُونَ : إنَّ الْجِنِّيَّ لَا يَدْخُلُ فِي بَدَنِ الْمَصْرُوعِ ، فَقَالَ : يَا بُنَيَّ يَكْذِبُونَ ، هَذَا ‏يَتَكَلَّمُ عَلَى لِسَانِهِ‎ .‎وَهَذَا الَّذِي قَالَهُ أَمْرٌ مَشْهُورٌ ، فَإِنَّهُ يُصْرَعُ الرَّجُلُ فَيَتَكَلَّمُ بِلِسَانٍ لَا يُعْرَفُ مَعْنَاهُ ، وَيُضْرَبُ عَلَى بَدَنِهِ ضَرْبًا عَظِيمًا لَوْ ضُرِبَ بِهِ جَمَلٌ لَأَثَّرَ بِهِ أَثَرًا ‏عَظِيمًا‎٠ وَالْمَصْرُوعُ مَعَ هَذَا لَا يُحِسُّ بِالضَّرْبِ ، وَلَا بِالْكَلَامِ الَّذِي يَقُولُهُ‎ 

Artinya : Abdullah putra Imam Ahmad bin hambal mengatakan ; "Aku berkata kepada ayahku bahwasannya sesungguhnya beberapa kaum berkata ; Sesungguhnya jin tidak bisa memasuki badan orang yang kesurupan". Maka ayahku (Imam Ahmad) berkata ; "Wahai anakku mereka telah berbohong." Orang telah berbicara dengan bahasa daerahnya, dan apa yang dikatakannya ini adalah perkara yang sudah ketahui banyak orang : Bahwa sesungguhnya orang yang kesurupan dia bisa berbicara dengan bahasa yang dia tidak mengetahui maknanya, dan terkadang ia dipukul dengan pukulan yang sangat kuat yang jika dipukulkan kepada seekor unta maka akan memberi bekas yang sangat besar. Akan tetapi anehnya orang yang kesurupan tersebut sama sekali tidak merasakan pukulan tersebut, begitu juga ia tidak memahami perkataan yang ia ucapkan.

وَقَدْ يُجَرُّ الْمَصْرُوعُ وَغَيْرُ الْمَصْرُوعِ ، وَيَجُرُّ الْبِسَاطُ الَّذِي يَجْلِسُ ‏عَلَيْهِ‎ .‎‏ وَيُحَوِّلُ آلَاتٍ ، وَيَنْقُلُ مِنْ مَكَان إلَى مَكَان، وَيَجْرِي غَيْرُ ذَلِكَ مِنْ الْأُمُورِ مَنْ شَاهَدَهَا‎ .‎‏ أَفَادَتْهُ عِلْمًا ضَرُورِيًّا ، بِأَنَّ النَّاطِقَ عَلَى لِسَانِ ‏الْإِنْسِيِّ‎ .‎وَالْمُحَرِّكَ لِهَذِهِ الْأَجْسَامِ جِنْسٌ آخَرُ غَيْرُ الْإِنْسَانِ

Bahkan terkadang orang yang kesurupan dan yang tidak kesurupan dapat ditarik begitu juga dengan karpet yang iya duduki. Juga dapat menggeser alat-alat dan memindahkannya dari satu tempat ke tempat yang lain dan  perkara-perkara lain yang masih banyak lagi, yanga mana barang siapa melihatnya secara langsung, maka akan menghasilkan satu kesimpulan yang tidak bisa di bantah oleh siapapun, bahwa orang yang berbicara dengan lidah manusia tersebut dan yang menggerakkan tubuhnya adalah satu jenis makhluk yang bukan manusia.


المجموع شرح المهذب، الجزء ٦ الصحفة ٢٥٤-٢٥٥

إحْدَاهُمَا) الْمَجْنُونُ لَا يَلْزَمُهُ الصَّوْمُ فِي الْحَالِ بِالْإِجْمَاعِ لِلْحَدِيثِ وَلِلْإِجْمَاعِ وَإِذَا أَفَاقَ لَا يَلْزَمُهُ قَضَاءُ مَا فَاتَهُ فِي الْجُنُونِ سَوَاءٌ قَلَّ أَوْ كَثُرَ وَسَوَاءٌ أَفَاقَ بَعْدَ رَمَضَانَ أَوْ فِي أَثْنَائِهِ هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ وَالْمَنْصُوصُ وَبِهِ قَطَعَ الْمُصَنِّفُ وَالْجُمْهُورُ

Masalah Pertama: Orang gila tidak wajib puasa di saat dia sedang gila menurut ijma' ulama, berdasarkan hadits dan ijma'. Dan jika nanti dia sembuh, maka dia juga tidak wajib mengganti puasa yang terlewat di saat gila. Sama saja puasanya yang dia tinggalkan sedikit ataupun banyak, sama saja dia sembuh setelah Ramadhan atau di pertengahan Ramadhan. Ini adalah riwayat pendapat yang paling kuat dalam madzhab Syafi'i dan juga yang ditegas kan oleh Imam Syafi'i. Dan dengan pendapat ini pula Mushonnif dan mayoritas ulama menegaskannya. (yakni hanya ada 1 pendapat tanpa ada khilaf).

وَفِيهِ وَجْهٌ شَاذٌّ أَنَّهُ يَلْزَمُهُ مُطْلَقًا حَكَاهُ الْمَاوَرْدِيُّ وَابْنُ الصَّبَّاغِ وَآخَرُونَ عَنْ ابْنِ سُرَيْجٍ قَالَ الْمَاوَرْدِيُّ هَذَا مَذْهَبٌ لِابْنِ سُرَيْجٍ وَلَيْسَ بِصَحِيحٍ قَالَ وَمَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ وَأَبِي حَنِيفَةَ وَسَائِرِ الْفُقَهَاءِ أَنَّهُ لَا يَلْزَمُهُ الْقَضَاءُ وَحَكَاهُ صَاحِبُ الْبَيَانِ عَنْ ابْنِ سُرَيْجٍ ثُمَّ قَالَ وَقِيلَ لَا يَصِحُّ عَنْهُ

Ada pendapat lain yang nyeleneh, bahwa dia wajib puasa secara mutlak. Ini pendapat diriwayatkan oleh Al-Mawardi, Ibnu Shabbagh, dan yang lainnya dari Ibnu Suraij. Al-Mawardi berkata: "Ini adalah mazhab Ibnu Suraij dan tidak sah." Dia berkata pula : "Madzhab Syafi'i, Abu Hanifah, dan ulama lainnya menyatakan bahwa dia tidak wajib mengganti puasanya." Penulis kitab Al-Bayan menceritakan pendapat ini dari Ibnu Suraij, kemudian berkata: "Ada satu pernyataan : bahwa penisbatan pendapat tersebut dari Ibnu Suraij itu tidak benar." (yakni hoaks).

وَفِيهِ وَجْهٌ ثَالِثٌ وَهُوَ مَذْهَبُ أَبِي حَنِيفَةَ وَالثَّوْرِيِّ أَنَّهُ إنْ أَفَاقَ فِي أَثْنَاءِ الشَّهْرِ لَزِمَهُ قَضَاءُ مَا فَاتَهُ وَإِنْ أَفَاقَ بَعْدَهُ فَلَا قَضَاءَ قَالَ صَاحِبُ الْبَيَانِ قَالَ ابْنُ سُرَيْجٍ وَقَدْ حَكَى الْمُزَنِيّ فِي الْمَنْثُورِ هَذَا عَنْ الشَّافِعِيِّ قَالَ وَلَا يَصِحُّ عَنْهُ قَالَ صَاحِبُ الْبَيَانِ وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى بُطْلَانِ الْحِكَايَةِ عَنْ ابْنِ سُرَيْجٍ فِيمَنْ أَفَاقَ بَعْدَ الشَّهْرِ أَنَّهُ يَلْزَمُهُ الْقَضَاءُ 

Ada pendapat ketiga, yaitu madzhab Abu Hanifah dan At-Thuri : bahwa jika dia sembuh di pertengahan bulan, maka dia wajib mengganti puasa yang terlewat, dan jika dia sembuh setelahnya, maka dia tidak wajib mengganti puasanya. Penulis kitab Al-Bayan berkata: "Ibnu Suraij berkata : bahwasannya Imam Muzani menceritakan pendapat ini dalam kitab Al-Mantsur dari Imam Syafi'i." Tapi dia berkata: "Cuma riwayat ini tidak benar darinya." Penulis kitab Al-Bayan berkata: "Ini menunjukkan bahwa cerita tentang Ibnu Suraij bahwa orang yang sembuh setelah bulan romafhan wajib mengganti puasanya itu tidak benar.

(فَحَصَلَ ثَلَاثَةُ أَوْجُهٍ : (الْمَذْهَبُ) أَنَّهُ لَا قَضَاءَ عَلَيْهِ (وَالثَّانِي يَجِبُ إنْ أَفَاقَ فِي الشَّهْرِ لا بعده ودليل المذهب في الكتاب وحكاها الرافعي ثلاثة أقوال قال وَهَذَا فِي الْجُنُونِ الْمُنْفَرِدِ -الى ان قال-٠

Jadi kesimpulannya ada tiga pendapat ulama pengikut madzhab Syafii : 
(Pertama) Dia tidak wajib mengganti puasa. Ini riwayat madzhab yang paling kuat. (Ke-dua) Dia wajib mengganti puasa jika dia sembuh di pertengahan bulan romadhan, bukan setelahnya. Dan dalil pendapat madzhab yang paling kuat ada di dalam kitab ini. Dan Imam Rafi'i menceritakan : ada tiga pendapat Imam Syafii. Dia mengatakan: "Ini dalam kasus kegilaan tunggal." -sampai pada ucapan-

الْمَسْأَلَةُ الثَّانِيَةُ: الْمُغْمَى عَلَيْهِ لَا يَلْزَمُهُ الصَّوْمُ فِي حَالِ الْإِغْمَاءِ بِلَا خِلَافٍ وَلَنَا قَوْلٌ مُخَرَّجٌ وَهُوَ مَذْهَبُ الْمُزَنِيِّ أَنَّهُ يَصِحُّ صَوْمُ الْمُغْمَى عَلَيْهِ وَعَلَى هَذَا الْقَوْلِ لَا يَلْزَمُهُ الصَّوْمُ أَيْضًا بِلَا خِلَافٍ لِأَنَّهُ غَيْرُ مُكَلَّفٍ وَيَجِبُ الْقَضَاءُ عَلَى الْمُغْمَى عَلَيْهِ سَوَاءٌ اسْتَغْرَقَ جَمِيعَ رَمَضَانَ أَوْ بَعْضَهُ لِمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ

Masalah Kedua: Orang yang pingsan tidak wajib puasa saat pingsan tanpa khilaf. Tapi kami memiliki pendapat mukhorroj, yaitu pendapat Imam Muzani : bahwa puasa orang yang pingsan sah. Menurut pendapat ini, dia juga tidak wajib puasa tanpa khilaf, karena dia bukan orang mukallaf (baligh dan berakal). Kemudian orang yang pingsan wajib mengganti puasa, baik seluruh Ramadhan atau sebagiannya, seperti yang disebutkan oleh penulis kitab muhadzab. Syekh Abu Ishaq Asy Syaerozi.

وَحَكَى الْأَصْحَابُ وَجْهًا عَنْ ابْنِ سُرَيْجٍ أَنَّ الْإِغْمَاءَ الْمُسْتَغْرِقَ لِجَمِيعِ رَمَضَانَ لَا قَضَاءَ فِيهِ كَالْجُنُونِ وَكَمَا لَا يَجِبُ عَلَيْهِ قَضَاءُ الصَّلَاةِ هَكَذَا نَقَلَ الْجُمْهُورُ عَنْ ابْنِ سُرَيْجٍ وَنَقَلَ الْبَغَوِيّ عَنْهُ أَنَّهُ إذَا اسْتَغْرَقَ الْإِغْمَاءُ رَمَضَانَ أَوْ يَوْمًا مِنْهُ لَا قَضَاءَ عَلَيْهِ وَاخْتَارَ صَاحِبُ الْحَاوِي قَوْلَ ابْنِ سُرَيْجٍ هَذَا فِي أَنَّهُ لَا قَضَاءَ عَلَى الْمُغْمَى عَلَيْهِ وَالْمَذْهَبُ وُجُوبُ الْقَضَاءِ عَلَيْهِ

Para foqoha pengikut madzhab Syafi'i juga menceritakan satu pendapat dari Ibnu Suraij bahwa : Jika pingsan meliputi seluruh Ramadhan, maka tidak wajib mengganti puasa, sebagaimana penyakit gila, dan sebagaimana hukum orang pingsan juga tidak wajib mengganti sholatnya. Beginilah mayoritas fuqoha menukil pendapat ini dari Ibnu Suraij. Lalu Al Baghawi juga menukil dari Ibnu Suraij bahwa jika pingsan meliputi seluruh bulan ramadhan atau satu hari darinya, maka dia tidak wajib mengganti puasanya. Penulis kitab Al-Hawi memilih pendapat Ibnu Suraij ini bahwa orang yang pingsan tidak wajib mengganti puasanya. Adapun riwayat yang paling kuat dalam madzhab Syafi'i adalah : dia tetap wajib mengganti puasanya.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

PENANYA

Nama : Humaidi
Alamat : Praya Barat Lombok Tengah
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang, Malang, Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung, Jember, Jawa Timur)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Suhaimi Qusyairi (Ketapang, Sampang, Madura)
Wakil: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Syihabuddin (Balung, Jember, Jawa Timur)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: KH. Abdurrohim (Maospati Magetan Jawa Timur)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura), Ustadzah Nuurul Jannah (Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah) 
Terjemah Ibarot : Ustadz Rahmatullah Metuwah (Babul Rahmah, Aceh Tenggara, Aceh), Ustadz Masruri Ainul Khayat (Kalimantan Barat)

________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?