Wajibkah Berhutang atau Menjual Barang-Barang yang Dimiliki untuk Mengeluarkan Zakat Fitrahnya
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم و رحمة الله وبركاته
DESKRIPSI:
Badrun (nama samaran) saat malam ramadhan tidak memegang uang sepeserpun karena belum gajian, sedangkan beras yang ada di rumahnya tersisa untuk dimakan bersama istri dan tiga orang anaknya.
PERTANYAAN:
Wajibkah Badrun berhutang atau menjual barang-barang miliknya yang ada di rumah seperti perabot rumah tangga ataupun motor satu-satunya yang ia pergunakan untuk bekerja demi mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya serta istri dan tiga orang anaknya?
JAWABAN:
Ditafsil atau diperinci:
1) Tidak wajib menjual milknya apabila yang dimiliki baik rumah atau sepeda motor adalah sangat dibutuhkan dan layak baginya. Artinya dia tidak berkewajiban zakat fitrah
2) Wajib dijual apabila lebih dari kekayaan atau kepantasan baginya serta sudah melebihi kebutuhannya. Artinya dia tetap berkewajiban zakat fitrah. Baik untuk mendapatkan dengan cara berhutang atau menjualnya (ketika tidak menemukan orang yang menghutangi).
REFERENSI:
كتاب فتح الوهاب بشرح منهج الطلاب، الجزء ١ الصحفة ٢٠٠
ولا فطرة على معسر وهو من لم يفضل عن قوته وقوت ممونه يومه وليلته) و عن (ما يليق بهما من ملبس ومسكن وخادم يحتاجها ابتداءا وعن دينه ما يخرجه) في الفطرة، بخلاف من فضل عنه ذلك
Artinya : Tidak wajib zakat fitrah bagi orang yang tidak mampu, yakni orang yang tidak memiliki harta yang lebih untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok dirinya dan orang yang wajib ia nafkahi pada saat malam ied dan hari raya ied, dan untuk memiliki pakaian dan rumah yang layak untuknya serta pelayan yang ia butuhkan dan (melunasi) hutang yang ia miliki, (tidak memiliki harta yang lebih) untuk mengeluarkan zakat fitrah. Berbeda ketika orang tersebut memiliki harta yang lebih untuk zakat fitrah setelah tercukupi kebutuhan di atas (maka wajib baginya zakat fitrah)
نهاية الزين، الجزء ١ الصحفة ١٧٣
وَلَا بُد أَيْضا أَن تكون الْفطْرَة فاضلة عَن مسكن وخادم لائقين بِهِ يحْتَاج إِلَيْهِمَا وَالْمرَاد بحاجته للخادم أَن يَحْتَاجهُ لخدمته أَو خدمَة ممونه أما حَاجته لعمله فِي أرضه أَو مَاشِيَته فَلَا أثر لَهَا نعم لَو ثبتَتْ الْفطْرَة فِي ذمَّة إِنْسَان يُبَاع فِيهَا مَسْكَنه وخادمه لِأَنَّهَا حِينَئِذٍ صَارَت من الدُّيُون وَأَن تكون فاضلة عَن دست ثوب يَلِيق بِهِ وبممونه
Artinya : Di dalam wajibnya zakat fitrah disyaratkan makanan yang hendak dikeluarkan itu harus melebihi dari tempat tinggal dan budak yang layak baginya, yang keduanya masih dia butuhkan. Maksud ungkapan dia masih perlu kepada budak adalah : dia masih membutuhkannya untuk melayaninya atau melayani orang-orang yang wajib dia nafkahi. Adapun kebutuhan dia akan budak untuk bekerja di tanahnya atau ternaknya, maka tidak berpengaruh sama sekali kepada kewajiban zakat. Ya, tetapi jika zakat fitrah itu telah menjadi hutang dalam tanggungan seseorang (contohnya : dia belum membayar zakat fitrah tahun kemarin padahal mampu), maka wajib baginya untuk menjual tempat tinggal dan budaknya guna melunasi hutang zakat fitrahnya, karena saat itu zakat fitrah telah menjadi hutang. Dan disyaratkan pula (zakat fitrah) itu harus melebihi dari sehelai baju yang layak baginya dan bagi orang-orang yang wajib dia nafkahi.
وَلَا يشْتَرط كَونهَا فاضلة عَن دينه وَلَو لآدَمِيّ كَمَا رَجحه النَّوَوِيّ فِي الْمَجْمُوع وَاعْتَمدهُ الْأَذْرَعِيّ وَابْن الْمقري لِأَن الدّين لَا يمْنَع الزَّكَاة وَلَا يمْنَع إِيجَاب نَفَقَة الزَّوْجَة والقريب فَلَا يمْنَع إِيجَاب الْفطْرَة التابعة لَهَا وَإِنَّمَا لم يمْنَع الدّين وُجُوبهَا لِأَن مَاله لَا يتَعَيَّن صرفه لَهُ وَإِنَّمَا بيع الْمسكن وَالْخَادِم فِيهِ تَقْدِيمًا لبراءة ذمَّته على الِانْتِفَاع بهما لِأَن تحصيلهما بالكراء أسهل كَذَا قَالَ الرَّمْلِيّ
Tidak disyaratkan zakat fitrah harus melebihi kadar hutangnya, walaupun itu hutang kepada sesama manusia. Ini sebagaimana yang diunggulkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Majmu' dan diikuti oleh Imam Adzro'i dan Ibnul Muqri. Mereka beralasan sebagaiman hutang tidak menghalangi kewajiban zakat harta, menafkahi istri dan juga menafkahi kerabat (orang tua dan anak), maka begitu pula hutang tidak menghalangi kewajiban zakat fitrah yang mengikuti semua yang telah disebutkan tadi. Hutang tidak menghalangi kewajiban zakat fitrah, karena harta yang ada padanya tidak harus dibelanjakan untuk melunasi hutang tersebut. Adapun jika dia punya rumah dan pelayan, maka wajib baginya untuk menjual keduanya guna melunasi hutang nya, karena kita lebih mempriorotaskan untuk membebaskan dia dari hutangnya daripada mengambil manfaat dari keduanya, karena manfaat rumah dan pelayan masih lebih mudah untuk didapatkan dengan cara menyewa. Demikianlah menurut Syekh Ramli.
وَيعْتَبر وجود الْفضل بِمَا ذكر وَقت الْوُجُوب فوجوده بعده لَا يُوجِبهَا اتِّفَاقًا . وَفَارق الْكَفَّارَة حَيْثُ تَسْتَقِر فِي ذمَّته عِنْد الْعَجز عَنْهَا ، لِأَن الْقَاعِدَة أَن الْحق المالي إِذا وَجب على الشَّخْص بتسبب مِنْهُ اسْتَقر فِي ذمَّته وَإِن كَانَ مُعسرا وَقت وُجُوبه كالكفارة , وَإِن لم يتسبب فِي وُجُوبه فَلَا شَيْء عَلَيْهِ إِذا كَانَ مُعسرا وَقت وُجُوبه وَإِن أيسر بعده كالفطرة
Dan adanya zakat fitrah harus melebihi perkara-perkara yang telah disebutkan diatas itu di perhitungkan dan disyaratkan pada saat wajibnya. Maka dari itu jika adanya kelebihan tersebut terjadi setelah waktu diwajibkannya zakat, maka adanya kelebihan tidak menjadikan wajibnya zakat fitrah. Ini sudah menjadi kesepakatan ulama. Hal ini berbeda dengan kafarat, di mana kafarat itu akan menjadi hutang dalam tanggungannya ketika dia tidak mampu (membayarnya), karena ada kaidah bahwa kewajiban yang berkaitan dengan harta, jika wajib pada seseorang karena sebab perbuatan darinya, maka itu akan menjadi hutang dalam tanggungannya, meskipun dia miskin pada saat wajibnya, seperti kafarat. Dan jika dia tidak menjadi peyebab wajibnya, maka tidak ada kewajiban apa pun padanya jika dia tidak mampu membayar pada saat wajibnya, meskipun dia mwnjadi kaya setelahnya, seperti zakat fitrah.
كفاية الاخيار، الجزء ١ الصحفة ١٨٧
وَوُجُود الْفضل عَن قوته وقوت عِيَاله فِي ذَلِك الْيَوْم ويزكي عَن نَفسه وَعَمن تلْزمهُ نَفَقَته من المسلمين هَذَا هُوَ السَّبَب الثَّالِث لوُجُوب زَكَاة الْفطر وَهُوَ الْيَسَار فالمعسر لَا زَكَاة عَلَيْهِ قَالَ ابْن الْمُنْذر بِالْإِجْمَاع وَلَا بُد من معرفَة الْمُعسر وَهُوَ كل من لم يفضل عَن قوته وقوت من تلْزمهُ نَفَقَته آدَمِيًّا كَانَ أَو غَيره لَيْلَة الْعِيد ويومه مَا يُخرجهُ فِي الْفطْرَة فَهُوَ مُعسر
Artinya : Dan adanya kelebihan dari makanna pokoknya dan makanan pokok orang-orang yang wajib di nafkahi pada hari itu. Dan dia wajib berzakat fitrah untuk dirinya sendiri dan untuk orang-orang yang wajib dia nafkahkan dari kalangan orang Islam. Inilah sebab ketiga dalam wajibnya Zakat Fitrah, yaitu mampu. Orang yang tidak mampu, maka tidak wajib zakat fitrah atasnya. Kata Ibnu Mundzir : Dan hukum diatas sudah manjadi ijma' ulama. Kemudian kita wajib mengetahui siapa yang dikataka orang yang tidak mampu. Yaitu setiap orang yang tidak memiliki kelebihan dari kebutuhan pokoknya dan kebutuhan pokok orang yang wajib dia nafkahi, baik itu manusia ataupun lainnya, di saat malam dan siang hari raya Idul Fitri seukuran makanan pokok yang bisa dia bayarkan untuk zakat fitrah , maka dia adalah orang yang tidak mampu.
وَهل يشْتَرط كَون الصَّاع الْمخْرج فَاضلا عَن مَسْكَنه وخادمه الَّذِي يحْتَاج إِلَيْهِ للْخدمَة فِيهِ وَجْهَان فِي الرَّوْضَة بِلَا تَرْجِيح وَرجح الرَّافِعِيّ فِي الْمُحَرر وَالشَّرْح الصَّغِير أَنه يشْتَرط ذَلِك وَكَذَا صَححهُ النَّوَوِيّ فِي الْمِنْهَاج وَشرح الْمُهَذّب وَكَذَا يشْتَرط أَن يكون الصَّاع الْمخْرج فَاضلا عَمَّا ذكرنَا وَعَن دست ثوب يَلِيق بِهِ صرح بِهِ الإِمَام وَالْمُتوَلِّيّ وَالنَّوَوِيّ فِي نكت التَّنْبِيه
Apakah disyaratkan bahwa satu sha' yang dikeluarkan untuk zakat fitrah itu harus melebihi tempat tinggal dan budak/pelayan yang dia butuhkan untuk pelayanannya?
Jawabnya : Ada dua pendapat dalam kitab Raudah tanpa ada tarjih dari Imam Nawawi mana pendapat yang lebih diunggulkan. Sedangkan Imam Rafi'i dalam kitab Muharror dan Syarh As-Saghir menyatakan bahwa hal itu disyaratkan. Demikian pula Imam Nawawi dalam kitab Minhaj dan Syarh nya kitab Muhadzab. Demikian pula disyaratkan bahwa satu sha' yang dikeluarkan untuk zakat harus melebihi dari yang disebutkan di atas dan dari satu paket pakaian yang sesuai dan layak dengannya. Demikian telah dijelaskan oleh Imam Haromain, Imam Mutawalli, dan Imam Nawawi di dalam Catatan beliau atas kitab At-Tanbih.
وَهل يمْنَع الدّين وجوب الْفطْرَة لَيْسَ فِي الشَّرْح الْكَبِير وَالرَّوْضَة تَرْجِيح بل نقلا عَن إِمَام الْحَرَمَيْنِ الِاتِّفَاق على أَنه يمْنَع وُجُوبهَا كَمَا أَن الْحَاجة إِلَى نَفَقَة الْقَرِيب تمنع وُجُوبهَا إِلَّا أَن الرَّافِعِيّ فِي الشَّرْح الصَّغِير رجح أَن الدّين لَا يمْنَع وجوب زَكَاة الْفطر كَمَا يمْنَع وحوب زَكَاة المَال قَالَ وَفِي كَلَام الشَّافِعِي وَالْأَصْحَاب مَا يدل على أَن الدّين لَا يمْنَع الْوُجُوب لَكِن رجح صَاحب الْحَاوِي الصَّغِير أَن الدّين يمْنَع الْوُجُوب وَبِه جزم النَّوَوِيّ فِي نكت التَّنْبِيه وَنَقله عَن الْأَصْحَاب
Apakah hutang bisa menghalangi wajibnya Zakat Fitrah? Jawabnya : Tidak ada tarjih (mengunggulkan salah satu dari beberapa pendapat yang di sebutkan) baik dalam kitab Syarh Al-Kabir maupun dalam kitab Raudah. Tetapi Imam Nawawi dan Rafi'i menukil dari Imam Haramein kesepakatan ulama-ulama pengikut madzhab Syafii bahwa hutang menghalangi wajibnya Zakat Fitrah, sebagaimana halnya hajatnya seseorang akan nafkah bagi kerabatnya (orang tua dan anak) itu bisa menghalangi dia dari wajibnya Zakat Fitrah. Hanya saja Imam Rafi'i dalam kitab Syarh As-Saghir menyatakan bahwa hutang tidak bisa menghalangi wajibnya Zakat Fitrah, sebagaimana bisa menghalangi wajibnya Zakat Maal (harta). Dia berkata: "Dalam perkataan Imam Syafi'i dan para ulama pengikutnya terdapat indikasi bahwa hutang tidak menghalangi wajibnya Zakat Fitrah. Tetapi penulis kita. Al Hawi As-Saghir menyatakan bahwa hutang menghalangi wajibnya Zakat Fitrah. Lalu Imam Nawawi dalam catatan beliau atas kitab At-Tanbih menegaskan pendapat tersebut dan menyebutkan nya tanda ada perbedaan pendapat. Beliau menukilnya dari para ulama pengikut dan pendukung madzhab Syafi'i.
والله أعلم بالصواب
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
Nama : Farida
Alamat : Blimbing, Malang, Jawa Timur
__________________________________
MUSYAWWIRIN
Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)
PENASIHAT
Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang, Malang, Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung, Jember, Jawa Timur)
PENGURUS
Ketua: Ustadz Suhaimi Qusyairi (Ketapang, Sampang, Madura)
Wakil: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Syihabuddin (Balung, Jember, Jawa Timur)
TIM AHLI
Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Deskripsi Masalah: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura), Ustadzah Nuurul Jannah (Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah)
Terjemah Ibarot : Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur), Ustadz Masruri Ainul Khayat (Kalimantan Barat)
________________________________________
Keterangan:
1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.
2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.
3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.
4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.
5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.
Komentar
Posting Komentar