Hukum Berkurban dengan Sapi yang Telinganya Hilang Sedikit Akibat Terbakar

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Badrun adalah seorang petani sekaligus tukang kerapan sapi yang memiliki sepasang seekor sapi jantan yang ia sayangi, sapi tersebut selalu menang jika ikut ajang lomba. 

Namun naas sapi tersebut kandangnya mengalami kebakaran sehingga telinga si sapi sedikit terbakar (sebagaimana video/foto), akhirnya badrun berniat menjadikan hewan yang telinganya kena kebakaran tersebut sebagai hewan kurban. Namun beberapa tokoh menyatakan hal itu tidak sah jika dijadikan hewan kurban. 

PERTANYAAN:

Apakah sah sapi dengan keadaan sebagaimana deskripsi (foto) di atas dijadikan hewan kurban?

JAWABAN:

Menurut pendapat yang kuat (al-ashoh) dalam madzhab Syafii hukumnya tidak sah. Sedangkan menurut pendapat yang lemah adalah sah, sebagaimana pendapat Madzhab Hanafi dan Hambali.

REFERENSI:

حاشية الشرواني، الجزء ١٢ الصحفة ٢٦١

وَهَلْ مِثْلُ قَطْعِ بَعْضِ الْأُذُنِ مَا لَوْ أَصَابَ بَعْضَ الْأُذُنِ آفَةٌ أَذْهَبَتْ شَيْئًا مِنْهَا كَأَكْلِ نَحْوِ الْقُرَادِ لِشَيْءٍ مِنْهَا أَوْ لَا وَيُفَرَّقُ بِالْمَشَقَّةِ الَّتِي تَحْصُلُ بِإِرَادَةِ الِاحْتِرَازِ عَنْ مِثْلِ ذَلِكَ فِيهِ نَظَرٌ وَالْأَقْرَبُ الثاني وَقَوْلُهُ : ، وَالْأَقْرَبُ الثَّانِي فِيهِ تَوَقُّفٌ

Artinya : Apakah bisa disamakan dengan hewan yang terpotong sebagian daun telinganya, seandainya ada hewan yang sebagian telinganya terkena penyakit sehingga sebagian kecil daun telinganya hilang, misalnya daun telinganya termakan kutu hewan, atau apakah tidak bisa disamakan?, Sehingga bisa berbeda hukumnya, disebabkan adanya kesulitan yang terjadi dalam menjaga hewan dari terserang hama kutu tersebut?. Maka dalam masalah seperti ini perlu penelitian kembali, namun pendapat yang lebih bisa diterima alasannya adalah pendapat yang ke-dua (hukumnya tidak bisa disamakan). Dan ucapan mushonnif "pendapat yang lebih bisa diterima alasannya adalah pendapat yang ke-dua", pendapat tersebut masih di tangguhkan dan perlu dikaji ulang.


سراج الوهاج شرح المنهاج، الصحفة ٥٤٢

وكذا لا يضر شق اذن وخرقها وثقبها بشرط ان لا يسقط من الاذن شيئ في الاصح و مقابله يضر

Artinya : Begitu juga sah dijadikan qurban, hewan yang daun telinganya sobek dengan memanjang dan melebar, sobek dengan memanjang saja, maupun berlubang, dengan syarat tidak ada bagian daun telinga yang hilang menurut pendapat yang lebih kuat. Adapun menurut muqobilul ashoh hukumnya tidak sah (mutlak).


حاشية قليوبي وعميرة ، الجزء ٤ الصحفة ٣٨٢

قَوْلُهُ: (وَكَذَا شَقُّ أُذُنٍ) لَا يَضُرُّ وَلَا خَرْقُهَا وَلَا ثَقْبُهَا وَالشَّقُّ مَا فِيهِ طُولٌ وَانْفِرَاجٌ وَالْخَرْقُ فِيهِ الْأَوَّلُ وَالثَّقْبُ مَا فِيهِ اسْتِدَارَةٌ

Artinya : Ucapan Musonnif "Begitu juga hewan yang daun telinganya sobek" hukumnya sah dijadikan qurban, begitu juga hewan yang telinganya sobek maupun berlubang. Yang dimaksud "As- Syaq" Artinya daun telinganya sobek secara memanjang maupun melebar, kata "Al- khurqu" artinya daun telinganya sobek memanjang saja, dan kata Al-Tsaqbu" artinya daun telinganya berlubang.


تحفة المحتاج، الجزء ٩ الصحفة ٣٥٤

وَكَذَا شَقُّ أُذُنٍ وَخَرْقُهَا وَثَقْبُهَا) تَأْكِيدٌ لِتَرَادُفِهِمَا (فِي الْأَصَحِّ) إنْ لَمْ يَذْهَبْ مِنْهَا شَيْءٌ لِبَقَاءِ لَحْمِهَا بِحَالِهِ بِخِلَافِ مَا إذَا ذَهَبَ بِذَلِكَ شَيْءٌ وَإِنْ قَلَّ وَعَلَيْهِ يُحْمَلُ خَبَرُ التِّرْمِذِيِّ السَّابِقُ أَوْ يُحْمَلُ عَلَى التَّنْزِيهِ لِمَفْهُومِ خَبَرِ أَرْبَعٌ السَّابِقِ أَيْ بِنَاءً عَلَى الِاعْتِدَادِ بِمَفْهُومِ الْعَدَدِ أَنَّ مَا سِوَاهَا يُجْزِئُ

Artinya : "Begitu juga sah dijadikan hewan qurban, hewan yang daun telinganya sobek maupun berlubang menurut Qoul Ashoh" 
Kata "Tsaqbun" merupakan penguat dari kata "khorqun" karena memiliki makna yang sama. Sahnya hewan tersebut untuk qurban apabila tidak ada bagian daun telinga yang hilang, karena daging daun telinga masih tergolong utuh jika tidak ada bagian yang hilang. Hal ini berbeda dengan hewan yang bagian daun telinganya hilang akibat mengalami sobek, meskipun hilangnya sedikit. (Maka yang begini tidak sah untuk qurban). Maka berdasarkan penjelasan inilah, hadits riwayat Imam Turmudzi di atas di artikan, atau di artikan kepada hukum makruh tanzih berdasarkan pemahaman dari hadits yang menjelaskan kriteria empat macam hewan yang tidak bisa dibuat qurban diatas. Dalam arti hal itu didasarkan atas kriteria tersebut yang difahami dari makna bilangan (empat) bahwasannya selain 4 macam tersebut, maka hukumnya sah. 


 المجموع شرح المهذب، الجزء ٨ الصحفة ٣٧٥

الثامنة) لا تجزئ مقطوعة الأذن فإن قطع بعضها نظر فإن لم يبن منها شئ بل شق طرفها وبقي متدليا لم يمنع على الأصح من الوجهين وقال القفال يمنع وحكاه الدارمي عن ابن القطان وإن أبين فإن كان كثيرا بالإضافة إلى الأذن منع بلا خلاف وإن كان يسيرا منع أيضا على أصح الوجهين لفوات جزء مأكول قال إمام الحرمين وأقرب ضبط بين الكثير واليسير أنه إن لاح النقص من البعد فكثير وإلا فقليل 

Artinya : Masalah ke-delapan. 
Hewan yang terpotong daun telinganya itu tidak sah dijadikan qurban, sehingga apabila sebagian daun telinganya terpotong maka hukumnya diperinci : Apabila bagian telinga tidak terpotong (berkurang), namun hanya mengalami sobek di pinggir telinga, dan masih tetap menjuntai, maka masih sah menurut pendapat yang Ashoh di antara dua pendapat ashab syafi'i. Imam Qoffal berpendapat tidak sah. Pendapat ini diceritakan oleh Ad-Darimi dari Ibnu Qothon. Apabila bagian telinga jelas terpotong (berkurang), maka apabila bagian yang terpotong tersebut di anggap banyak jika di bandingkan dengan daun telinga secara utuh, maka hukumnya tidak sah dan ini tidak ada khilaf dalam madzhab syafi'i. Namun apabila berkurangnya sedikit, maka tetap tidak sah menurut qoul yang kuat, karena adanya bagian telinga yang hilang (meskipun sedikit) Imam Al-Haromain berkata : "Adapun standar penentuan yang paling mudah di terima untuk menentukan antara banyak dan sedikitnya bagian yang terpotong adalah apabila kekurangan tersebut terlihat jelas dari jauh, maka berarti banyak. Namun apabila tidak terlihat jelas, maka berarti sedikit. 


الحاوي الكبير في فقه مذهب الإمام الشافعي، الجزء ١٥ الصحفة ٨٣

فَصَارَ نَقْصُ الْأُذُنِ عَلَى ثَلَاثَةِ أَضْرُبٍ ؛ أَحَدُهَا : مَا مَنَعَ مِنْ جَوَازِ الْأُضْحِيَّةِ ، وَهُوَ مَا أَذْهَبَ بَعْضَهَا وَالثَّانِي : مَا لَمْ يَمْنَعْ مِنْهَا ، وَهُوَ مَا لَمْ يُذْهِبْ شَيْئًا مِنْهَا وَالثَّالِثُ : مَا اخْتُلِفَ فِيهِ ، وَهُوَ مَا قَطَعَ فَاتَّصَلَ ، وَلَمْ يَنْفَصِلْ وَقِيلَ : لَا يَمْنَعُ مِنَ الْأُضْحِيَّةِ ، وَإِنْ قُطِعَ جَمِيعُهَا : لِأَنَّ الْأُذُنَ غَيْرُ مَأْكُولٍ


Artinya : Sehingga kesimpulannya dalam masalah cacat/kekurangan yang ada pada daun telinga hewan kurban itu terbagi menjadi tiga macam yaitu : Tidak boleh dibuat untuk qurban, yaitu apabila cacat tersebut telah menghilangkan sebagian daun telinganya. Boleh dibuat qurban, yaitu apabila cacat tesebut tidak menghilangkan atau mengurangi sedikitpun dari bagian telinganya. Masih di perselisihkan hukumnya, yaitu hewan yang telinganya terpotong, namun masih tersambung dan belum terpisah (misalnya robek pada daun telinga) Namun ada pendapat yang lemah yang menyatakan bahwa, sah untuk dijadikan qurban meskipun hewan tersebut daun telinganya terpotong semuanya, karena telinga bukan termasuk bagian yang biasa dimakan.


المجموع شرح المهذب، الجزء ٨ الصحفة ٣٧٩

وَأَمَّا مَقْطُوعَةُ الْأُذُنِ ، فَمَذْهَبُنَا : أَنَّهَا لَا تُجْزِئُ ، سَوَاءً قُطِعَ كُلُّهَا أَوْ بَعْضُهَا . وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ ، وَدَاوُدُ وَقَالَ أَحْمَدُ : إِنْ قُطِعَ أَكْثَرُ مِنَ النِّصْفِ لَمْ تُجْزِهِ ، وَإِلَّا فَتُجْزِئُهُ . وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ : إِنْ قُطِعَ أَكْثَرُ مِنَ الثُّلُثِ لَمْ تُجْزِهِ وَقَالَ أَبُو يُوسُفَ ، وَمُحَمَّدٌ : إِنْ بَقِيَ أَكْثَرُ مِنْ نِصْفِ أُذُنِهَا : أَجْزَأَتْ

Artinya : Adapun hewan yang terpotong telinganya maka menurut madzhab Syafi'i hukumnya tidah sah dijadikan qurban, baik terpotong semua maupun sebagian. Dan ini juga merupakan pendapat imam Malik dan imam Daud Ad-Dhohiri. Imam Ahmad berpendapat apabila bagian yang terpotong lebih dari setengah, maka hukumnya tidak sah. namun apabila kurang dari setengah hukumnya sah. Imam Abu Hanifah berpendapat apabila yang terpotong melebihi sepertiga maka tidak sah. Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad As-Syaibani berpendapat apabila bagian telinga yang masih ada melebihi setengah maka sah.



والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

PENANYA :

Nama : Sholehudin 
Alamat : Proppo, Pamekasan, Madura
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Suhaimi Qusyairi (Ketapang, Sampang, Madura)
Wakil: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura), Ustadzah Nuurul Jannah (Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah) 
Terjemah Ibarot : Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)

________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?