Mengkaji Unsur Tabdzir dalam Mengirimkan Karangan Bunga

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Karangan bunga bukanlah sesuatu yang asing bagi masyarakat. Fenomena budaya pengiriman karangan bunga ini oleh sebagian orang dianggap sesuatu yang mubadzir karena pada akhirnya terbuang begitu saja. Pengiriman bunga ini biasanya dilakukan sebagai ucapan selamat untuk acara walimah seperti sepeti haflah, peresmian kantor atau gedung, kenaikan pangkat, ucapan rasa bela sungkawa untuk ucara kematian.

PERTANYAAN:

Apakah pengiriman karangan bunga tersebut termasuk pemborosan ataupun memubadzirkan barang?

JAWABAN:

Mengirimkan karangan bunga untuk ucapan selamat, maupun bela sungkawa tidak termasuk pemborosan ataupun tabdzir (menghambur-hamburkan harta) karena masih memiliki tujuan ukhrowi, selama karangan bunga yang diberikan layak dibeli dan sesuai dengan kondisi serta tidak membebankan dirinya sendiri.

REFERENSI:

فتح الباري لابن حجر العسقلاني، الجزء ١٠ الصحفة ٤٠٩

وَقَالَ السُّبْكِيُّ الْكَبِيرُ فِي الْحَلَبِيَّاتِ ؛ الضَّابِطُ فِي إِضَاعَةِ الْمَالِ أَنْ لَا يَكُونَ لِغَرَضٍ دِينِيٍّ وَلَا دُنْيَوِيٍّ فَإِنِ انْتَفَيَا حَرُمَ قَطْعًا وَإِنْ وُجِدَ أَحَدُهُمَا وُجُودًا لَهُ بَالٌ وَكَانَ الْإِنْفَاقُ لَائِقًا بِالْحَالِ وَلَا مَعْصِيَةَ فِيهِ جَازَ قَطْعًا

Artinya : Imam as-Subki al-Kabir, dalam kitab al-Halabiyyat menjelaskan : "Batasan sesuatu dianggap menyia-nyiakan harta adalah perkara tersebut tidak ada manfaatnya baik dari sisi tujuan keagamaan maupun keduniaan. Apabila perkara tersebut tidak mengandung kedua-duanya, maka hukumnya di sepakati haram. Dan apabila dalam perkara tersebut mengandung sisi kebaikan baik dari kegamaan saja ataupun keduniaan saja, serta penggunaan harta tersebut standar (layak), serta tidak mengandung maksiat, maka hukumnya disepakati boleh.

وَبَيْنَ الرُّتْبَتَيْنِ وَسَائِطُ كَثِيرَةٌ لَا تَدْخُلُ تَحْتَ ضَابِطٍ فَعَلَى الْمُفْتِي أَنْ يَرَى فِيمَا تَيَسَّرَ مِنْهَا رَأْيَهُ وَأَمَّا مَا لَا يَتَيَسَّرُ فَقَدْ تَعَرَّضَ لَهُ فَالْإِنْفَاقُ فِي الْمَعْصِيَةِ حَرَامٌ كُلُّهُ وَلَا نَظَرَ إِلَى مَا يَحْصُلُ فِي مَطْلُوبِهِ مِنْ قَضَاءِ شَهْوَةٍ وَلَذَّةٍ حَسَنَةٍ

Kemudian di antara dua tingakatan diatas, ada banyak tingkatan-tingkatan yang banyak yang sulit untuk dibatasi dengan definisi, sehingga bagi seorang mufti hendaknya meneliti betul dan memilih hal yang mudah difahami olehnya. Adapun memaksakan membeli sesuatu dalam kondisi yang sulit baginya, maka beliau telah menjelaskan hukumnya. Di mana menggunakan harta dalam kemaksiatan itu hukumnya haram dan di sini tidak perlu mempertimbangkan terpenuhinya syahwat maupun kelezatan.

وَأَمَّا إِنْفَاقُهُ فِي الْمَلَاذِّ الْمُبَاحَةِ فَهُوَ مَوْضِعُ الِاخْتِلَافِ فَظَاهِرُ قَوْلِهِ تَعَالَى وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَين ذَلِك قواما أَنَّ الزَّائِدَ الَّذِي لَا يَلِيقُ بِحَالِ الْمُنْفِقِ إِسْرَاف ثمَّ قَالَ وَمن بذل مَالَا كَثِيرًا فِي غَرَضٍ يَسِيرٍ تَافِهٍ عَدَّهُ الْعُقَلَاءُ مُضَيِّعًا بِخِلَافِ عَكْسِهِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ٠

Adapun menggunakan harta untuk mendapatkan kenikmati yang sifatnya mubah, maka hal ini masuk dalam ranah ikhtilaf Ulama'. Adapun dhohirnya ayat : "Dan orang-orang yang menggunakan hartanya tanpa melakukan pemborosan, dan tidak pula pelit, akan tetapi mereka membelanjakan hartanya secara seimbang", ayat ini menunjukkan bahwa pembelanjaan yang berlebihan yang tidak sesuai dengan kondisi orang tersebut tersebut, maka itu termasuk isrof (pemborosan). Kemudian Imam Subki menjelaskan : "Barang siapa yang mengeluarkan dana yang banyak untuk kebutuhan yang sedikit yang tidak penting, maka menurut pandangan orang-orang yang berakal sehat hal itu tergolong menyia-nyiakan harta. Hal ini hukumnya berbeda dengan kebalikannya. 



ﺇﺣﻜﺎﻡ اﻷﺣﻜﺎﻡ ﺷﺮﺡ ﻋﻤﺪﺓ اﻷﺣﻜﺎﻡ، الجزء ١ الصحفة ٣٢١

ﻭﺃﻣﺎ "ﺇﺿﺎﻋﺔ اﻟﻤﺎﻝ" ﻓﺤﻘﻴﻘﺘﻪ اﻟﻤﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻬﺎ: ﺑﺬﻟﻚ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﻣﺼﻠﺤﺔ ﺩﻳﻨﻴﺔ ﺃﻭ ﺩﻧﻴﻮﻳﺔ. ﻭﺫﻟﻚ ﻣﻤﻨﻮﻉ، ﻷﻥ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺟﻌﻞ اﻷﻣﻮاﻝ ﻗﻴﺎﻣﺎ ﻟﻤﺼﺎﻟﺢ اﻟﻌﺒﺎﺩ. ﻭﻓﻲ ﺗﺒﺬﻳﺮﻫﺎ ﺗﻔﻮﻳﺖ ﻟﺘﻠﻚ اﻟﻤﺼﺎﻟﺢ، ﺇﻣﺎ ﻓﻲ ﺣﻖ ﻣﻀﻴﻌﻬﺎ، ﺃﻭ ﻓﻲ ﺣﻖ ﻏﻴﺮﻩ

Artinya : Adapun pengertian menyia-nyiakan harta yang sesungguhnya dan disepakati oleh para ulama adalah jika penggunaannya tidak berhubungan dengan maslahat dunia dan akhirat. Menyia-nyiakan harta merupakan hal yang dilarang karena Allah taala, karena Alloh taala telah menjadikan harta agar digunakan untuk kemaslahatan hamba-Nya. Maka pengunaan harta secara berlebihan bisa merusak kemaslahatan tersebut, baik kemaslahatan si-pemilik harta, maupun kemaslahatan hak orang lain

ﻭﺃﻣﺎ ﺑﺬﻟﻪ ﻭﻛﺜﺮﺓ ﺇﻧﻔﺎﻗﻪ ﻓﻲ ﺗﺤﺼﻴﻞ ﻣﺼﺎﻟﺢ اﻷﺧﺮﻯ ﻓﻼ ﻳﻤﺘﻨﻊ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﻫﻮ ﻭﻗﺪ ﻗﺎﻟﻮا: ﻻ ﺳﺮﻑ ﻓﻲ اﻟﺨﻴﺮ. ﻭﺃﻣﺎ ﺇﻧﻔﺎﻗﻪ ﻓﻲ ﻣﺼﺎﻟﺢ اﻟﺪﻧﻴﺎ، ﻭﻣﻼﺫ اﻟﻨﻔﺲ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ ﻻ ﻳﻠﻴﻖ ﺑﺤﺎﻝ اﻟﻤﻨﻔﻖ، ﻭﻗﺪﺭ ﻣﺎﻟﻪ: ﻓﻔﻲ ﻛﻮﻧﻪ ﺳﻔﻬﺎ ﺧﻼﻑ، ﻭاﻟﻤﺸﻬﻮﺭ: ﺃﻧﻪ ﺳﻔﻪ

Adapun memberikan harta, atau banyak infak untuk menghasilkan keuntungan ahirat, maka hal itu tidak dilarang sama sekali jika dilihat dari sisi keuntungan kelak diakherat. Dan sungguh Ulama mengatakan : "Tidak ada istilah pemborosan dalam hal kebaikan". 
Adapun membelanjakan harta untuk kemaslahatan dunia, dan kenikmatan raga dengan cara yang tidak sesuai dengan kondisi si-pembelanja dan tidak sesuai dengan nominal hartanya, maka pengkategorian tindakan tersebut sebagai pemborosan (mubadzir), maka di sini terjadi perbedaan pendapat Ulama. Menurut pendapat yang masyhur tindakan tersebut termasuk pemborosan (tabdzir atau safah).

ﻭﻗﺎﻝ ﺑﻌﺾ اﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ: ﻟﻴﺲ ﺑﺴﻔﻪ، ﻷﻧﻪ ﻳﻘﻮﻡ ﺑﻪ ﻣﺼﺎﻟﺢ اﻟﺒﺪﻥ ﻭﻣﻼﺫﻩ، ﻭﻫﻮ ﻏﺮﺽ ﺻﺤﻴﺢ. ﻭﻇﺎﻫﺮ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻳﻤﻨﻊ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ. ﻭاﻷﺷﻬﺮ ﻓﻲ ﻣﺜﻞ ﻫﺬا: ﺃﻧﻪ ﻣﺒﺎﺡ، ﺃﻋﻨﻲ ﺇﺫا ﻛﺎﻥ اﻹﻧﻔﺎﻕ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﻣﻌﺼﻴﺔ. ﻭﻗﺪ ﻧﻮﺯﻉ ﻓﻴﻪ

Namun sebagian ulama syafi'iyah mengkategorikan bukan termasuk pemborosan, karena dia menggunakan hartanya tersebut untuk kemaslahatan dan kenikmatan raganya, dan tujuan seperti itu masih dipandang sebagai tujuan yang benar, meskipun dhohirnya Al-Qur'an melarang hal tersebut. Sedangkan menurut pendapat yang lebih masyhur hal seperti ini boleh. Maksud saya jika pembelanjaan harta tersebut bukan pada hal-hal yang berbau maksiat. Dan pendapat ini telah ditentang oleh sebagian ulama. 


إعانة الطالبين، الجزء ٢ الصحفة ١٧٩

فائدة) السرف مجاوزة الحد، ويقال في النفقة: التبذير، وهو الانفاق في غير حق . فالمسرف: المنفق في معصية وإن قل إنفاقه ، وغيره: المنفق في الطاعة وإن أفرط

Artinya : (Faedah) Isrof adalah sesuatu yang melewati batas. Dalam penggunaan harta disebut tabdzir yaitu menggunakan harta untuk perkara yang tidak benar. Sehingga bisa diambil pengertian bahwa orang yang boros adalah orang yang menggunakan hartanya untuk kemaksiatan, meskipun penggunaannya cuman sedikit. Sementara seseorang tidak dikatakan boros jika dia menggunakan hartanya untuk ketaatan meskipun berlebihan. 

قال ابن عباس رضي الله عنهما: ليس في الحلال إسراف، وإنما السرف في ارتكاب المعاصي. قال الحسن بن سهل: لا سرف في الخير، كما لا خير في السرف. وقال سفيان الثوري: الحلال لا يحتمل السرف. وقال عبد الملك بن مروان لعمر بن عبد العزيز حين زوجه ابنته: ما نفقتك ؟ قال الحسنة بين السيئتين ثم تلا قوله تعالى: (والذين إذا أنفقوا لم يسرفوا ولم يقتروا) الآية اهـ

Ibnu Abbas berkata : "Tiada disebut pemborosan ketika harta digunakan dalam perkara yang halal. Sikap pemborosan itu hanyalah terjadi pada penggunaan harta dalam kemaksiatan". Al-Hasan bin Sahl berkata : "Tiada disebut pemborosan ketika harta digunakan dalam kebaikan, sebagaimana tiada kebaikan dalam hal-hal yang melampaui batas (haram). Sufyan Ats- Tsauri berkata : "Penggunaan harta dalam perkara yang halal itu tidak mengandung pemborosan". Abdul Malik bin Marwan bertanya kepada Umar bin Abdul Aziz saat dia menikahkannya dengan putrinya : "Apa yang kau gunakan untuk nafkah ?". Umar bin Abdul Aziz menjawab : "Satu kebaikan diantara dua keburukan". Kemudian dia membaca ayat : "Dan orang-orang yang ketika menafkahkan hartanya tidak boros dan tidak kikir".


اعانة الطالبين الجزء ٣ الصحفة ٧١

وَ أَمَّا صَرْفُهُ فِي الصَّدَقَةِ وَ وُجُوْهِ الْخَيْرِ وَالْمَطَاعِمِ وَالْمَلاَبِسِ وَالْهَدَايَا الَّتِي لاَ تَلِيْقُ بِهِ فَلَيْسَ بِتَبْذِيْرٍ. (وَقَوْلُهُ لَيْسَ بِتَبْذِيْرٍ) أَيْ عَلَى الأَصَحِّ لأَنَّ لَهُ فِي ذَلِكَ غَرْضًا صَحِيْحًا وَهُوَ الثَّوَابُ وَالتَّلَذُّذُ. وَمِنْ ثَمَّ قَالُوْا لاَ إِسْرَافَ فِي الْخَيْرِ وَلاَ خَيْرَ فِي الإِسْرَافِ.

Artinya : Adapun mempergunakan harta atau menyalurkannya pada sedekah dan berbagai jalur kebaikan, untuk membeli makanan, pakaian, dan membeli hadiah-hadiah yang tidak layak baginya, maka itu semua tidak termasuk mubadzir. (Penjelasan: tidak termasuk mubadzir), yaitu menurut pendapat ulama madzhab Syafii yang lebih diunggulkan, karena dalam hal demikian itu, ia memiliki bertujuan baik, yakni ingin memperoleh pahala dan bersenang-senang. Maka berdasarkan alasan inilah, para fuqoha mengatakan: “Tiada ada unsur berlebihan dalam kebaikan dan tidak ada kebaikan dalam hal-hal sifatnya berlebihan.


إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، الجزء ٢ الصحفة ١٨١

والفرق بين الإسراف والتبذير. أن الأول هو صرف الشئ فيما ينبغي زائدا على ما ينبغي، والثاني: صرف الشئ فيما لا ينبغي - كما قاله الكرماني على البخاري 

Artinya : Perbedaan isrof dan tabdzir. 
Isrof adalah : menggunakan sesuatu yang masih diperlukan namun kadarnya terlalu berlebihan. Sedangkan Tabdzir adalah menggunakan harta pada perkara yang tidak semestinya (dilarang oleh agama), sebagaimana dikatakan oleh Al-Kirmani dalam syarh Bukhori.

نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج، الجزء ٣ الصحفة ٩٥

وَالسَّرَفُ مُجَاوَزَةُ الْحَدِّ، وَيُقَالُ فِي النَّفَقَةِ التَّبْذِيرُ وَهُوَ الْإِنْفَاقُ فِي غَيْرِ حَقٍّ، فَالسَّرَفُ الْمُنْفَقُ فِي مَعْصِيَةٍ وَإِنْ قَلَّ إنْفَاقُهُ وَغَيْرُهُ الْمُنْفَقُ فِي طَاعَةٍ وَإِنْ أُفْرِطَ

Artinya : Isrof (berlebihan ) artinya : melebihi batas, dan dalam masalah penggunaan harta disebut dengan tabdzir (pemborosan). Adapun pengertian isrof adalah : menggunakan harta untuk perkara yang tidak benar. Jadi isrof adalah istilah bagi penggunaan harta untuk kemaksiatan meskipun jumlahnya cuma sedikit, sebaliknya penggunaan harta untuk ketaatan meskipun berlebihan itu tidak disebut isrof. 

وَالْمُرَادُ بِالسَّرَفِ فِي حَقِّ الْمَرْأَةِ أَنْ تَفْعَلَهُ عَلَى مِقْدَارٍ لَا يُعَدُّ مِثْلُهُ زِينَةً كَمَا أَشْعَرَ بِهِ قَوْلُهُ السَّابِقُ بَلْ تَنْفِرُ مِنْهُ النَّفْسُ إلَخْ، وَعَلَيْهِ فَلَا فَرْقَ فِيهِ بَيْنَ الْفُقَرَاءِ وَالْأَغْنِيَاءِ 

Adapun yang dimaksud isrof dalam masalah hak perempuan (istri) adalah seorang istri menggunakan haknya melebihi kadar yang sudah tidak dianggap lagi sebagai bentuk berhias bagi kaum perempuan, sebagaimana arah ucapan musonnif yang terdahulu yakni : " Akan tetapi hati itu menjauh (tidak menerima) hal itu. Dan seterusnya ". Berdasarkan keterangan tersebut, maka tidak ada perbedaan dalam masalah isrof, baik terjadi pada orang fakir maupun orang kaya. 

قَوْلُهُ: وَالسَّرَفُ مُجَاوَزَةُ الْحَدِّ عِبَارَةُ الْكَرْمَانِيِّ عَلَى الْبُخَارِيِّ فِي أَوَّلِ كِتَابِ الْوُضُوءِ نَصُّهَا: الْإِسْرَافُ هُوَ صَرْفُ الشَّيْءِ فِيمَا يَنْبَغِي زَائِدًا عَلَى مَا يَنْبَغِي، بِخِلَافِ التَّبْذِيرِ فَإِنَّهُ صَرْفُ الشَّيْءِ فِيمَ لَا يَنْبَغِي اهـ. وَعَلَيْهِ فَالصَّرْفُ فِي الْمَعْصِيَةِ يُسَمَّى تَبْذِيرًا وَمُجَاوَزَةُ الثَّلَاثِ فِي الْوُضُوءِ يُسَمَّى إسْرَافًا

Perkataan mushonnif : "Isrof itu artinya melebihi batas". Adapun redaksi perkataan Al-Karmani dalam Syarh Bukhori di bab wudhu seperti berikut ini: "Isrof adalah menggunakan sesuatu pada perkara yang baik, namun melebihi ukuran yang seyogyanya . Maka isrof ini berbeda dengan Tabdzir (boros), karena pengertian Tabdzir adalah menggunakan sesuatu pada perkara yang tidak baik". Berdasarkan keterangan ini, maka penggunaan harta untuk kemaksiatan disebut dengan Tabdzir, sedangkan membasuh anggota wudhu melebihi tiga kali disebut dengan isrof.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

PENANYA :

Nama : Ahmad
Alamat : Kediri Kota, Kediri, Jawa Timur 
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Suhaimi Qusyairi (Ketapang, Sampang, Madura)
Wakil: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura), Ustadzah Nuurul Jannah (Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah) 
Terjemah Ibarot : Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)

________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?