Hukum Memandang Pada Mulut Wanita Saat Setor Hafalan Al-Qur'an ?

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
 (Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Badriah (nama samaran) merupakan santriwati yang masih umur 17 tahun yang setiap hari menyetor hafalan qur'an kepada Ustadznya yang bernama Badrun (nama samaran) yang masih berumur 23 tahun. Dalam meneliti bacaan Badriah, si Badrun fokus memandang/memperhatikan pada mulut Badriah untuk meneliti makhorijul huruf yang dilafazkan oleh Badriah.

PERTANYAAN:

Bagaimana mana hukum memandangnya Badrun pada mulut Badriah seperti deskripsi di atas? 

JAWABAN:

A. Menurut Imam Subki dan Syeh Ibnu Hajar Haram mutlak apabila yang disimak adalah selain surat Al Fatihah. Adapun mengajarkan surat al-fatihah maka boleh dengan 2 syarat : 

1. Sama sekali tidak ada ustadzah wanita atau ustadz laki-laki yang mahrom atau suami yang bisa mengajari mereka.

2. Ada kesulitan mengajari mereka dibalik hijab.

3. Tidak menimbulkan kholwat

Jika tidak terpenuhi salah satu syarat di atas, maka hukumnya haram. 

B. Menurut Syeh Romli dan Khotib tidak ada perbedaan antar surat Fatihah dengan lainnya. Yakni hukumnya boleh apabila memenuhi 2 syarat diatas. Jika tidak memenuhi syarat, maka hukumnya haram. 

REFERENSI:

إعانة الطالبين، الجزء ٣ الصحفة ٣٠٦

ويجوز نظر وجه المرأة عند المعاملة ببيع وغيره للحاجة إلى معرفتها، وتعليم ما يجب تعلمه - كالفاتحة - دون ما يسن على الاوجه  قوله: وتعليم الخ) معطوف على المعاملة: أي ويجوز نظر وجه المرأة عند تعليمها ما يجب تعلمه كالفاتحة٠ وأقل التشهد، وما يتعين فيه ذلك من الصنائع المحتاج إليها٠ قال في النهاية: ومحل جواز ذلك عند فقد جنس ومحرم صالح وتعذره من وراء حجاب ووجود مانع خلوة، أخذا مما مر في العلاج، اه٠ وقوله كالفاتحة: تمثيل لما يجب تعلمه (قوله: دون ما يسن) أي فلا يجوز نظر وجه المرأة عند تعليم ما يسن تعلمه كالسورة٠ وقوله على الأوجه: أي عند ابن حجر، والذي اعتمده م ر والخطيب التعميم٠


Artinya: Dan boleh melihat wajah perempuan ketika muamalah dengan akad jual beli dan lainnya karena hajat untuk mengetahuinya, dan mengajar perkara yang wajib dipelajari seperti fatehah bukan hal yang sunnah dipelajari menurut pendapat ulama Madzhab Syafi'i yang diunggulkan. Kalimat "dan mengajar  diathofkan pada kalimat "muamalah" . Maksudnya: Dan boleh melihat wajah perempuan ketika mengajarinya ilmu-ilmu yang wajib seperti fatihah, minimal doa tasyahhud, atau pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan perempuan tersebut yang menuntut untuk melihat wajahnya. Syekh Romli RA berkata dalam kitab Nihayatu Al Muhtaj " : Letak diperbolehkannya hal tersebut adalah ketika tidak adanya pengajar yang sesama perempuan atau mahram yang layak mengajarnya, dan sulit dilakukan di balik hijab/penghalang, dan adanya perkara-perkara yang mencegah kholwat sebagaimana keterangan lalu dalam kasus mengobati pasien. Kalimat "sepeti fatehah" adalah contoh hal yang wajib dipelajari.  Kalimat "bukan yang disunnahkan" sehingga tidak diperbolehkan melihat wajah perempuan pada saat mengajarinya hal-hal yang sunnah dipelajari, seperti membaca surat alquran selain fatihah. Kalimat "menurut pendapat yang diunggulkan" yakni menurut Syekh Ibnu Hajar. Sedangkan menurut Syekh Arromli dan Al Khotib adalah umum (baik ilmu yang wajib maupun sunnah). 


حاشية البجيرمي على الخطيب، الجزء ٣ الصحفة ٣٨١

تَنْبِيهٌ: سَكَتَ الْمُصَنِّفُ عَنْ النَّظَرِ إلَى أَشْيَاءَ اخْتِصَارًا: مِنْهَا النَّظَرُ إلَى التَّعْلِيمِ كَمَا قَالَهُ النَّوَوِيُّ فِي الْمِنْهَاجِ، وَاخْتَلَفَ الشُّرَّاحُ فِي مَعْنَى ذَلِكَ فَقَالَ السُّبْكِيُّ إنَّمَا يَظْهَرُ فِيمَا يَجِبُ تَعَلُّمُهُ وَتَعْلِيمُهُ كَالْفَاتِحَةِ، وَمَا يَتَعَيَّنُ تَعْلِيمُهُ مِنْ الصَّنَائِعِ الْمُحْتَاجِ إلَيْهَا بِشَرْطِ التَّعَذُّرِ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ. وَأَمَّا غَيْرُ ذَلِكَ فَكَلَامُهُمْ يَقْتَضِي الْمَنْعَ وَمِنْهُمْ النَّوَوِيُّ حَيْثُ قَالَ فِي الصَّدَاقِ: وَلَوْ أَصْدَقَهَا تَعْلِيمَ قُرْآنٍ فَطَلَّقَ قَبْلَهُ، فَالْأَصَحُّ تَعَذُّرُ تَعْلِيمِهِ٠ قَوْلُهُ: (بِشَرْطِ التَّعَذُّرِ) أَيْ وَبِشَرْطِ الْعَدَالَةِ فِي كُلٍّ مِنْ الْمُعَلِّمِ وَالْمُتَعَلِّمِ. وَفِي شَرْحِ م ر: وَيُتَّجَهُ اشْتِرَاطُ الْعَدَالَةِ فِي الْأَمْرَدِ وَمُعَلِّمِهِ كَالْمَمْلُوكِ بَلْ أَوْلَى٠

Artinya: Peringatan! Mushonnif tidak berkomentar tentang hukum melihat hal-hal tertentu, karena ada tujuan meringkas. Diantaranya yaitu melihat dalam rangka mengajar sebagaimana yang dikatakan Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Minhaj. Kemudian beberapa pensyarah minhaj berbeda dalam memaknai hal tersebut. Imam As-Subuki berkata sesungguhnya hal itu sudah jelas hanya pada sesuatu yang wajib untuk dipelajari dan diajarkan seperti Fatihah, dan keahlian khusus dalam bidang perindustrian atau pekerjaan yang sangat dibutuhkan, dengan syarat ada kesulitan mengajarkannya di balik hijab. Adapun ilmu pengetahuan yang tidak wajib dan juga tidak urgen sangat, maka perkataan ulama fiqh menuntut untuk dilarang dan diantara fuqoha yang melarang tersebut yaitu Imam An-Nawawi. Dimana beliau berkata dalam bab mahar: Dan apabila seorang suami memberikan mahar mengajarkan Qur'an, lalu dia mentalaq istrinya sebelum sempat mengajarinya, maka menurut pendapat yang diunggulkan (Ashoh) : tidak boleh mengajarnya. (Krn di anggap menimbulkan kholwat) Perkataan beliau yaitu (dengan syarat adanya kesulitan). Artinya juga dengan syarat adil (punya riwayat berperilaku baik dan bukan orang fasiq) pada masing pengajar dan yang belajar. Dan dalam syarahnya kitab nya imam Ar-Ramli bahwa adanya syarat harus adil dalam masalah amrod (anak kecil yang tampan dan belum punya jenggot) dan pengajarnya bahkan itu lebih layak untuk dilarang.



تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي، الحزء ٧ الصحفة ٢٠٤

قَالَ السُّبْكِيُّ وَغَيْرُهُ هَذِهِ مِنْ تَفَرُّدَاتِ الْمِنْهَاجِ أَيْ دُونَ الرَّوْضَةِ وَأَصْلُهَا وَإِلَّا فَهِيَ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ وَالْفَتَاوَى وَإِنَّمَا يَظْهَرُ فِيمَا يَجِبُ تَعَلُّمُهُ وَتَعْلِيمُهُ كَالْفَاتِحَةِ وَمَا يَتَعَيَّنُ فِيهِ ذَلِكَ مِنْ الصَّنَائِعِ الْمُحْتَاجِ إلَيْهَا بِشَرْطِ فَقْدِ جِنْسٍ وَمَحْرَمٍ صَالِحٍ وَتَعَذُّرِهِ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ وَوُجُودِ مَانِعِ خَلْوَةٍ أَخْذًا مِمَّا مَرَّ فِي الْعِلَاجِ لَا فِيمَا لَا يُحِبُّ كَمَا يَدُلُّ لَهُ قَوْلُهُ: الْآتِي فِي الصَّدَاقِ تَعَذَّرَ تَعْلِيمُهُ عَلَى الْأَصَحِّ وَعَلَّلَهُ الرَّافِعِيُّ بِخَشْيَةِ الْوُقُوعِ فِي التُّهْمَةِ وَالْخَلْوَةِ الْمُحَرَّمَةِ وَمُقَابِلُهُ يُعَلِّمُهَا مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ بِغَيْرِ خَلْوَةٍ فَالْوَجْهَانِ مُتَّفِقَانِ عَلَى تَحْرِيمِ النَّظَرِ اه


Artinya: Imam As-Subuki dan lainnya berkata : Ini adalah merupakan pembahasan yang hanya dibahas dalam kitab Al-Minhaj. (Artinya tidak ada dalam kitab Ar-Raudloh dan asalnya.) Diartikan seperti itu karena pernyataan tersebut ada di dalam Syarah kitab muslim dan Al-Fatawa Nawawi. Sesungguhnya hal itu sudah jelas hanya pada sesuatu yang wajib untuk dipelajari dan diajarkan seperti Fatihah, dan sesuatu yang hanya tertentu untuk diajarkan seperti keahlian atau ketrampilan di perindustrian yang dibutuhkan dengan syarat : tidak ada yang satu jenis atau mahram yang bisa mengajarinya dan kesulitan mengajarinya dari balik hijab serta harus ada perkara yang mencegah untuk berkhalwat. Ini semua mengambil keterangan yang sudah lewat dalam masalah mengobati pasien. 
Aturan diatas tidak berlaku pada perkara yang tidak wajib. Sebagaimana ditunjukkan oleh perkataan beliau di dalam masalah mahar mengajari al quran yang mana si suami kesulitan mengajarkannya (karena sudah cerai dengan si istri) menurut pendapat yang paling benar (Ashoh). Lalu Imam Ar-Rafi'i memberikan alasan bahwa hal tersebut bisa menimbulkan kekhawatiran terjadinya tuduhan dan berkhalwat yang diharamkan. Adapun pendapat yang berseberang dengannya menyatakan bahwa : si mantan suami tetap mengajarinya dari balik hijab dengan syarat tidak ada khalwat. Jadi kesimpulannya 2 pendapat di atas tetap sepakat atas haramnya melihat (wanita ajnabiyah yang belajar selain ilmu-ilmu yang wajib dipelajari).



الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ٤٠ الصحفة ٣٧٢

خامسا: النظر للتعليم؛

٣٥ - نص الشافعية على اعتبار تعليم المرأة من الحاجات التي يباح من أجلها النظر بقدر الحاجة، وقولهم بأن أصل الحاجة أو أدنى حاجة كاف لإباحة النظر إلى الوجه والكفين يدل على إباحة ذلك لأجل التعليم وقصر بعضهم الجواز على ما يجب تعلمه وتعليمه كالفاتحة وما يتعين تعليمه من الصنائع المحتاج إليها، بشرط التعذر من وراء حجاب وعدم وجود المجانس وعدم الخلوة٠ واستثنوا من ذلك تعليم الزوج لمطلقته، لأن كلا من الزوجين تعلقت آماله بالآخر، فصار لكل منهما طمعة في صاحبه فمنع من ذلك

Artinya : Kelima: memandang wanita saat proses belajar mengajar. Imam Syafi'i menegaskan bahwa mengajar/mendidik wanita termasuk salah satu kebutuhan yang menjadikan bolehnya memandang wanita ajnabiyah sebatas keperluan. Adapun pendapat Ulama' yang menyatakan bahwa dasar adanya hajat maupun sedikit saja hajat, sudah cukup untuk memperbolehkan melihat wajah dan telapak tangan. Maka pendapat ini menunjukkan kebolehan melihat wanita saat pembelajaran. Dan beberapa Ulama' lainnya, membatasi kebolehan melihat tersebut terbatas hanya pada saat mengajari dia ilmu-ilmu yang wajib untuk mempelajari dan mengajarkannya seperti fatihah dan perihal yang wajib mengajarinya berupa ketrampilan yang dibutuhkannya. Dan itupun harus memenuhi syarat-syarat dibawah ini : Hal itu tidak dimungkinkan bisa diajarkan dengan dibalik tirai. Tidak bercampurnya laki-laki dan perempuan. Dan tidak berada di tempat yang sunyi. Para ulama mengecualikan pengajaran suami kepada istri yang telah dia ceraikan, karena masing-masing dari pasangan tersebut memiliki keinginan dan hasrat pada yang lain, sehingga masing-masing dari mereka memiliki harapan pada pasangannya, (yakni karena mereka berdua pernah memiliki hubungan suami istri), maka hal tersebut dilarang.



أسنى المطالب في شرح روض الطالب، الجزء ٣ الصحفة ٢١٦

وَقَالَ السُّبْكِيُّ وَغَيْرُهُ الْمُرَادُ بِالتَّعْلِيمِ الَّذِي يُبِيحُ النَّظَرَ هُوَ التَّعْلِيمُ الْوَاجِبُ كَقِرَاءَةِ الْفَاتِحَةِ فَمَا هُنَا مَحَلُّهُ فِي غَيْرِ الْوَاجِبِ وَهَذَا هُوَ الْمُتَّجَهُ وَأَفْهَمَ تَعْلِيلُهُمْ السَّابِقُ أَنَّهَا لَوْ لَمْ تَحْرُمْ الْخَلْوَةُ بِهَا كَأَنْ كَانَتْ صَغِيرَةً لَا تُشْتَهَى أَوْ صَارَتْ مَحْرَمًا لَهُ بِرَضَاعٍ أَوْ نَكَحَهَا ثَانِيًا لَمْ يَتَعَذَّرْ التَّعْلِيمُ وَبِهِ جَزَمَ الْبُلْقِينِيُّ وَعُلِمَ بِمَا تَقَرَّرَ أَنَّ الْمُرَادَ بِالتَّعَذُّرِ مَا يَشْمَلُ التَّعَسُّرَ وَإِلَّا فَالتَّعْلِيمُ مُمْكِنٌ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ بِحَضْرَةِ مَنْ تَزُولُ مَعَهُ الْخَلْوَةُ وَعَلَى هَذَا لَوْ تَيَسَّرَ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ التَّعْلِيمُ فِي مَجْلِسٍ كَسُورَةٍ قَصِيرَةٍ فَقَدْ يُقَالُ لَا تَعَذُّرَ وَهُوَ مَا فِي النِّهَايَةِ 


Artinya: Imam As-Subki dan yang lainnya berkata : Bahwasannya yang dikehendaki dengan mengajar yang memperbolehkan melihat wanita adalah mengajarkan sesuatu yang wajib saja seperti membaca surat Al-Fatihah. Adapun yang di bahas di sini adalah sesuatu yang tidak wajib dan ini merupakan qoul muttajah. Lalu alasan yang telah diuraikan diatas memberikan pemahaman bahwa sesungguhnya apabila khalwat dengan wanita tersebut tidak haram, seperti : misalnya dia masih kecil yang tidak mungkin untuk syahwat atau dia telah manjadi mahram dengannya sebab persusuan atau dia telah menikahinya untuk kedua kalinya, maka dalam kondisi seperti ini tidak mengapa untuk mengajarnya (yakni boleh mengajarinya dan melihatnya). Dan ini adalah pendapat yang ditetapkan oleh Imam Al-Bulqini tanpa ada khilaf sama sekali. Dari uraian diatas telah diketahui bahwa yang dikehendaki dengan tidak mungkin mengajarinya adalah kesulitan untuk itu. Apabila tidak difahami seperti ini, maka mengajarinya adalah hal yang bisa dikerjakan dibalik tirai dengan disertai seseorang yang menyebabkan hilangkan khalwat. Dan dari alasan tersebut apabila dalam kondisi seperti ini dia bisa dan mudah untuk mengajarinya dalam satu majlis seperti surat yang pendek, maka sesekali bisa saja dikatakan bahwa tidak adanya kesulitan atau larangan untuk mengajarinya, sebagaimana keterangan dalam kitab An-Nihayah.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA:

Nama : Imam Nawawi 
Alamat : Sodonghilir Tasikmalaya Jawa Barat
__________________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASEHAT :

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung Jember Jawa Timur)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Perumus : KH. Abdurrohim (Maospati Magetan Jawa Timur)
Muharrir : Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari Jember Jawa Timur)
Editor : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Ibrahim Al-Farisi (Tambelangan Sampang Madura), Ustadzah Lusy Windari (Jatilawang Banyumas Jawa Tengah )
________________________________________

KETERANGAN

1) Pengurus, adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum

2) Tim Ahli, adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada kordinator soal dengan via japri. Ya'ni tidak diperkenankan nge-share soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak bereferensi, namun tetap keputusan berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang memposting iklan / video / kalam-kalam hikmah / gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan. Sebab, akan mengganggu akan berjalannya tanya jawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?