Hukum Penutupan Masjid yang Dilakukan Oleh Pemerintah Karena Alasan Covid
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
DESKRIPSI:
Badrun (nama samaran) hidup di Kampung yang saat ini sedang merebaknya wabah penyakit Corona. Hampir 80% penduduk sedang sakit karena wabah ini. Di Kampung tersebut sudah mendapat Zona merah berdasarkan ketetapan para dokter medis. Pemerintah setempat menutup Masjid2 di daerah tersebut sehingga sebagian Masyarakat tidak dapat melakukan sholat Jum'at.
PERTANYAAN:
Bagaimana hukum penutupan Masjid yang dilakukan Pemerintah sehingga menyebabkan sebagian Masyarakat tidak dapat melakukan sholat Jum'at.
JAWABAN:
Penutupan Masjid tidak boleh dilakukan, kecuali oleh Pemerintah yang bertujuan untuk kemaslahatan rakyatnya. Dan wajib dita'ati dhohir dan bathin oleh sesorang yang terindikasi covid dan secara dhahir oleh orang yang tidak terindikasi. Karena apabila tidak ditaati akan menimbulkan fitnah.
REFERENSI:
بغية المسترشدين، الصحفة ١٨٠
مسألة ك) يجب امتثال أمر الإمام فى كل ما له فيه ولاية كدفع زكاة المال الظاهر فإن لم تكن له فيه ولاية وهو من الحقوق الواجبة أو المندوبة جاز الدفع إليه والاستقلال بصرفه فى مصارفه
Artinya : Wajib hukumnya melaksanakan perintah Imam dalam segala sesuatu perkara yang ada dibawah wewenang kekuasaan Imam, seperti menyerahkan zakat mal yang dhohir. Dan apabila perkara yang diperintahkan tidak ada dibawah wewenang Imam, namun perkara tersebut termasuk perkara wajib ataupun sunnah, maka hukumnya boleh menyerahkannya kepada Imam atau menashorrufkan atau menyerahkannya sendiri kepada orang atau perkara yang berhak menerima.
وإن كان المأمور به مباحا أو مكروها أو حراما لم يجب امتثال أمره فيه كما قاله م ر وتردد فيه فى التحفة ثم مال إلى الوجوب فى كل ما أمر به الإمام ولو محرما لكن ظاهرا فقط وما عداه إن كان فيه مصلحة عامة وجب ظاهرا وباطنا وإلا فظاهرا فقط أيضا
Dan apabila perkara yang diperintahkan oleh Imam merupakan perkara yang mubah, makruh atau harom maka tidak wajib hukumnya melaksanakan perintah tersebut sebagaimana pendapat Imam Romli. Sedangkan dalam kitab Tuhfatul Muhtaj Imam Ibnu Hajar masih bingung menentukan hal tersebut, namun akhirnya beliau lebih condong kepada pendapat yang mewajibkan untuk melaksanakan segala perkara yang diperintahkan oleh Imam, meskipun perkara tersebut harom, namun hanya sebatas ketaatan dhohirnya saja. Sedangkan apabila perkara tersebut bukan perkara harom, namun mengandung kemaslahatan umum maka wajib mentaatinya baik secara dhohir maupun bathin. Namun apabila tidak mengandung maslahat umum, maka wajib taat secara dhohir saja.
والعبرة فى المندوب والمباح بعقيدة المأمور ومعنى قولهم ظاهرا أنه لا يأثم بعدم الامتثال ومعنى باطنا أنه يأثم اهـ
Adapun yang menjadi standar apakah perkara tersebut sunnah atau mubah itu berdasarkan keyakinan orang yang diperintah. Adapun makna dari kewajiban taat secara dhohir adalah dia tidak berdosa apabila tidak melaksanakan perintah tersebut. Sedangkan makna wajib taat secara batin adalah dia berdosa apabila tidak melaksanakan perintah tersebut.
بغية المسترشدين، الصحفة ١٨٠
والحاصل أنه تجب طاعة الإمام فيما أمر به ظاهراً وباطناً مما ليس بحرام أو مكروه، فالواجب يتأكد، والمندوب يجب، وكذا المباح إن كان فيه مصلحة كترك شرب التنباك إذا قلنا بكراهته لأن فيه خسة بذوي الهيئات، وقد وقع أن السلطان أمر نائبه بأن ينادي بعدم شرب الناس له في الأسواق والقهاوي، فخالفوه وشربوا فهم العصاة، ويحرم شربه الآن امتثالاً لأمره، ولو أمر الإمام بشيء ثم رجع ولو قبل التلبس به لم يسقط الوجوب اهـ٠
Artinya : Kesimpulannya bahwasanya wajib secara dhohir dan batin, mentaati peraturan Pemerintah yang tidak mengadung keharaman atau kemakruhan. Maka mentaati hal yang wajib itu hukumnya sangat wajib, mentaati hal yang sunnah itu menjadi wajib, begitu juga mentaati hal yang mubah itu juga wajib jika hal yang mubah itu membawa maslahat secara umum, seperti perintah meninggalkan rokok, jika kita mengikuti pendapat yang menyatakan rokok itu makruh karena merokok dipandang kurang baik jika dilakukan oleh orang yang memiliki kedudukan. Lalu Pemerintah mengintruksikan pada bawahannya untuk menerbitkan peraturan tidak boleh merokok ditempat umum semisal pasar maupun cafe (warung kopi), namun mereka melanggarnya dengan merokok ditempat umum, dalam hal ini mereka tergolong orang yang melakukan maksiat. Dalam kondisi ini hukum merokok menjadi haram disebabkan karena adanya kewajiban melaksanakan aturan Pemerintah. Jika Pemerintah membuat peraturan lalu mencabutnya kembali meskipun belum sampai tahap menerapkan atau merealisasikan peraturan tersebut, maka kewajiban melaksanakan peraturan belum gugur.
رد المعاند، الصحفة ٢٢
وخلاصة المقال ؛ أن الفقهاء نصوا صراحة على أن المرض إن وجد محققا في بلد أو في شخص، وقال به الأطباء فيمنع ذلك الشخص أو من به ذلك المرض من الصلاة في المسجد جماعة سواء الجمعة أو الجماعات ؛ حفاظا على أرواح المسلمين، إذ تصلي الصلاة في البيوت في جماعة
Artinya : Kesimpulan pembahasan : Bahwasanya para Ahli Fiqh menyatakan secara jelas, bahwa apabila terdapat penyakit (berbahaya) yang benar-benar nyata menjangkiti suatu daerah ataupun menjangkiti seseorang, dan hal itu ditetapkan berdasarkan pendapat para dokter ahli. Maka orang tersebut ataupun orang yang berasal dari daerah wabah itu dilarang untuk melakukan sholat di Masjid baik sholat jamaah, ataupun sholat jum'at, sebagai upaya untuk menjaga keselamatan nyawa para muslimin lainnya, karena sholat jamaah tersebut juga masih bisa dia lakukan di masing-masing rumah.
والحفاظ على الأرواح مقصد دیني عظيم ، قال الله تعالى : ("ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة") ، وقال سبحانه : ("ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما") هذا إذا تحقق ذلك المرض في الشخص
Menjaga keselamatan nyawa merupakan salah satu tujuan agama yang sangat penting, Allah berfirman : "Dan janganlah kalian menimpakan diri kalian dalam kerusakan atau kebinasaan". (al-Baqoroh :195). Dalam ayat lain Allah berfirman : "Dan janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah maha penyayang terhadap kalian". (an-Nisa' :29).Semua hal ini berlaku apabila memang penyakit yang berbahaya itu benar-benar menjangkiti seseorang tersebut.
وأما إغلاق المساجد ومنع الناس من الصلوات والجمعة فلا يجوز شرعا ولو وجد المرض في البلد ؛ لأن المصاب به يحرم عليه الدخول في المسجد ؛ حتى لا يختلط بالمصلين كما قرر ذلك فقهائنا الشافعية في النصوص السابقة
Adapun menutup masjid, melarang masyarakat untuk sholat jamaah maupun melaksanakan jum'atan, maka hal seperti ini tidak boleh menurut syara', meskipun penyakit tersebut ada di negara itu, karena yang dilarang masuk masjid hanyalah orang yang terkena penyakit itu saja, sehingga dia tidak bercampur dengan jamaah sholat lainnya, hal ini sebagaimana telah di tetapkan oleh para Ulama' Fiqh Syafi'iyah dalam keterangan di atas.
والله أعلم بالصواب
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
Nama : Hosiyanto Ilyas
Alamat : Jrengik Sampang Madura
___________________________
MUSYAWWIRIN :
Member Group Telegram Tanya Jawab Hukum.
PENASEHAT :
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Habib Abdurrahman Al-Khirid (Kota Sampang Madura)
PENGURUS :
Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)
TIM AHLI :
Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Batu Licin Kalimantan Selatan)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Jefri Ardian Syah (Sokobanah Sampang Madura)
Perumus + Muharrir : Ust. Mahmulul Huda (Bangsal Jember Jawa Timur)
Editor : Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan (Balung Jember Jawa Timur)
___________________________
Komentar
Posting Komentar