Hukum Talak Tiga dalam Masa Iddah Talak Raj'i

KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

DESKRIPSI:

Badrun (nama samaran) mentalak istrinya lewat telpon. Kemudian esok harinya untuk memastikan hal tersebut, si istri mengirim secarik kertas untuk memastikan talaknya tersebut. Dan dia menyuruh Badrun untuk menulis talaknya. 
Namun Badrun emosi karena dikirim kertas tersebut, maka dia menuliskan bahwasanya dia mentalak 3 istrinya tersebut.

PERTANYAAN:

Jika talak lewat telpon di atas sah, apakah sah talak 3 lewat secarik kertas tersebut sedangkan Badrun belum merujuk istrinya setelah ucapan talak lewat telpon?

JAWABAN:

Talaknya tetap sah karena wanita yang masih menjalani iddah talak raj'i dia masih berstatus seperti istrinya dalam lima hal di antaranya : yaitu sah untuk ditalak lagi. Hanya saja talaq dengan surat sebagaimana deskripsi di atas, ini masih ditafsil:

a. Menjadi talak shorih apabila sang suami melafazkan talaknya ketika menulis surat.

b. Menjadi talak kinayah apabila sang suami tidak melafazkan talaknya, sehingga untuk sahnya talaq harus disertai niat mentalak ketika menulis surat tersebut. 

REFERENSI:

فتح المعين، الصحفة ٥٠٦

إنما يقع لغير بائن ولو رجعية لم تنقض عدتها فلا يقع لمختلعة ورجعية انقضت عدتها طلاق مختار مكلف أى بالغ عاقل

Artinya : Talak itu hanya bisa jatuh dan sah pada selain istri yang tertalak ba'in, meskipun dia cuma tertalak roj'i yang belum habis masa iddahnya. Maka talak tidak terjadi pada istri yang terjatuhi khulu' atau istri yang tertalak roj'i yang sudah habis masa iddahnya. Dan talaq itu sah apabila yang menjatuhkan talaq adalah suami yang tidak dipaksa, serta mukallaf. Yakni baligh dan berakal.


مغني المحتاج، الجزء ٣ الصفحة ٢٩٣

ويلحق الطلاق (رجعية) لأنها في حكم الزوجات لبقاء الولاية عليها بملك الرجعة. قال الشافعي رضي الله عنه: الرجعية زوجة في خمس آيات من كتاب الله تعالى، يريد بذلك لحوق الطلاق وصحة الظهار واللعان والايلاء والميراث

Artinya : Talak itu masih bisa dijatuhkan pada istri yang tertalak roj'i, karena secara hukum statusnya masih sebagai istri, karena masih adanya kekuasaan suami atas dia sebab suami masih memiliki hak rujuk. Imam Syafi'i mengatakan : "Istri yang tertalak roj'i itu secara hukum masih berstatus sebagai istri, sebagaimana disebutkan dalam lima ayat Al-Qur'an." Maksud perkataan Imam Syafi'i tersebut adalah dalam hal masih bisa tertalak, sahnya dihar, lian, dan Ila' serta masih bisa mendapatkan warisan suami.


اعانة الطالبين، الجزء ٤ الصحفة ٢٠

فرع: أي في بيان أن الكتابة كناية سواء صدرت من ناطق أو من أخرس، فإن نوى بها الطلاق وقع لأنها طريق في إفهام المراد - كالعبارة -٠
 
Artinya : Cabang persoalan yang menjelaskan bahwasanya tulisan (yang berisi talak) itu termasuk bentuk kinayah talak, baik dari orang yang bisa bicara ataupun dari orang bisu. Sehingga apabila suami berniat mentalak dengan tulisan tersebut maka jatuhlah talak, karena tulisan merupakan salah satu cara untuk memahamkan perkara yang dimaksud sebagaimana perkataan. 


فتح المعين، الصحفة ١٨٤

فرع : لو كتب صريح طلاق أو كنايته ولم ينو إيقاع الطلاق فلغو ما لم يتلفظ حال الكتابة أو بعدها بصريح ما كتبه نعم : يقبل قوله أردت قراءة المكتوب لا الطلاق لاحتماله ولا يلحق الكناية بالصريح طلب المرأة الطلاق ولا قرينة غضب ولا اشتهار بعض ألفاظ الكنايات فيه (وصدق منكر نية) في الكناية (بيمينه) في أنه ما نوى بها طلاقا


Artinya : Cabang masalah : Seandainya suami menulis kalimat talak, baik kalimatnya secara tegas ataupun secara kiasan, namun dia tidak berniat mentalak, maka yang seperti itu tidak jatuh talak, selagi saat dia menulis atau setelah menulis dia tidak mengucapkan kalimat talak sorih yang ditulisnya. Memang benar seperti itu, namun ucapannya diterima apabila dia mengaku bahwa "Saya cuma bermaksud membaca kalimat yang tertulis saja, bukan bermaksud talak", karena hal itu masih ada kemungkinan terjadi (ambigu). Dan hukum talak kinayah tidak bisa disamakan dengan talak shorih (dalam arti tidak butuh pada niat) hanya karena disebabkan adanya permintaan dari istri untuk ditalak, atau adanya qorinah si suami lagi kemarahan, ataupun suami menggunakan kata-kata yang umum dipakai sebagai talak kinayah. (Jadi dalam semua kasus ini tetap membutuhkan niat). Dan suami yang mengingkari adanya niat talak saat mengucapkan kalimat talak kinayah, maka dibenarkan dengan sumpah darinya bahwa dia tidak bermaksud mentalak saat mengucapkan kinayah talak tersebut. 


بغية المسترشدين، الصحفة  ٢٢٥

مَسْأَلَةٌ : ك : كَرَّرَ صَرَائِحَ الطَّلَاقِ أَوْ كِنَايَاتِهِ وَلَوْ مَعَ اخْتِلَافِ أَلْفَاظِهِ أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثِ مَرَّاتٍ ، كَأَنْتِ طَالِقٌ طَلَّقْتُكِ أَنْتِ مُطَلَّقَةٌ , أَوْ أَنْتِ طَالِقٌ مُفَارَقَةٌ مُسَرَّحَةٌ ، أَوْ أَنْتِ بَائِنٌ اِعْتَدِّيْ اُخْرُجِيْ ، فَإِنْ قَصَدَ التَّأْكِيْدَ فَوَاحِدَةٌ ، وَإِنْ قَصَدَ الْاِسْتِئْنَاف ­َ أَوْ أَطْلَقَ تَعَدَّدَ

Artinya : Apabila suami mengulang-ulang kalimat talak yang shorih ataupun yang kinayah, meskipun dengan redaksi yang berbeda-beda, ataupun mengulangi lebih dari tiga kali, contohnya seperti kata-kata : "Kamu adalah orang yang tertalak, saya mentalak kamu, kamu wanita yang tertalak", atau : "Kamu orang yang tertalak, tercerai dan terbebaskan", atau : " Kamu adalah orang yang menjalani iddah bain, beriddahlah, keluarlah". Maka dalam hal ini hukumnya diperinci: Apabila suami bertujuan untuk mempertegas ucapan talaq sebelumnya, maka jatuh satu talak. 
-Apabila suami bertujuan memulai talak lagi, atau dia tidak ada tujuan apa-apa, maka talaq jadi berbilang (jatuh talaq lebih dari satu, atau bahkan bisa jatuh talaq 3).


المجموع شرح المهذب، الجزء ١٧ الصحفة ١١٩

إذا كتب طلاق امرأته وتلفظ به وقع الطلاق، لانه لو تلفظ به ولم يكتبه وقع الطلاق، فكذلك إذا كتبه ولفظ به
وان كتب طلاقها ولم يلفظ به ولا نواه لم يقع الطلاق، وبه قال مالك وأبو حنيفة. وقال أحمد: يقع به الطلاق، وحكاه أبو على الشيخى وجها لبعض أصحابنا وليس بمشهور، لان الكتابة قد يقصد بها الحكاية، وقد يقصد بها تجويد الخط فلم يقع به الطلاق وبه قال أبو حنيفة وأحمد وهو الصحيح

Artinya : Ketika seorang suami menulis talak kepada istrinya dan disertai mengucapkannya, maka jatuhlah talak, karena seandainya dia mengucapkan talak tersebut tanpa menulisnya, maka tetap jatuh talak. Maka begitu juga ketika dia menulisnya dan disertai mengucapkannya. Apabila suami menulis talak kepada istrinya tanpa mengucapkannya dan tanpa berniat menjatuhkan talak, maka tidak jatuh talak. (Selain madzhab Syafii) pendapat ini juga di pakai oleh Imam Malik dan Imam Abu Hanifah. Adapun Imam Ahmad, maka beliau berpendapat jatuhnya talak (meskipun tidak niat talak). Pendapat Imam Ahmad ini diceritakan oleh Abu Ali As-Syaikh sebagai salah satu pendapatnya sebagian ulama pengikut madzhab syafi'i, namun pendapat ini tidak masyhur. Alasan pendapat pertama (yang menyatakan tidak jatuhnya talaq ketika tidak ada niat) adalah karena tulisan talaq itu terkadang digunakan hanya untuk menceritakan sebuah kejadian, dan terkadang juga bertujuan untuk melatih keindahan tulisan, sehingga hal itu tidak mengakibatkan jatuhnya talak. Pendapat ini juga dipakai oleh Imam Abu Hanifah dan salah satu pendapat yang lain dari Imam Ahmad. Dan pendapat inilah yang shohih.


البيان في مذهب الإمام الشافعي، الجزء ١٠ الصحفة ١٠٥
 
فرع: كتب امرأتي طالق ونواه أو علقه بوصوله إليها : فإذا كتب: امرأتي طالق ونواه.. وقع عليها الطلاق، سواء وصلها أو لم يصلها؛ لأن الطلاق غير معلق به، ولكن حكم بوقوعه في الحال، والعدة تكون من وقت الكتابة له

Artinya : (Cabang : Hukum yang menjelaskan tentang masalah suami yang menulis kalimat "Istriku adalah orang yang tertalak" disertai dengan niat talak, atau menggantungkan talak terhadap sampainya tulisan tersebut kepada si-istri) Apabila suami menulis kalimat "Istriku adalah orang yang tertalak" disertai dengan niat talak, maka talak tersebut jatuh pada si istri, baik tulisan tersebut sampai kepada istrinya ataupun tidak, karena jatuh tidaknya talak tidak tergantung pada sampainya tulisan tersebut kepada istri. Akan tetapi talak langsung jatuh seketika di saat dia menulis kata-kata talaq tersebut, dan masa iddah dihitung sejak suami menuliskan surat talak tersebut. 


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

PENANYA:

Nama : Siti Holilah
Alamat : Tigaraksa, Tanggerang, Banten
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Suhaimi Qusyairi (Ketapang, Sampang, Madura)
Wakil: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Supandi (Pegantenan, Pamekasan, Madura)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Deskripsi Masalah: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Ustadz Ibrahim Al-Farisi (Tambelengan, Sampang, Madura)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura), Ustadzah Nuurul Jannah (Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah) 
Terjemah Ibarot : Ustadz Rahmatullah Metuwah (Babul Rahmah, Aceh Tenggara, Aceh), Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?