Yang Paling Berhak Atas Sisa-Sisa Sumbangan Dari Penta'ziyah

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Mashur di suatu daerah sebuah tradisi yang cukup mengesankan. Di saat ada orang yang meninggal, tetangga, anak, family dan saudaranya berbondong-bondong memberikan sumbangan berupa beras, uang dan semacamnya untuk keperluan tahlil dan semacamnya.

PERTANYAAN:

Siapakah yang paling berhak atas sisa-sisa sumbangan dari orang yang menyumbang itu?

JAWABAN:

Sisa sumbangan tersebut adalah milik shohibul musibah, kecuali sumbangan tersebut ditujukan pada seseorang tertentu oleh si penyumbang. 

REFERENSI:

إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، الجزء ٣ الصحفة ١٨٣

فروع: الهدايا المحمولة عند الختان ملك للاب، وقال جمع: للابن. فعليه يلزم الاب قبولها، ومحل الخلاف إذا أطلق المهدي فلم يقصد واحدا منهما، وإلا فهي لمن قصده، اتفاقا، ويجري ذلك فيما يعطاه خادم الصوفية فهو له فقط عند الاطلاق، أو قصده ولهم عند قصدهم وله ولهم عند قصدهما، أي يكون له النصف فيما يظهر

Artinya : (Beberapa cabangan permasalahan) Hadiah-hadiah yang dibawa ketika acara sunatan adalah menjadi milik bapak si anak. Sekumpulan ulama berpendapat bahwa itu menjadi milik si anak. Mengikut pendapat ini, maka bagi si ayah diwajibkan untuk menerimanya. Khilaf ini terjadi ketika orang yang memberi hadiah tidak mengatakan apa-apa dan juga tidak meniatkannya untuk salah satu dari keduanya, karena jika tidak diartikan demikian, maka hadiah menjadi milik orang yang diniatkan oleh si pemberi hadiah menurut kesepakatan para ulama. Ini juga berlaku dalam hadiah-hadiah yang diberikan kepada pelayan di tempat tokoh sufi. Yakni hadiah menjadi menjadi miliknya si pelayan  jika si pemberi memutlakkan pemberiannya atau meniatkannya untuk si pelayan. Dan menjadi miliknya para tokoh sufi jika si pemberi meniatkannya untuk mereka. Dan hadiah menjadi milik mereka berdua jika si pemberi meniatkan untuk mereka berdua. Yakni hadiah di bagi dua sebagaimana yang saya fahami dari kalam ashab.

وقضية ذلك أن ما اعتيد في بعض النواحي من وضع طاسة بين يدي صاحب الفرح ليضع الناس فيها دراهم، ثم يقسم على الحالق أو الخاتن أو نحوهما، يجري فيه ذلك التفصيل، فإن قصد ذلك وحده، أو مع نظرائه المعاونين له، عمل بالقصد. وإن أطلق، كان ملكا لصاحب الفرح، يعطيه لمن يشاء. وبهذا يعلم أنه لا نظر هنا للعرف، أما مع قصد خلافه، فواضح، وأما مع الاطلاق، فلان حمله على من ذكر، من الاب والخادم وصاحب الفرح، نظرا للغالب أن كلا من هؤلاء هو المقصود هو عرف الشرع، فيقدم على العرف المخالف له

Sesuai dengan tuntutan pendapat di atas : maka apa yang telah menjadi kebiasaan di sebagian daerah, berupa meletakkan mangkok di depan pemilik sebuah pesta agar orang-orang yang datang meletakkan beberapa dirham, kemudian dirhamnya dibagi-bagikan kepada orang yang mencukur bayi atau menyunatinya atau yang semisal keduanya, maka dalam permasalahan ini berlaku pula perincian di atas. Yakni jika yang dimaksud dengan hadiah tersebut adalah hanya dia sendiri atau juga untuk teman-temannya yang membantunya, maka hukumnya sesuai yang dimaksudkan. Namun jika dia tidak menentukan siapa yang di tuju, maka hadiah menjadi milik si pembuat pesta. Kemudian dia berhak memberikannya kepada siapa saja yang dia kehendaki. Dari pendapat ini dapat diketahui bahwa kebiasaan yang berlaku di masyarakat tidak boleh menjadi pertimbangan, sehingga jika yang diniatkan berbeda dengan kebiasaan, maka hukumnya jelas. Dan jika dimutlakkan atau tidak ditentukan, maka mengartikan pemberian tersebut untuk orang yang telah disebutkan di atas yaitu ayah, pelayan sufi atau pemilik pesta, karena memandang secara umum bahwa masing-masing dari merekalah orang yang dimaksud dengan hadiah-hadiah tersebut, maka itu adalah 'uruf syar'i, yang harus didahulukan di atas 'uruf yang lain.



حاشيتا قليوبي وعميرة، الجزء ٣ الصحفة ١١٦

فرع جرت العادة لذوي الأفراح بحمل الهدايا إليهم ووضع نحو طاسة لوضع الدراهم فيها وإعطاء خادم الصوفية الدراهم ونحوها 

Artinya : (Cabang permasalahan) telah menjadi kebiasaan umum bagi para pemilik acara-acara pesta, bahwa mereka akan dibawakan hadiah dan diberi beberapa dirham yang nanti akan diletakkan di dalam semisal mangkok. Dan juga pemberian dirham kepada pelayan tokoh sufi dan semisalnya 

وحكم ذلك أن الملك لمن قصده الدافع من صاحب الفرح أو ابنه أو المزين مثلا أو الخادم أو الصوفية انفرادا وشركة وإلا فلآخذه لأنه المقصود عرفا أو عادة 

Maka yang dihukumi sebagai pemilik dari hadiah tersebut adalah orang yang diniatkan oleh si pemberi, baik itu si pemilik acara atau anaknya, atau orang yang menghias misalnya, atau si pelayan, atau para tokoh sufi. Baik pemberian tersebut untuk individu atau untuk dimiliki bersama. Namun jika tidak ada niat dari si pemberi, maka menjadi milik yang mengambilnya, karena secara kebiasaan orang yang menerima lah yang dimaksud dari pemberian tersebut.

و مثل ذلك ما لو نذر شيئا لولي ميت فإن قصد تمليكه لغا أو تمليك خدمته مثلا فلهم وإلا صرف في مصالح قبره إن كان وإلا فلمن جرت العادة بقصدهم عنده

Disamakan dengan hukum di atas apabila ada seseorang yang nazar memberikan sesuatu kepada seorang wali yang sudah wafat, maka jika yang ia maksud adalah memberi kepada mayit, maka nazarnya tidak sah. Namun jika yang ia maksud adalah orang-orang yang berkhidmat di kuburan tersebut misalnya, maka menjadi milik mereka. Dan jika tidak ada niat sama sekali, maka digunakan untuk kemaslahatan kuburan jika memang diperlukan. Jika tidak, maka diberikan kepada orang yang biasa menerimanya sesuai dengan kebiasaan yang berlaku.



تقريرات السديدة، الجزء ٢ الصحفة ١٧٠

و الفرق بين الهبة والهدية والصدقة

Artinya : Perbedaan antara Hibah, Hadiah dan Sodaqoh.

الهبة بالمعنى الأعم تشمل الهدية والصدقة لأن معناهما ؛ التمليك بلا عوض فيشمل ما كان على وجه الإكرام وما قصد فيه الثواب وتمليك المحتاج وغير ذلك٠

Adapun Hibah secara umum meliputi hadiah dan sodaqoh, karena makna hadiah dan sodaqoh adalah memberikan hak milik dengan tanpa imbalan. Sehingga pengertian tersebut bisa meliputi pemberian yang dilakukan karena penghormatan, pemberian yang bertujuan mendapat pahala, pemberian kepada orang yang membutuhkan maupun pemberian lainnya.

وبالمعنى الأخص لا تشملهما بل هي قسيمة لهما وهذا المعنى الثاني هو ما تنصرف إليه الهبة - عند الإطلاق وهو ما يحتاج إلى إيجاب وقبول٠

Sedangkan makna hibah secara husus tidak meliputi sodaqoh dan hadiah, akan tetapi hibah merupakan bentuk tersendiri, dan makna inilah yang mengarah kepada hibah saat pemberian itu dimutlakkan, dan hibah inilah yang membutuhkan ijab qobul.

و الفرق بين الهدية والصدقة٠ الهدية : ما يبعثه الإنسان إلى من هو أعلى منه غالبا على وجه الإكرام والمحبة٠ الصدقة : تمليك محتاج ، وبعضهم يزيد : يقصد ثواب الآخرة٠

Perbedaan hadiah dan shodaqoh. Hadiah adalah sesuatu yang yang pada umumnya diberikan atau dihaturkan oleh seseorang kepada orang yang lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dirinya dengan tujuan penghormatan, dan karena rasa suka. Sodaqoh adalah pemberian kepada orang yang membutuhkan dengan tujuan mendapat pahala akhirat.

فالهبة التي هي غير الهدية والصدقة : تمليك تطوع في الحياة لا لإكرام ولا لأجل ثواب أو احتیاج بإيجاب وقبول -الى ان قال-٠

Adapun hibah yang bukan termasuk hadiah atau sodaqoh adalah pemberian yang sifatnya sunnah saat kondisi hidup, dan pemberian tersebut bukan karena penghormatan, juga bukan karena mengharapkan pahala akhirat, bukan juga pemberian terhadap orang yang membutuhkan, dan pemberian hibah tersebut butuh terhadap ijab qobul -sampai pada ucapan-

٠( ٤ ) والحاصل : أنه إن ملك لأجل الاحتياج او لقصد الثواب مع صيغة كان هبة وصدقة٠ وإن ملك بقصد الإكرام مع صيغة كان هبة وهدية وإن ملك لا لأجل الثواب ولا الإكرام بصيغة كان هبة فقط وإن ملك لأجل الاحتياج أو الثواب من غير صيغة كان صدقة فقط٠ وإن ملك لأجل الإكرام من غير صيغة كان هدية فقط٠ فبين الثلاثة عموم وخصوص من وجه٠

Jadi kesimpulannya adalah. Apabila seseorang memberi kepada orang yang membutuhkan atau karena mengharapkan pahala akhirat dan disertai sighot maka termasuk hibah dan shodaqoh. Apabila seseorang memberi karena tujuan memulyakan dan disertai sighot maka termasuk hibah dan hadiah. Apabila seseorang memberi bukan karena mengharapkan pahala akhirat dan bukan karena penghormatan, serta disertai shighot maka termasuk hibah saja. Apabila seseorang memberi kepada orang yang membutuhkan atau karena mengharapkan pahala akhirat tanpa disertai shighot maka termasuk shodaqoh saja. Apabila seseorang memberi karena tujuan memulyakan dan tanpa disertai sighot maka termasuk hadiah saja. Maka diantara ketiga-tiganya ada wajah secara umum ada juga yang secara khusus.


روضة الطالبين وعمدة المفتين، الجزء ٥ الصحفة ٣٦٦
 
أَمَّا الْهِبَةُ فَلَا بُدَّ فِيهَا مِنَ الْإِيجَابِ ، وَالْقَبُولِ بِاللَّفْظِ ، كَالْبَيْعِ وَسَائِرِ التَّمْلِيكَاتِ٠ وَأَمَّا الْهَدِيَّةُ ، فَفِيهَا وَجْهَانِ أَحَدُهُمَا : يُشْتَرَطُ فِيهَا الْإِيجَابُ وَالْقَبُولُ كَالْبَيْعِ وَالْوَصِيَّةِ، وَهَذَا ظَاهِرُ كَلَامِ الشَّيْخِ أَبِي حَامِدٍ ، وَالْمُتَلَقِّينَ عَنْهُ

Artinya : Adapun Hibah, maka dalam akad hibah harus ada ijab qobul dengan ucapan, sebagaimana yang berlaku dalam jual beli maupun akad kepemilikan lainnya. Adapun Hadiah, maka dalam masalah hadiah ini ada dua pendapat : Pendapat pertama menyatakan bahwa dalam hadiah disyaratkan adanya ijab qobul sebagaimana akad jual beli dan wasiat. Ini merupakan pendapat Syekh Abu Hamid al-Isfiroyini dan para muridnya. 

وَالثَّانِي : لَا حَاجَةَ فِيهَا إِلَى إِيجَابٍ وَقَبُولٍ بِاللَّفْظِ ، بَلْ يَكْفِي الْقَبْضُ وَيَمْلِكُ بِهِ ، وَهَذَا هُوَ الصَّحِيحُ الَّذِي عَلَيْهِ قَرَارُ الْمَذْهَبِ وَنَقَلَهُ الْأَثْبَاتُ مِنْ مُتَأَخِّرِي الْأَصْحَابِ ، وَبِهِ قَطَعَ الْمُتَوَلِّي وَالْبَغَوِيُّ ، وَاعْتَمَدَهُ الرُّويَانِيُّ وَغَيْرُهُمْ 

Pendapat kedua menyatakan bahwa dalam hadiah tidak disyaratkan adanya ijab qobul dengan ucapan. Sebaliknya cukup adanya serah terima saja, dan si penerima sudah langsung memilikinya. Dan inilah pendapat yang shohih yang menjadi ketetapan madzhab syafi'i, dan pendapat tersebut ditetapkan juga oleh ulama muta'ahhirin Madzhab, hal itu juga diputuskan oleh Al-Mutawalli dan Al-Baghowi serta dipegang oleh Ar-Ruyani serta lainnya.

 وَاحْتَجُّوا بِأَنَّ الْهَدَايَا كَانَتْ  تُحْمَلُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَيَقْبَلُهَا ، وَلَا لَفْظَ هُنَاكَ ، وَعَلَى ذَلِكَ جَرَى النَّاسُ فِي الْأَعْصَارِ ، وَلِذَلِكَ كَانُوا يَبْعَثُونَ بِهَا عَلَى أَيْدِي الصِّبْيَانِ الَّذِينَ لَا عِبَارَةَ لَهُمْ

Mereka beralasan bahwasanya dulu hadiah-hadiah telah dibawa kepada Rosulullah saw dan beliau langsung menerimanya dan tidak ada ucapan ijab qobul disana. Dan seperti ini pula lah yang umum berlaku di masyarakat dari generasi ke generasi. Maka karena alasan itulah masyarakat sudah biasa mengirimkan hadiah lewat tangan anak-anak yang sebenarnya belum sah melakukan akad.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 


PENANYA

Nama : Slamet
Alamat : Kajoran, Magelang, Jateng 
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang, Malang, Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung, Jember, Jawa Timur)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Suhaimi Qusyairi (Ketapang, Sampang, Madura)
Wakil: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Syihabuddin (Balung, Jember, Jawa Timur)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura), Ustadzah Nuurul Jannah (Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah) 
Terjemah Ibarot : Ustadz Rahmatullah Metuwah (Babul Rahmah, Aceh Tenggara, Aceh), Gus Robbit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur)
Mushohhih terjemahan : K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur), Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur)

________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan -sharing- soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang -posting- iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?