Hukum Berkomunikasi dengan Lawan Jenis Via Handphone (Chatting, Telpon, dan Video Call)

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Jarak ruang dan waktu yang awalnya menjadi rintangan tersendiri pada zaman sekarang hal itu sudah tidak berlaku lagi. Di mana zaman semakin berkembang dan teknologi semakin pesat dengan berbagai macam aplikasi komunikasi yang instan. Alat komunikasi seperti handphone atau aplikasi media sosial WhatsApp dan semacamnya  sangat efektif untuk melakukan PDKT (pendekatan) bahkan tidak jarang di antara pemuda melakukan hubungan LDR

LDR sendiri merupakan akronim dari Long Distance Relationship, yaitu hubungan antara dua orang yang berada di lokasi yang jauh satu sama lain, baik yang belum khitbah ataupun sudah (khitbah), atau bahkan sudah menjalin pernikahan.

Bagi sebagian orang yang masih belum menikah, LDR sangat ampuh untuk menjajaki dan mengenali karakteristik calon pasangan sehingga nantinya bermuara pada jenjang pernikahan.

PERTANYAAN:

Apakah komunikasi via handphone dengan aplikasi WhatsApp (video call, chatting, atau telpon) dan semacamnya dengan lawan jenis (ajnabi) bisa dikategorikan khalwat?

JAWABAN:

Komunikasi via WhatsApp (video call, chatting, dan telpon) tidak dapat dikategorikan khalwat, sebab batas untuk dikatakan khalwat adalah terrealisasinya sebuah pertemuan yang umumnya bisa menjurus ke arah zina. Namun, hukumnya haram apabila tanpa hajat dan bisa menimbulkan syahwat atau fitnah, kecuali karena tujuan ingin mengkhitbah (meminang), maka hukumnya boleh, bahkan sunnah meskipun ada syahwat sebatas tidak mengarah ke perzinaan. 

REFERENSI:

شرح النووي على مسلم، الجزء ٩، الصحفة ١٠٩

وَأَمَّا إِذَا خَلَا الْأَجْنَبِيُّ بِالْأَجْنَبِيَّةِ مِنْ غَيْرِ ثَالِثٍ مَعَهُمَا فَهُوَ حَرَامٌ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ وَكَذَا لَوْ كَانَ مَعَهُمَا مَنْ لَا يُسْتَحَى مِنْهُ لِصِغَرِهِ كَابْنِ سَنَتَيْنِ وَثَلَاثٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ فَإِنَّ وُجُودَهُ كَالْعَدَمِ وَكَذَا لَوِ اجْتَمَعَ رِجَالٌ بِامْرَأَةٍ أَجْنَبِيَّةٍ فَهُوَ حَرَامٌ بِخِلَافِ مَا لَوِ اجْتَمَعَ رَجُلٌ بِنِسْوَةٍ أَجَانِبَ فَإِنَّ الصَّحِيحَ جَوَازُهُ -الى ان قال- وَيُسْتَثْنَى مِنْ هَذَا كُلِّهِ مَوَاضِعُ الضَّرُورَةِ بِأَنْ يَجِدَ امْرَأَةً أَجْنَبِيَّةً مُنْقَطِعَةً فِي الطَّرِيقِ أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ فَيُبَاحُ لَهُ اسْتِصْحَابُهَا بَلْ يَلْزَمُهُ ذَلِكَ إِذَا خَافَ عَلَيْهَا لَوْ تَرَكَهَا وَهَذَا لَا اخْتِلَافَ فِيهِ وَيَدُلُّ عَلَيْهِ حَدِيثُ عَائِشَةَ فِي قِصَّةِ الْإِفْكِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ 

Artinya: Jika ada seorang laki-laki ajnabi berkhalwat/bersendirian dengan perempuan bukan mahram tanpa disertai orang ketiga, maka itu hukumnya haram dengan kesepakatan para ulama. Begitu pula diharamkan (menurut pendapat yang lebih kuat) jika orang ketiganya tidak menjadikan mereka malu. Contohnya seperti seorang anak kecil berusia dua atau tiga tahun dan semisalnya. Karena adanya sama saja dengan tidak ada. Begitu juga diharamkan (menurut pendapat yang lebih kuat) jika ada beberapa laki-laki bersama dengan hanya satu perempuan bukan mahram. Berbeda jika satu laki-laki bersama dengan beberapa perempuan bukan mahram, maka menurut qaul Al-Shahih itu diperbolehkan -sampai pada ucapan- dan dikecualikan kondisi darurat, contoh umpamanya jika ada seorang laki-laki menemukan perempuan sendirian yang bukan mahram sedang tersesat jalan atau semisalnya, maka dia boleh menemaninya, bahkan wajib jika khawatir timbul hal negatif jika meninggalkannya sendirian. Dan tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini, dan bahkan kesimpulan ini didukung oleh hadits Sayyidah Aisyah r.a. dalam kisah beliau berupa tuduhan dusta yang dibuat oleh orang-orang munafik. Wallahu a'lam.


تحفة المحتاج، الجزء ٨، الصحفة ٢٧٠

فَإِنْ قُلْت ظَاهِرُ هَذَا أَنَّهُ لَا تَحْرُمُ خَلْوَةُ رِجَالٍ بِامْرَأَةٍ قُلْت مَمْنُوعٌ وَإِنَّمَا قَضِيَّتُهُ أَنَّ الرِّجَالَ إنْ أَحَالَتْ الْعَادَةُ تَوَاطُؤَهُمْ عَلَى وُقُوعِ فَاحِشَةٍ بِهَا بِحَضْرَتِهِمْ كَانَتْ خَلْوَةً جَائِزَةً وَإِلَّا فَلَا

Artinya: Apabila kamu bertanya: Dhahirnya pendapat ini menunjukkan bahwasannya tidak haram para laki-laki berada di tempat yang sepi bersama satu orang perempuan. Aku menjawab: "Pemahaman seperti itu keliru (tidak boleh), jadi penerapan pendapat tersebut adalah pada kondisi di mana para laki-laki yang secara kebiasaan pada umumnya itu tidak dimungkinkan melakukan perbuatan yang keji dengan perempuan tersebut, maka berada di tempat yang sepi seperti ini hukumnya boleh. Namun, sebaliknya apabila ada kemungkinan berbuat yang keji maka hukumnya haram.

ثُمَّ رَأَيْت فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ التَّصْرِيحَ بِهِ حَيْثُ قَالَ تَحِلُّ خَلْوَةُ جَمَاعَةٍ يَبْعُدُ تَوَاطُؤُهُمْ عَلَى الْفَاحِشَةِ لِنَحْوِ صَلَاحٍ أَوْ مُرُوءَةٍ بِامْرَأَةٍ لَكِنَّهُ حَكَاهُ فِي الْمَجْمُوعِ حِكَايَةَ الْأَوْجُهِ الضَّعِيفَةِ وَرَأَيْت بَعْضَهُمْ اعْتَمَدَ الْأَوَّلَ وَقَيَّدَهُ بِمَا إذَا قُطِعَ بِانْتِفَاءِ الرِّيبَةِ مِنْ جَانِبِهِ وَجَانِبِهَا

Kemudian aku membaca penjelasan di syarah Muslim tentang hal itu, jadi Imam Nawawi menjelaskan: "Boleh segolongan laki-laki berada di tempat yang sepi yang mereka itu bisa dipastikan tidak akan berbuat suatu kejelekan misalnya karena kesalehannya, atau karena mereka selalu menjaga kehormatan akhlaknya." Akan tetapi, pendapat yang disampaikan Imam Nawawi ini diceritakan oleh beliau di kitab _Majmu' Syarah Muhadzdzab_ sebagai pendapat yang dlaif. Aku juga membaca di antara ulama ada yang berpegang pada pendapat yang awal dengan catatan apabila dipastikan tanpa ada keraguan bahwa keduanya tidak akan melakukan hal yang jelek.


الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ٢٠، الجزء ٢٧٠

٥ - الخلوة بمعنى الانفراد بالنفس في مكان خال، الأصل فيها الجواز، بل قد تكون مستحبة، إذا كانت للذكر والعبادة، ولقد «حبب الخلاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم قبل البعثة، فكان يخلو بغار حراء يتحنث فيه»، قال النووي: الخلوة شأن الصالحين وعباد الله العارفين

Artinya: Khalwat maknanya adalah menyendiri di tempat yang sepi. Dasarnya menyepi itu boleh bahkan terkadang hukumnya sunnah jika tujuannya untuk berdzikir dan ibadah dan sungguh berkhalwat disukai oleh Baginda Nabi sebelum beliau diutus jadi nabi dan adanya beliau berkhalwat di Gua Hira beribadah di sana. Imam Nawawi berkata: "Khalwat merupakan kemuliaan orang saleh dan hamba-hamba Allah Al-Arifin."

والخلوة بمعنى الانفراد بالغير تكون مباحة بين الرجل والرجل، وبين المرأة والمرأة إذا لم يحدث ما هو محرم شرعا، كالخلوة لارتكاب معصية، وكذلك هي مباحة بين الرجل ومحارمه من النساء، وبين الرجل وزوجته ومن المباح أيضا الخلوة بمعنى انفراد رجل بامرأة في وجود الناس، بحيث لا تحتجب أشخاصهما عنهم، بل بحيث لا يسمعون كلامهما٠

Khalwat juga bisa bermakna menyepi dengan orang lain hukumnya boleh jika antara sesama laki-laki dan sesama perempuan jika tidak terjadi perkara yang diharamkan menurut syariat seperti khalwat untuk melakukan kemaksiatan. Begitu pula khalwat dihukumi mubah jika terjadi antara laki-laki dan mahram perempuannya serta laki-laki dan istrinya. Termasuk khalwat yang mubah adalah laki-laki bersama perempuan di tengah orang banyak dengan batasan antara laki-laki dan perempuan tersebut tidak tertutup dari pandangan orang banyak bahkan tidak terdengar pembicaraan keduanya oleh orang lain.


فتح البارى لابن حجر، الجزء ١٥، الصحفة ٤٤
 
قَوْله (بَاب مَا يَجُوز أَنْ يَخْلُو الرَّجُل بِالْمَرْأَةِ عِنْد النَّاس) أَيْ لَا يَخْلُو بِهَا بِحَيْثُ تَحْتَجِب أَشْخَاصهمَا عَنْهُمْ بَلْ بِحَيْثُ لَا يَسْمَعُونَ كَلَامهمَا إِذَا كَانَ بِمَا يُخَافِت بِهِ كَالشَّيْءِ الَّذِي تَسْتَحْيِ الْمَرْأَة مِنْ ذِكْرِهِ بَيْن النَّاس٠

Artinya: Bab sesuatu yang boleh laki-laki berkhalwat dengan perempuan dari pandangan orang banyak maksudnya seorang laki-laki tidak boleh berkhalwat dengan perempuan dengan sekiranya dua orang laki-laki dan perempuan tertutup dari pandangan mereka bahkan sekiranya percakapan keduanya tidak terdengar oleh mereka apabila pembicaraannya merupakan sesuatu yang dirahasiakan seperti perkara yang perempuan malu menyebutnya di tengah orang banyak.


الفتاوي الفقهية الكبرى، الجزء ٤، الصحفة ١٠٦-١٠٧

 وسئل : عن مسائل في الخلوة بالأجنبية الأولى: إذا كانت دار تشتمل على بيتين مختلفي المرافق لكن كل واحد منهما بمرأى من الأخرى كهذه الصورة مثلا فظاهر كلام الفقهاء أن هذا ليس بخلوة فهل هو كذلك أم لا؟

Artinya: Imam Ibnu Hajar ditanya mengenai beberapa permasalahan mengenai khalwat dengan perempuan ajnabiyah. Permasalahan yang pertama, apabila ada suatu rumah yang memiliki dua ruangan dan setiap ruangan memiliki perlengkapan dan perabotan rumahnya masing-masing hanya saja setiap ruangan masih terlihat dari ruangan yang satunya maka jika dilihat dari dhahirnya perkataan para fuqaha ini tidak termasuk khalwat, maka apakah memang demikian atau tidak? 

الثانية: إذا كانت دار مشتملة على بيتين متفقي المرافق لكن كل واحد منهما غائب عن الآخر بأن يكون في قفاه أو يوصل إليه بانعطافات مثلا فصريح كلامهم أن هذا خلوة لكن بقي شيء أنه لو كانت امرأة في أحد البيتين ورجل وامرأة أجنبية في آخر فهل يكون هذا خلوة أم لا؟

Permasalahan kedua, apabila suatu rumah memiliki dua ruangan, dan keduanya memiliki peralatan dan perabotan rumah yang sama hanya saja ruangan yang satu tidak terlihat dari ruangan yang satunya seperti jikalau kamarnya saling membelakangi atau untuk sampai ke kamar yang satunya harus melewati jalur yang berbelok-belok maka para fuqaha dengan jelas mengatakan bahwa ini adalah khalwat. Kemudian tersisa satu permasalahan yaitu jikalau si perempuan berada di salah satu ruangan kemudian di ruangan yang satunya terdapat seorang laki-laki dan perempuan ajnabiyah apakah ini termasuk khalwat? 

الثالثة : دار اشتملت على مجلس ومخازن كثيرة سواء كانت غائبة عن مرأى المجلس أو بمرآه ورجل في المجلس فمرت به امرأة قاصدة أخذ بعض الحوائج من المخازن والرجوع فهل هذا خلوة أم لا ؟

Permasalahan yang ketiga: sebuah rumah yang memiliki satu tempat duduk dan gudang penyimpanan yang banyak baik gudang-gudang tersebut tidak terlihat dari tempat duduk ataupun terlihat, kemudian terdapat seorang laki-laki yang sedang berada di tempat duduk dan lewatlah seorang perempuan yang hendak mengambil sesuatu yang ia butuhkan dari gudang penyimpanan, maka apakah ini termasuk khalwat atau tidak?

 فأجاب : بقوله حكم هذه الصور الثلاث يعلم من قولهم إذا سكنت المرأة والأجنبي في حجرتين أو علو وسفل أو دار وحجرة اشترط أن لا يتحدا في مرفق كمطبخ أو خلاء أو بئر أو ممر أو سطح أو مصعد له فإن اتحدا في واحد مما ذكر حرمت المساكنة لأنها حينئذ مظنة للخلوة المحرمة

Imam Ibnu Hajar menjawab; "Hukum tiga (3) permasalahan ini dapat diketahui dari perkataan para fuqaha yaitu: "Apabila seorang perempuan dan laki-laki ajnabi berada di dua kamar yang berbeda atau yang satu berada di atas dan yang satunya berada di bawah atau yang satunya berada di rumah dan yang satunya berada di dalam kamar maka disyaratkan agar keduanya tidak menggunakan peralatan atau perabotan rumah yang sama seperti dapur, WC, sumur, gang, loteng, atau tangga menuju loteng. Karena apabila tempat-tempat tersebut masih sama, maka hukum tinggal di tempat tersebut adalah haram dikarenakan terdapatnya sangkaan terjadinya khalwat yang diharamkan.

وكذا إن اختلفا في الكل ولم يغلق ما بينهما  من باب أو يسد أو غلق لكن ممر أحدهما على الآخر أو باب مسكن أحدهما في مسكن الآخر

Begitu juga jikalau tempat-tempat yang telah disebutkan tersebut sudah berbeda hanya saja pemisah di antara keduanya seperti pintu dalam keadaan tidak terkunci atau sudah tertutup atau terkunci, tetapi gang salah satu ruangan berada di ruangan yang lain atau pintu salah satunya berada di ruangan yang lain


حاشية الجمل، الجزء ٤، الصحفة ١٢٥

وَضَابِطُ الْخَلْوَةِ اجْتِمَاعٌ لَا تُؤْمَنُ مَعَهُ الرِّيبَةُ عَادَةً بِخِلَافِ مَا لَوْ قُطِعَ بِانْتِفَائِهَا عَادَةً فَلَا يُعَدُّ خَلْوَةً ا هـ٠ 

Artinya: Batasan yang dinamai khalwat adalah pertemuan yang bisa menjurus ke arah zina secara kebiasaan, berbeda saat dipastikan tidak akan terjadi hal yang demikian secara kebiasaannya, maka tidak dinamai khalwat.


القاموس الفقهي الجزء ١، الصحفة ١٢٢

الخلوة مكان الانفراد بالنفس أو بغيرها شرعا أن يخلو الرجل بامرأته على وجه لا يمنع من الوطء من جهة العقل كحضور أحد من الناس أو من جهة الشرع كمسجد

Artinya: Khalwat adalah tempat menyendiri dengan sendirian atau dengan orang lain. Sedangkan secara syara' adalah berduaannya seorang laki-laki dengan perempuan dengan kondisi yang secara logika tidak menghalangi dari wathi seperti hadirnya seseorang atau secara syara' seperti tempatnya berupa masjid.


الموسوعة الفقهية الكويتية، الجزء ٣٥، الصحفة ١٢٢

الْكَلاَمُ مَعَ الْمَرْأَةِ الأَْجْنَبِيَّةِ؛ 
٢٧- ذَهَبَ الْفُقَهَاءُ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ التَّكَلُّمُ مَعَ الشَّابَّةِ الأَْجْنَبِيَّةِ بِلاَ حَاجَةٍ لأَِنَّهُ مَظِنَّةُ الْفِتْنَةِ، وَقَالُوا إِنَّ الْمَرْأَةَ الأَْجْنَبِيَّةَ إِذَا سَلَّمَتْ عَلَى الرَّجُل إِنْ كَانَتْ عَجُوزًا رَدَّ الرَّجُل عَلَيْهَا لَفْظًا أَمَّا إِنْ كَانَتْ شَابَّةً يُخْشَى الاِفْتِتَانُ بِهَا أَوْ يُخْشَى افْتِتَانُهَا هِيَ بِمَنْ سَلَّمَ عَلَيْهَا فَالسَّلاَمُ عَلَيْهَا وَجَوَابُ السَّلاَمِ مِنْهَا حُكْمُهُ الْكَرَاهَةُ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ، وَذَكَرَ الْحَنَفِيَّةُ أَنَّ الرَّجُل يَرُدُّ عَلَى سَلاَمِ الْمَرْأَةِ فِي نَفْسِهِ إِنْ سَلَّمَتْ عَلَيْهِ وَتَرُدُّ هِيَ فِي نَفْسِهَا إِنْ سَلَّمَ عَلَيْهَا، وَصَرَّحَ الشَّافِعِيَّةُ بِحُرْمَةِ رَدِّهَا عَلَيْهِ

Artinya: Perbincangan beserta perempuan lain; Para ulama berpendapat bahwa berbincang-bincang beserta perempuan muda lain tidak diperbolehkan dengan tanpa hajat, karena hal itu berpotensi menimbulkan fitnah, dan para ulama berkata: "Sesungguhnya ketika seorang perempuan mengucapkan salam pada laki-laki, maka apabila perempuan yang lanjut usia, maka laki-laki tadi menjawabnya dengan ucapan." Sedangkan apabila perempuan muda yang dikhawatirkan menimbulkan fitnah atau khawatir terkena fitnahnya, maka mengucapkan salam padanya dan menjawab salam darinya hukumnya makruh menurut ulama Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah. Dan ulama Hanafiyah menuturkan: "Bahwasannya seorang laki-laki menjawab salam dalam hatinya ketika seorang perempuan mengucapkan salam padanya, dan seorang perempuan menjawab salam dalam hatinya ketika seorang laki-laki mengucapkan salam padanya, dan ulama Syafi'iyah menjelaskan keharaman perempuan menjawab pada salamnya laki-laki."


حاشية الجمل، الجزء ٤، الصحفة ١٢٠

وسن (نظر كل) من المرأة والرجل (للآخر بعد قصده نكاحه قبل خطبته غير عورة) في الصلاة وإن لم يؤذن له فيه أو خيف منه الفتنة للحاجة إليه . فينظر الرجل من الحرة الوجه والكفين وممن بها رق ما عدا ما بين سرة وركبة , كما صرح به ابن الرفعة في الأمة , وقال أنه مفهوم كلامهم : وهما ينظرانه منه . فتعبيري بما ذكر أخذا من كلام الرافعي وغيره أولى من تعبير الأصل كغيره بالوجه والكفين

Artinya: Disunnahkan bagi masing-masing dari laki-laki dan perempuan untuk melihat satu sama lainnya, dengan syarat ia sudah memiliki keinginan untuk menikahinya dan belum melakukan lamaran. Bagian yang sunnah dilihat adalah anggota badan yang selain aurat ketika salat. Hukum melihat di atas tetap disunnahkan walaupun perempuan tidak mengizinkannya atau dikhawatirkan timbulnya fitnah/syahwat, alasannya karena adanya hajat. Maka seorang laki-laki pelamar boleh melihat wajah dan kedua telapak tangan dari perempuan merdeka, dan dia boleh melihat seluruh tubuhnya perempuan budak yang selain antara pusar dan lututnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Ibnu Rif'ah dalam pembahasan budak perempuan: "Kebolehan di sini adalah mafhum dari perkataan ashab (ulama pengikut madzhab Syafi'i): Bahwa baik perempuan merdeka maupun budak juga boleh/sunnah melihat laki-laki yang melamarnya pada selain anggota tubuh antara pusar dan lututnya. Ungkapan susunan bahasa yang aku sampaikan di atas (karena mengambil dari perkataan Imam Rofi'i dan yang lain) itu lebih utama daripada susunan bahasa kitab asalnya (Minhajut Tholibin) dan yang lain yang menggunakan kata: wajah dan kedua telapak tangan."

 واحتج لذلك بقوله صلى الله عليه وسلم للمغيرة وقد خطب امرأة "انظر إليها فإنه أحرى أن يؤدم بينكما" أي أن تدوم بينكما المودة والألفة

Adapun dalil kesunnahan melihat wajah ketika hendak melamar adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Sayyidina Mughirah tatkala ia melamar seorang perempuan, Baginda Nabi saw. bersabda kepadanya: "Lihatlah perempuan tersebut, karena dengan melihatnya dapat menyebabkan hubungan kalian berdua bisa lebih bertahan lama." atau menyebabkan kasih sayang dan kecocokan diantara kalian berdua bertahan lama.


اعانة الطالبين، الجزء ٣، الصحفة ٢٩٩

٠(قوله: فينظر من الحرة وجهها الخ) أي ولو بشهوة أو خوف فتنة، كما قاله الامام والروياني، وإن قال الأذرعي في جواز نظره بشهوة نظر، والمعتمد الجواز، ولو بشهوة، وله تكريره إن احتاج إليه، ولو فوق الثلاث، حتى يتبين له هيئتها، فإن لم يحتج إليه لكونه تبين له هيئتها بنظرة حرم ما زاد عليها، لان الضابط في ذلك الحاجة٠

Artinya: Perkataan mushonif (Maka dia boleh/sunnah melihat wajah perempuan yang merdeka dan kedua telapak tangan dan seterusnya): Maksudnya: walaupun dia melihatnya dengan syahwat atau dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Haromain dan Imam Rouyani, walaupun Imam Adzro'i membantahnya dengan mengatakan: "Kesunnahan melihat dengan syahwat itu masih perlu pertimbangan." Akan tetapi, menurut pendapat yang mu'tamad hukumnya boleh walaupun dengan syahwat. Dan boleh bagi laki-laki yang ingin melamar untuk melihat perempuan yang akan dilamar berkali-kali jika ia membutuhkannya, walaupun lebih dari tiga kali. Sehingga dia mengetahui sifat dan keadaan tubuh perempuan tersebut dengan jelas. Apabila dia tidak berhajat untuk melihatnya berulang kali dikarenakan ia telah mengetahui dengan jelas sifat dan kondisi tubuh perempuan tersebut dengan sekali pandang, maka haram baginya untuk melihatnya lebih dari sekali. Hal itu dikarenakan yang menjadi batas kebolehan melihatnya adalah adanya hajat. 


وإذا لم تعجبه سكت ولا يقول لا أريدها، ولا يترتب على سكوته منع خطبتها لان السكوت إذا طال وأشعر بالاعراض جازت، وضرر الطول دون ضرر لا أريدها. فاحتمل٠

Apabila setelah melihat perempuan yang diinginkan, ternyata pelamar tidak tertarik, maka hendaknya dia diam dan tidak mengatakan: "Aku tidak menginginkannya." Dan diamnya pelamar tidaklah mengakibatkan larangan bagi laki-laki lain untuk melamar perempuan tersebut, karena diam yang lama itu memberikan kesan bahwa pelamar telah berpaling, sehingga boleh bagi laki-laki lain untuk melamarnya. Dan bahaya yang ditimbulkan oleh diamnya pelamar dalam waktu yang lama itu lebih kecil dibandingkan bahaya yang ditimbulkan oleh perkataannya: "Aku tidak menginginkannya."


الفقه الإسلامي، الجزء ٤، الصحفة ٢٦٥٣

ﻭاﻷﺣﻮاﻝ اﻟﺘﻲ ﻳﺠﻮﺯ اﻟﻨﻈﺮ ﻓﻴﻬﺎ ﻟﻠﻤﺮﺃﺓ ﻟﺤﺎﺟﺔ اﺳﺘﺜﻨﺎﺋﻴﺔ ﻫﻲ ﻋﻨﺪ اﻟﻔﻘﻬﺎء: اﻟﺨﻄﺒﺔ، -الى ان قال- ﻓﻔﻲ ﺃﺛﻨﺎء اﻟﺨﻄﺒﺔ ﻳﺠﻮﺯ اﻟﻨﻈﺮ ﻟﻠﻮﺟﻪ ﻭاﻟﻜﻔﻴﻦ ﻓﻘﻂ ﺩﻭﻥ ﻣﺎ ﻋﺪاﻫﻤﺎ، ﻭﻟﻠﺨﺎﻃﺐ ﺗﻜﺮﻳﺮ ﻧﻈﺮﻩ، ﻭﻻ ﻳﻨﻈﺮ ﻏﻴﺮ اﻟﻮﺟﻪ ﻭاﻟﻜﻔﻴﻦ، ﺑﻼ ﻣﺲ ﺷﻲء ﻣﻨﻬﺎ، ﻟﺪﻻﻟﺔ اﻟﻮﺟﻪ ﻋﻠﻰ اﻟﺠﻤﺎﻝ، ﻭاﻟﻜﻔﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﺧﺼﻮﺑﺔ اﻟﺒﺪﻥ

Artinya: Beberapa kondisi yang diperbolehkan bagi laki-laki untuk melihat kepada perempuan bukan mahram sebab beberapa alasan yang telah dikecualikan menurut ahli fiqih: Ketika melamar/meminang. Maka ketika berlangsungnya lamaran, boleh baginya melihat wajah dan kedua telapak tangan saja, tidak boleh melihat yang lainnya. Laki-laki pelamar juga boleh melihatnya secara berulang-ulang selagi yang dilihat hanyalah wajah dan kedua telapak tangan bukan yang lain dan tidak boleh menyentuhnya sama sekali. Ini semua dikarenakan dengan melihat wajah, maka tampak keindahan seseorang dan dengan melihat kedua telapak tangan, maka akan ketahuan berisi (montok) atau tidaknya tubuh seseorang.

والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

PENANYA

Nama: Hasanuddin
Alamat: Kadungdung, Sampang, Madura
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang, Malang, Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung, Jember, Jawa Timur)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Suhaimi Qusyairi (Ketapang, Sampang, Madura)
Wakil: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Syihabuddin (Balung, Jember, Jawa Timur)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura), Ustadzah Nuurul Jannah (Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah) 
Terjemah Ibarot: Ustadz Rahmatullah Metuwah (Babul Rahmah, Aceh Tenggara, Aceh), Gus Robit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur), Ustadzah Lusy Windari (Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah)
________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan sharing soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang posting iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?