Hukum Menuntut Hasil dari Tanah yang Dikelola Tanpa Akad yang Jelas

HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Alif dan Alifah (nama samaran) adalah saudara kandung. Setelah orang tua mereka wafat, mereka mendapatkan warisan berupa sepetak tanah seluas satu hektare yang dibagi untuk mereka berdua sebagaimana mestinya.

Sebagai anak laki-laki Alif mendapatkan bagian lebih banyak dari Alifah. Tanah tersebut dikelola oleh Alif semua. Karena tanah keduanya masih dalam satu petak yang sama, maka secara otomatis terdapat hak Alifah di sana. 

Selama Alif mengelola tanah tersebut, meskipun sudah meminta izin pada Alifah, tetapi Alifah tidak pernah diberi bagian dari hasil panen meski hanya jumlah minimal yaitu sepertiga.

PERTANYAAN:

Apakah Alifah wajib diberi hasil panen sesuai hak tanah yang dimilikinya setelah memberi izin untuk dikelola tanahnya?

JAWABAN:

Tidak berhak sama sekali, karena hasil panen adalah hak milik orang yang mempunyai bibit. Adapun masalah imbalan dari sepertiga hektare lahan yang dikelola oleh Alif, maka Alifah juga tidak mempunyai hak, kecuali jika sejak awal Alifah menuntut imbalan, maka dia berhak mendapatkan upah umum sewa untuk sepertiga hektare lahannya sejak lahan tersebut dikelola oleh Alif. 

Adapun jika dia meminta imbalan beberapa tahun kemudian, maka dia hanya berhak mendapatkan upah umum sejak dia menuntut imbalan itu saja sampai pemakaian terakhir. 

REFERENSI:

فتح القريب، الجزء ٢ الصحفة ٩٣

فصل: في أحكام العارية. وهي بتشديد الياء في الأفصح مأخوذة من عار إذا ذهب وحقيقتها الشرعية إباحة الانتفاع من أهل التبرع بما يحل الانتفاع به مع بقاء عينه ليرده على المتبرع

Artinya: Pasal tentang hukum 'ariyah (pinjam meminjam barang). 'Ariyah dengan ditasydid ya' dalam bahasa Arab yang paling fasih, diambil dari fi'il madli "ara" ketika menunjukkan arti berangkat dan datang. Dan arti 'ariyah secara syar'i adalah pemberian wewenang dari orang yang berhak memberikan pemberian kepada orang lain secara sukarela, untuk memanfaatkan barang-barang yang halal dimanfaatkan dengan tidak mengurangi benda tersebut, agar nantinya bisa dikembalikan utuh kepada si pemberi pinjaman.


مغني المحتاج، الجزء ٢ الصحفة ٣٤٧

ولو أطلق) المعير (الزراعة) أي الاذن فيها كقوله: أعرتك للزراعة أو لتزرعها، (صح) عقد الإعارة (في الأصح، ويزرع ما شاء) لاطلاق اللفظ٠

Jika yang meminjamkan memutlakkan izin penggunaan tanah untuk bercocok tanam, contoh: dia mengatakan, "Saya pinjamkan kepadamu tanah ini untuk bercocok tanam atau supaya kamu bercocok tanam." maka sah akad pinjam meminjam di atas menurut pendapat ashab yang diunggulkan dan si peminjam boleh menanam apa saja yang ia inginkan, karena yang meminjamkan telah memutlakkan lafadz izinnya.

والمراد كما قال الأذرعي : أن يزرع ما شاء مما اعتيد زرعه هناك ولو نادرا حملا للاطلاق على الرضا بذلك٠

Adapun maksud boleh di sini sebagaimana yang dikatakan Imam Azroi adalah: "Si peminjam boleh menanam apa yang ia mau sesuai kebiasaan yang berlaku di tempatnya, walaupun tanaman tersebut jarang ditanam. Yang demikian ini dikarenakan kita mengartikan "kemutlakan lafadz tersebut" sebagai keridhoan dari orang yang meminjamkan".

والثاني : لا يصح لتفاوت ضرر المزروع قال الشيخان : ولو قيل : يصح ، ويقتصر على أخفها ضررا لكان مذهبا٠ ورده البلقيني بأن المطلقات إنما تنزل على الأقل إذا كان بحيث لو صرح به لصح . وهذا لو صرح به لم يصح، لأنه لا يوقف على حد أقل الأنواع ضررا فيؤدي إلى النزاع، والعقود تصان عن ذلك٠

Adapun menurut pendapat yang kedua: Hukumnya akad pinjam meminjamnya tidak sah, karena berbeda-bedanya tingkat kerusakan yang ditimbulkan dari setiap jenis tanaman. Imam Nawawi dan Imam Rofi'i mengatakan: "Seumpama akadnya dikatakan sah, lalu dia hanya boleh menanam tanaman yang paling ringan resiko kerusakannya, maka pendapat tersebut bisa diterima. Hanya saja Imam Bulqini menolak pendapat tersebut, dengan mengatakan: "Bahwa lafadz-lafadz mutlak yang bisa dimaknai sesuatu yang paling ringan resikonya, itu jika sekiranya hal tersebut disebutkan dalam akad, maka akadnya menjadi sah." Adapun dalam permasalahan ini, jika hal tersebut disebutkan dalam akad, maka akadnya justru tidak sah, karena tidak bisa ditentukan batasan dari kerusakan yang dianggap paling ringan itu apa, sehingga menyebabkan adanya pertikaian. Sedangkan akad itu harus dijaga dan dihindarkan dari pertikaian.

و الصحيح (أنه لا تصح إعارة الأرض مطلقا، بل يشترط تعيين نوع المنفعة) من زرع أو غيره قياسا على الإجارة٠ والثاني: تصح، واختاره السبكي، قال: ولا يضر الجهل لأنه يحتمل فيها ما لا يحتمل في الإجارة٠

Dan menurut pendapat yang shahih: Bahwa meminjamkan tanah secara mutlak itu tidak sah. Sebaliknya dalam meminjamkanya agar sah, maka disyaratkan harus ditentukan jenis pemanfaatannya, semisal bercocok tanam atau yang lain. Hal ini diqiyaskan dengan akad sewa menyewa. Dan menurut pendapat yang kedua (pendapat lemah): Akadnya tetap sah. Dan pendapat inilah yang dipilih oleh Imam Subki, dengan mengatakan: "Dan tidak mengapa jika terdapat ketidakjelasan di dalam akad 'ariyah, karena dimaafkan di dalamnya: perkara-perkara yang tidak dimaafkan di dalam akad sewa menyewa."

ونقل ابن الرفعة الصحة عن العراقيين ، وجزم به جماعة من الخراسانيين . فالخلاف قوي مع أن كلام المصنف يقتضي ضعفه

Imam Ibnu Rif'ah menukil pendapat yang mengatakan sahnya 'ariyah dari ashab Syafi'i yang berasal dari Irak, bahkan sekelompok ashab dari Khurasan menyebutkannya tanpa ada khilaf (perbedaan pendapat). Maka sebetulnya perbedaan pendapat dalam permasalahan ini sangatlah kuat, sedangkan perkataan Imam Nawawi menunjukkan seakan-akan khilafiyah di atas adalah lemah.

وعلى الأول : لو قال : أعرتكها لتنتفع بها كيف شئت أو بما بدا لك ففي الصحة وجهان : أصحهما كما في المطلب : الصحة٠

Jika mengikuti pendapat yang pertama, maka apabila orang yang meminjamkan mengatakan: "Saya pinjamkan kepadamu tanah ini agar kamu manfaatkan sesuai keinginanmu atau sesuai idemu." maka dalam keabsahannya terdapat dua pendapat. Dan pendapat yang paling kuat sebagaimana dalam kitab Al-Mathlab 'Ali (karya Ibnu Rif'ah): hukumnya sah.

وقال السبكي: ينبغي القطع به، وقد صحح الشيخان في نظيره من الإجارة الصحة . والعارية به أولى . وعلى هذا فقيل : ينتفع بها كيف شاء . وقيل : ينتفع بما هو العادة في المعار٠

Imam Subki mengatakan: "Semestinya masalah ini sepakat satu pendapat: hukumnya sah. Kesimpulan ini diambil dari pernyataan Imam Nawawi dan Rofi'i ketika membahas akad yang serupa dengan 'ariyah, yaitu akad sewa-menyewa. Sedang akad pinjam meminjam seharusnya lebih layak dianggap sah." Maka apabila ikut pendapat ini: maka dalam satu pendapat: si peminjam boleh mengambil manfaat dari tanah tersebut sesuai yang ia inginkan. Dan dalam pendapat yang lainnya: dia boleh mengambil manfaat sebatas kebiasaan yang berlaku.


البيان فى مذهب الإمام الشافعى، الجزء ٦ الصحفة ٥١٨

مسألة؛ إعارة الأرض

Artinya: Masalah meminjamkan tanah.

ويجوز إعارة الأرض للزراعة وللبناء وللغراس, لأنه يجوز أن يملك منفعة الأرض لذلك بالإجارة . فاستباحها بالإعارة : كمنفعة العبد والدار . فإن قال: أعرتك هذه الأرض لتنتفع بها جاز له أن يزرع فيها ويغرس ويبني , لأن الإذن فيها مطلق، فاستباح الجميع

Meminjam tanah untuk bercocok tanam, membangun bangunan, dan lahan perkebunan, itu semua hukumnya boleh. Alasannya karena manfaat dari tanah tersebut dapat dimiliki dengan cara menyewa. Maka tentunya manfaat tanah tersebut juga boleh digunakan dengan cara meminjam. Semisal contoh: manfaat budak dan manfaat rumah. Apabila seseorang mengatakan: "Saya pinjamkan kepada kamu tanahku ini untuk kamu manfaatkan." maka orang tersebut (peminjam) boleh bercocok tanam, berkebun maupun membangun bangunan di atasnya, karena izin di dalam sighot akad pinjaman di atas itu mengarahkan kepada kemutlakan dalam pemanfaatan, sehingga dia boleh untuk melakukan semua jenis pemanfaatan di atas.

وإن أعاره الأرض ليزرع فيها وأطلق كان له أن يزرع أي زرع شاء، لأن الإذن مطلق

Apabila seseorang meminjamkan tanah kepada peminjam hanya untuk tujuan dicocok tanam saja, dan pemilik mengizinkan secara mutlak (tanpa membatasi jenis tanaman tertentu), maka si peminjam boleh menanami tanah tersebut dengan tanaman apa saja yang dia kehendaki, sebab izin dari pemilik sifatnya mutlak (tidak dibatasi satu macam tanaman saja).

وإن قال : لتزرع الحنطة فله أن يزرع الحنطة والشعير , لأن ضرر الشعير أقل من ضرر الحنطة في الأرض٠ وإن قال: لتزرع فيها الشعير قال الشيخ أبو حامد : فليس له أن يزرع الحنطة , لأنها أكثر ضررا في الأرض من الشعير٠

Apabila si pemilik berkata: "Aku pinjamkan lahan ini kepadamu untuk kamu tanami jenis gandum hinthoh." maka si peminjam boleh menanam jenis gandum hinthoh maupun gandum sya'ir, karena resiko kerusakan tanah yang ditimbulkan oleh gandum sya'ir itu lebih kecil dibandingkan kerusakan sebab menanam gandum hinthoh. Apabila si pemilik bilang: "Aku pinjamkan lahan ini kepadamu untuk kamu tanami jenis gandum sya'ir." maka Syekh Abu Hamid Al-Isfiroyini berpendapat: bahwa si peminjam tidak boleh menanami tanah tersebut dengan jenis gandum hinthoh, karena resiko kerusakan tanah yang ditimbulkan oleh gandum hinthoh itu lebih besar. 

 ولا يجوز أن يغرس في الأرض، ولا يبني فيها , لأنهما أعظم ضررا في الأرض من الزراعة٠ 

Dan (apabila izin meminjamnya untuk bercocok tanam), maka tentunya tidak boleh bagi si peminjam untuk menanami lahan tersebut dengan pepohonan (yakni berkebun semisal kurma dll). Begitu juga tidak boleh membangun bangunan di atasnya, karena kedua-duanya lebih besar resiko kerusakan tanah yang ditimbulkannya dibandingkan dengan bercocok tanam.


الفقه الإسلامي وأدلته، الجزء ١ الصحفة ١٦١-١٦٢
 
القاعدة الثالثة ـ (العبرة في العقود للمقاصد والمعاني، لا للألفاظ والمباني)؛ هذه القاعدة أخص من القاعدة الثانية السابقة، فهي في العقود خاصة، والثانية عامة في كل التصرفات٠ 

Artinya: Kaidah yang ketiga: Yang menjadi pertimbangan hukum di dalam akad adalah maksud dan makna dari lafadz yang diucapkan, bukan lafadz itu sendiri. Kaidah ini lebih khusus dibandingkan kaidah yang sebelumnya. Dikarenakan kaidah ini lebih spesifik dalam masalah akad saja. Sedangkan kaidah yang sebelumnya lebih umum dan mencakup seluruh perbuatan.

 ومعناها: أن ألفاظ العقود تحوّل العقد إلى عقد آخر إذا قصده العاقدان فالهبة بشرط العوض، مثل وهبتك كذا بشرط أن تعطيني كذا، هي بيع؛ لأنها في معناه، فتأخذ أحكام البيع

Adapun makna kaidah di atas adalah: Semua lafadz yang diucapkan dalam akad, itu dapat mengubah akad tersebut ke akad yang lain apabila (akad yang kedua tersebut) diniatkan oleh kedua orang yang melakukan akad. Maka dari itu hibah yang disyaratkan di dalamnya ada imbalan, seperti seseorang mengatakan: "Saya hibahkan barang ini kepada kamu dengan syarat kamu memberikanku ini dan itu kepadaku." maka akad semacam ini berubah menjadi jual beli, karena mengandung makna jual beli. Sehingga diberlakukan di dalamnya hukum-hukum yang berlaku dalam jual beli.

والكفالة بشرط عدم مطالبة المدين المكفول عنه حوالة , تأخذ أحكامها لأنها في معناها ٠ والحوالة بشرط مطالبة المدين المحيل والمحال عليه كفالة والإعارة بعوض: إجارة٠


Begitu juga seperti akad kafalah yang disyaratkan di dalamnya tidak boleh menuntut ganti dari orang yang berhutang yang ditanggung hutangnya, maka akadnya berubah menjadi hiwalah, sehingga diberlakukan di dalamnya hukum-hukum yang berlaku dalam hiwalah, karena akad tersebut mengandung makna hiwalah. Kemudian contoh lain yaitu akad hiwalah yang disyaratkan si muhtal boleh menuntut muhil selaku orang yang dia hutangi, dan di sisi lain dia juga boleh menuntut muhal alaih. Maka akadnya berubah menjadi kafalah. Kemudian akad pinjam barang tapi dengan imbalan, maka akadnya menjadi sewa menyewa.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 


PENANYA

Nama: Abdullah
Alamat: Sumbawa, NTB
__________________________________

MUSYAWWIRIN

Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

PENASIHAT

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang, Malang, Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung, Jember, Jawa Timur)

PENGURUS

Ketua: Ustadz Suhaimi Qusyairi (Ketapang, Sampang, Madura)
Wakil: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Syihabuddin (Balung, Jember, Jawa Timur)

TIM AHLI

Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura) 
Deskripsi Masalah: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura), Ustadzah Nuurul Jannah (Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah) 
Terjemah Ibarot : Ustadz Rahmatullah Metuwah (Babul Rahmah, Aceh Tenggara, Aceh), Gus Robit Subhan (Balung, Jember, Jawa Timur), Ustadzah Lusy Windari (Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah )

________________________________________

Keterangan:

1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.

2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.

3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan sharing soal di grup secara langsung.

4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.

5) Dilarang posting iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?