Hukum Wali Menikahkan Anak Gadis dengan Laki-laki yang Tidak Sekufu karena Terpaksa
HASIL KAJIAN BM NUSANTARA
(Tanya Jawab Hukum Online)
السلام عليكم و رحمة الله وبركاته
DESKRIPSI:
Badriyah sangat mencintai Badrun (nama samaran) meskipun Badrun sebetulnya tidak sekufu dengan Badriyah, karena Badrun hanya anak seorang penjahit kecil-kecilan, sedangkan Badriyah merupakan putri seorang saudagar kaya raya. Ayah Badriyah sangat keberatan jika Badriyah menikah dengan Badrun. Namun, daripada keduanya kawin lari atau sampai terjerumus pada zina, maka dengan terpaksa ayah Badriyah menikahkannya meskipun hatinya tidak rela.
PERTANYAAN:
Sahkah seorang wali menikahkan anak gadisnya dengan laki-laki yang tidak sekufu karena terpaksa, padahal hatinya tidak merestuinya?
JAWABAN:
Sah nikahnya, karena wali menikahkan dengan laki-laki tidak sekufu merupakan bentuk ridha (kerelaan) wali, meski tidak merestui di hatinya.
REFERENSI:
حاشيتا القليوبى وعميرة، الجزء ٣، الصحفة ٢٣٤
قَوْلُهُ: (بِرِضَاهَا) وَلَوْ سَفِيهَةً، وَسُكُوتُهُ كَافٍ إنْ صَرَّحَ لَهَا بِأَنَّهُ غَيْرُ كُفْءٍ أَوْ عَيَّنَهُ لَهَا أَوْ عَيَّنَتْهُ لَهُ، وَإِلَّا فَلَا بُدَّ مِنْ التَّصْرِيحِ بِإِسْقَاطِهَا لَفْظًا، وَعُلِمَ مِنْ كَلَامِ الْمُصَنِّفِ أَنَّ عَقْدَ الْوَلِيِّ كَافٍ عَنْ تَصْرِيحِهِ بِإِسْقَاطِهَا نَعَمْ فِي تَعَدُّدِ الْأَوْلِيَاءِ لَا بُدَّ مِنْ تَصْرِيحِ غَيْرِ الْعَاقِدِ لَفْظًا أَوْ مَا يَقُومُ مَقَامَهُ
Artinya: (Dengan ridhanya janda) meskipun dia seorang yang belum dewasa dalam mengelola harta. Dan diamnya sudah dianggap cukup dalam memberi izin jika walinya sudah menjelaskan bahwa calon mempelai laki-laki tidak sekufu, atau wali sudah menentukan pilihan kepada janda bahwa calon suami yang tidak sekufu, ataupun sebaliknya. Jika tidak ada salah satu dari tiga perkara di atas, maka wajib ada ucapan secara jelas bahwa perempuan menggugurkan hak kafa'ahnya. Dan diketahui juga dari narasi mushanif bahwa sesungguhnya tindakan wali yang mau menikahkan mempelai perempuan itu sudah mencukupi sebagai ganti kerelaan wali dalam menggugurkan hak kafa'ah dia, kecuali jika jumlah wali lebih dari satu, maka selain yang mengakadkan nikah semua harus memberi izin secara ucapan atau perkara yang bisa menggantikan kata-kata.
حاشيتا قليوبي وعميرة، الجزء ٣، الصحفة ٢٣٤
فَائِدَةٌ: يُكْرَهُ التَّزْوِيجُ مِنْ غَيْرِ الْكُفْءِ عَنْ الرِّضَا إلَّا لِمَصْلَحَةٍ، وَيَكْفِي فِي الرِّضَا السُّكُوتُ فِي الْبِكْرِ، وَلَوْ أَطْلَقَتْ الْإِذْنَ فَلَمْ تُعَيِّنْ رَجُلًا فَبَانَ الزَّوْجُ غَيْرَ كُفْءٍ، قَالَ الْإِمَامُ صَحَّ بِاتِّفَاقِ الْأَصْحَابِ قَالَ الْبَغَوِيّ وَلَكِنْ لَهَا حَقُّ الْفَسْخِ كَمَا لَوْ أَذِنَتْ فِي رَجُلٍ ثُمَّ وَجَدَتْ بِهِ عَيْبًا
Artinya: Faedah: Dimakruhkan menikahkan perempuan (perawan) dengan laki-laki yang tidak sekufu dengan tanpa ridha darinya, kecuali karena kemaslahatan. Dan dalam hal ridha, diamnya perawan (yakni belum pernah dijima') itu sudah mencukupi. Dan jika perempuan memberi izin secara mutlak tanpa menentukan kriteria calon suami, kemudian ternyata yang menjadi suaminya adalah laki-laki yang tidak sekufu, maka menurut Imam Haromain pernikahan keduanya tetap sah dengan kesepakatan ulama pendukung mazhab Syafi'i. Lalu Imam Al-Baghowi berkata: "Pernikahan tersebut sah. Namun, pihak perempuan memiliki hak untuk fasakh (membatalkan pernikahan) sebagaimana kasus seorang perempuan yang dinikahkan dengan seorang laki-laki, kemudian ternyata suaminya tersebut memiliki cacat yang membolehkan fasakh.
شرح النووي على مسلم، الجزء ٩، الصحفة ٢٠٤
لَا تُزَوَّجُ حَتَّى تَنْطِقَ بِالْإِذْنِ بِخِلَافِ الْبِكْرِ وَلَكِنْ لَمَّا صَحَّ قَوْلُهُ ﷺ لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ مَعَ غَيْرِهِ مِنَ الْأَحَادِيثِ الدَّالَّةِ عَلَى اشْتِرَاطِ الْوَلِيِّ تعين الاحتمال الثاني. وَاعْلَمْ أَنَّ لَفْظَةَ أَحَقُّ هُنَا لِلْمُشَارَكَةِ مَعْنَاهُ أَنَّ لَهَا فِي نَفْسِهَا فِي النِّكَاحِ حَقًّا وَلِوَلِيِّهَا حَقًّا وَحَقُّهَا أَوْكَدُ مِنْ حَقِّهِ فَإِنَّهُ لَوْ أَرَادَ تَزْوِيجَهَا كُفُؤًا وَامْتَنَعَتْ لَمْ تُجْبَرْ وَلَوْ أَرَادَتْ أَنْ تَتَزَوَّجَ كُفُؤًا فَامْتَنَعَ الْوَلِيُّ أُجْبِرَ فَإِنْ أَصَرَّ زَوَّجَهَا الْقَاضِي فَدَلَّ عَلَى تَأْكِيدِ حَقِّهَا وَرُجْحَانِهِ
Artinya: Perempuan janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah ia memberi izin dengan ucapan. Hal ini berbeda dengan perawan. Akan tetapi, ketika didapati hadits shahih bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali." dan hadits-hadits yang lain yang menunjukkan bahwa adanya wali disyaratkan di dalam pernikahan, maka harus mengartikan kemungkinan yang kedua (yaitu lebih berhak dalam izin dan akad). Dan ketahuilah bahwa kata-kata "lebih berhak" di sini menunjukkan makna berserikat. Yaitu bahwa janda memiliki hak atas dirinya dalam pernikahan dan wali juga memiliki hak. Hanya saja haknya janda lebih besar daripada haknya wali, dikarenakan jika wali ingin menikahkan janda dengan lelaki yang sekufu, tetapi janda tidak mau, maka janda tidak boleh dipaksa. Akan tetapi, jikalau janda ingin menikah dengan laki-laki yang sekufu, sedangkan walinya tidak mau menikahkannya, maka wali dipaksa untuk menikahkannya. Kemudian jika dia tetap tidak mau menikahkannya, maka qadhi (hakim) yang akan menikahkan. Maka ini menunjukkan bahwa haknya janda lebih besar dan lebih diunggulkan.
إعانة الطالبين، الجزء ٣، الصحفة ٣٧٧
قوله: (وهي) أي الكفاءة. وقوله معتبرة في النكاح لا لصحته: أي غالبا، فلا ينافي أنها قد تعتبر للصحة، كما في التزويج بالاجبار، وعبارة التحفة: وهي معتبرة في النكاح لا لصحته مطلقا بل حيث لا رضا من المرأة وحدها في جب ولا عنة ومع وليها الاقرب فقط فيما عداهما. اه٠ ومثله في النهاية وقوله بل حيث لا رضا، مقابل قوله لا لصحته مطلقا، فكأنه قيل لا تعتبر للصحة على الاطلاق وإنما تعتبر حيث لا رضا. اه. ع ش
Artinya: Kembali ke perkataan sharih kafa'ah (dipertimbangkan dalam pernikahan, tetapi tidak menjadi pertimbangan dalam keabsahan nikah) ini secara umum. Akan tetapi, pernyataan ini tidak menafikan bahwa kafa'ah terkadang menjadi pertimbangan dalam keabsahan nikah seperti dalam permasalahan wali mujbir yang menikahkan mawliahnya dengan paksa, adapun redaksi permasalahan ini dalam kitab Tuhfah adalah demikian: "Kafa'ah menjadi pertimbangan di dalam nikah, tetapi tidak menjadi pertimbangan dalam keabsahan nikah secara mutlak, tetapi tetap dipertimbangkan ketika tidak ada ridha dari istri dalam permasalahan kemaluan suami yang terpotong atau impoten dan ketika tidak ada ridha dari istri dan ridha walinya yang paling dekat dalam permasalahan aib selain kemaluan yang terpotong dan impoten." Dan redaksi yang serupa terdapat dalam kitab Nihayah: perkataan mushanif "Akan tetapi, kafa'ah dipertimbangkan ketika sekiranya tidak adanya ridha." pernyataan ini bertolak belakang dengan perkataan mushanif ; "Tidak menjadi pertimbangan dalam keabsahan nikah secara mutlak." maka seakan-akan dikatakan bahwa kafa'ah tidak dipertimbangkan dalam keabsahan nikah secara mutlak hanya saja dipertimbangkan ketika tidak ada ridha.
والله أعلم بالصواب
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENANYA
Nama: Taufik Hidayat
Alamat: Pegantenan, Pamekasan, Madura
__________________________________
MUSYAWWIRIN
Anggota Grup BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)
PENASIHAT
Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep, Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang, Malang, Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung, Jember, Jawa Timur)
PENGURUS
Ketua: Ustadz Suhaimi Qusyairi (Ketapang, Sampang, Madura)
Wakil: Ustadz Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur)
Sekretaris: Ustadz Moh. Kholil Abdul Karim (Karas, Magetan, Jawa Timur)
Bendahara: Ustadz Syihabuddin (Balung, Jember, Jawa Timur)
TIM AHLI
Kordinator Soal: Ustadz Qomaruddin (Umbul Sari, Jember, Jawa Timur), Ustadz Faisol Umar Rozi (Proppo, Pamekasan, Madura)
Deskripsi Masalah: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura)
Moderator: Ustadz Hosiyanto Ilyas (Jrengik, Sampang, Madura)
Perumus: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura), Ust. Arif Mustaqim (Sumbergempol Tulungagung Jawa Timur), KH. Abdurrohim (Maospati Magetan Jawa Timur)
Muharrir: Kyai Mahmulul Huda (Bangsal Sari, Jember, Jawa Timur), K.H. Abdurrohim (Maospati, Magetan, Jawa Timur)
Editor: Ustadz Taufik Hidayat (Pegantenan, Pamekasan, Madura), Ustadzah Nuurul Jannah (Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah)
Terjemah Ibarot: Ustadz Rahmatullah Metuwah (Babul Rahmah, Aceh Tenggara, Aceh), Ustadzah Lusy Windari (Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah )
________________________________________
Keterangan:
1) Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas grup ini secara umum.
2) Tim ahli adalah orang yang bertugas atas berjalannya grup ini.
3) Bagi para anggota grup yang memiliki pertanyaan diharuskan untuk menyetorkan soal kepada koordinator soal dengan via japri, yakni tidak diperkenankan sharing soal di grup secara langsung.
4) Setiap anggota grup boleh usul atau menjawab walaupun tidak berreferensi. Namun, keputusan tetap berdasarkan jawaban yang berreferensi.
5) Dilarang posting iklan/video/kalam-kalam hikmah/gambar yang tidak berkaitan dengan pertanyaan, sebab akan mengganggu berjalannya diskusi.
Komentar
Posting Komentar