Hukum Percikan Air Mandi ?


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

DESKRIPSI:

Badriyah, Rosyidah dan Qomariyah (nama samaran) merupakan Santriwati disalah Pondok Pesantren. Ketiganya selalu bersama saat belajar, bermain, makan, dan juga mandi pun kadang bersama. Suatu ketika saat ketiganya mau mandi bersama, Badriyah mengatakan kepada Qomariyah dan Rosyidah bahwasanya dirinya mau mandi sendirian. Karena Badriyah mau mandi wajib atau besar, sehingga apabila mandi bersama, dirinya takut percikan air mandi bekas dari keduanya (Rosyidah dan Badriyah) dapat menyebabkan tidak sah mandi wajib/besar dari si Badriyah, apalagi Rosyidah dan Qomariyah sedang Hadats Besar atau Haidl.

PERTANYAAN:

Benarkah pernyataan Badriyah seperti Deskripsi diatas tersebut?

JAWABAN:

Anggapan tersebut tidak benar, karena ;

1. Percikan air mandi dari temannya itu merupakan air yang suci jika dibadannya tidak ada najisnya. Apabila percikan air dari tubuh bagian bawah dari temannya tersebut mutanajjis karena bercampur bekas haid, maka percikan tersebut sudah bisa Qomariyah sucikan saat Dia menyiram seluruh tubuhnya.

2. Percikan air dari orang lain yang mandi itu merupakan faktor eksternal yang tidak ada hubungannya dengan sah dan tidak sahnya mandi besar yang dilakukannya.

REFERENSI:

نهاية الزين، الصحفة ١٦

ومنه ما إذا تغاير ماء المغاطس باوساخ ابدان المغتسلين وماء الفساقي باوساخ أرجل المتوضئين 

Artinya: Termasuk air mutlak adalah air pemandian yang berubah keruh sebab kotoran badan (Bolot-Red Jawa) orang-orang yang mandi, begitu juga termasuk air mutlak yaitu air tempat cuci kaki yang keruh sebab kotoran kaki-kai orang yang wudlu.


الاوسط لابن المنذر، الجزء ١ الصحفة ٣٩٩

وفي إجماع أهل العلم أن الندى الباقي على أعضاء المتوضئ والمغتسل وما قطر منه على ثيابهما طاهر، دليل على طهارة الماء المستعمل

Artinya: Diantara pendapat yang disepakati Ulama' menyatakan bahwa butiran-butiran air yang masih ada di badan orang yang wudlu maupun orang yang mandi besar, serta tetesan/ cipratan air tersebut yang mengenai pakaian keduanya itu hukumnya suci, itu merupakan dalil sucinya air Musta'mal.


فتح القريب، الجزء ١ الصحفة ٤٣

فَصْلٌ: وَفَرَائِضُ الْغُسْلِ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ؛ أَحَدُهَا (النِّيَّةُ) فَيَنَوِي الْجُنُبُ رَفَعَ الْجِنَابَةِ أَوِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ وَنَحوَ ذَلِكَ. وَتَنْوِي الْحَائِضُ وَالنُّفَسَاءُ رَفْعَ حَدَثَ الْحَيْضِ أَوِ النِّفَاسِ٠ وَتَكُوْنُ النِّيَّةُ مَقْرَوْنَةً بِأَوَّلِ الْفَرْضِ وَهُوَ أَوَّلُ مَا يُغْسَلُ مِنْ أَعْلَى الْبَدَنِ أَوْ أَسْفَلِهِ فَلَوْ نَوَى بَعْدَ غَسْلِ جُزْءٍ وَجَبَتْ إِعَادَتُهُ٠


Artinya : Rukun mandi ada 3 : Niat, maka orang yang junub berniat menghilangkan hadas junub, atau menghilangkan hadas besar, dan semisalnya. Dan Wanita yang haid atau nifas berniat menghilangkan hadas haidl ataupun nifas. Niat tersebut bersamaan dengan awal siraman air mengenai bagian anggota badan baik bagian atas maupun bawah. Maka Jika Dia berniat setelah menyiram bagian badan, maka Dia wajib mengulangi menyiram anggota badan tadi.

وَإَزَالَةُ النَّجَاسَةِ إَنْ كَانَتْ عَلَى بَدَنِهِ) أَيِ الْمُغْتَسِلِ وَهَذَا مَا رَجَّحَهُ الرَّافِعِيُّ. وَعَلَيْهِ فَلَا يَكْفِي غَسْلَةٌ وَاحِدَةٌ عَنِ الْحَدَثِ وَالنَّجَاسَةِ٠ وَرَجَّحَ النَّوَوِيُّ الْاِكْتِفَاءَ بِغَسْلَةٍ وَاحِدَةٍ عَنْهُمَا وَمَحَلُّهُ مَا إِذَا كَانَتِ النَّجَاسَةَ حُكْمِيَّةً٠ أَمَّا إِذَا كَانَتِ النَّجَاسَةُ عَيْنِيَّةً وَجَبَ غَسْلَتَانِ عَنْهُمَا٠

2. Menghilangkan najis yang ada pada tubuhnya. Ini menurut pendapat yang dimenangkan Imam Rofi'i. Maka berdasar pendapat ini, maka tidak cukup untuk menghilangkan hadats dan najis hanya dengan sekali siram. Sedangkan Imam Nawawi berpendapat untuk menghilangkan hadas dan najis cukup dengan sekali siraman, jika najisnya berupa najis hukumiyah, namun apabila najisnya berupa najis ainiyah, maka wajib menyiramnya dua kali.

وَ إِيْصَالُ الْمَاءِ إِلَى جَمِيْعِ الشَّعْرِ وَالْبَشَرَةِ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ بَدَلَ جَمِيْعِ أُصُوْلٌ٠

 Meratakan atau menyampaikan air keseluruh rambut atau bulu dan kulit. Disebagian kitab memakai redaksi  menyampaikan air ketempat tumbuhnya rambut.


تلقيح الأفهام العلية، الجزء ١ الصحفة ٣٧

النهي إن عاد إلى الذات أو شرط الصحة دل على الفساد وإن عاد إلى أمر خارج فلا٠

Artinya : Larangan apabila kembali pada dzat atau syarat sah, maka hal itu menunjukkan rusaknya perkara yang dilarang tersebut, namun jika larangan itu kembali pada faktor diluar dzat maupun syarat sah, maka hal itu tidak menunjukkan rusaknya perkara yang dilarang tersebut.

 أن يكون النهي عائدًا إلى أمر خارج عن الذات والشرط فإنه لا يدل على فساد المنهي عنه وإنما يدل على نقصان الأجر لكن الفعل صحيح

Kemungkinan ke 3 adalah keberadaan larangan tersebut kembali pada faktor diluar dzat dan diluar syarat, maka hal itu tidak menunjukkan rusaknya perkara yang dilarang, namun hanya menunjukkan kurangnya pahala namun ibadahnya sah.


   والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

PENANYA

Nama : Fika Maulani Rahmah
Alamat : Sumber Sari Jember Jawa Timur

_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WA Tanya  Jawab Hukum.

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Zainul Qudsiy, Ust. Robit Subhan
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda, Ust. Anwar Sadad
Editor : Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Abd. Lathif, Ust. Robit Subhan

PENASEHAT : Gus Abd. Qodir

LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://t.me/joinchat/ER-KDnY2TDI7UInw

_________________________


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?