Hukum Kepala KUA Mewakilkan Kewaliannya Kepada Orang yang Dikehendaki Bolehkah ?


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

DESKRIPSI:

Yatim dan Yatimah (nama samaran) rencananya mau menikah, dan yang akan bertindak sebagai wali nikah adalalah kepala KUA sebagai Wali Hakim, karena Yatimah sudah sama sekali tidak memiliki wali nikah. Namun, pada hari yang telah ditentukan Kepala KUA sakit dan tidak mungkin hadir ke majlis akad nikah yang telah disepakati bersama.

PERTANYAAN:

Bolehkah kepala KUA mewakilkan kewaliannya pada penghulu atau staf KUA atau kiai atau orang lain yang dikehendaki?

JAWABAN:

Hukumnya ditafsil (diperinci) : 

1). Apabila dalam peraturan Pemerintah membolehkan bagi KUA untuk istikhlaf maka, hukumnya boleh.

2). Apabila dalam peraturan Pemerintah tidak terdapat larangan maupun kebolehan istikhlaf maka hukumnya khilaf (terjadi perbedaan pendapat) ;

a). Boleh secara mutlak menurut Syafi'iyah 
b). Boleh apabila ada udzur
c). Tidak boleh karena diqiyaskan seperti wakil yang mewakilkan kepada orang lain.

REFERENSI:

فتاوى الرملى، الجزء ٤ الصحفة ١١٤
 
سُئِلَ عَمَّا إذَا أَذِنَ الْإِمَامُ لِلْقَاضِي فِي الِاسْتِخْلَافِ، وَأَطْلَقَ هَلْ لَهُ أَنْ يَسْتَخْلِفَ الْمَقْدُورَ عَلَيْهِ كَغَيْرِهِ (فَأَجَابَ) نَعَمْ لَهُ ذَلِكَ


Artinya : Imam Romli ditanya tentang masalah : "Apabila Imam memberi izin pada Qodli dalam masalah istikhlaf (mengangkat petugas pengganti) dan Imam tersebut memutlkakan hal itu, apakah boleh bagi Qodli mengangkat petugas pengganti dalam tugasnya tersebut sebagaimana hal lainnya ? Imam Romli menjawab ; "Ya bagi Qodli boleh melakukan istikhlaf tersebut.


الموسوعة الفقهيية الكويتية، الجزء ٣٣ الصحفة ٣١١

اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّ الإِْمَامَ إِذَا أَذِنَ لِلْقَاضِي فِي الاِسْتِخْلاَفِ فَلَهُ ذَلِكَ وَعَلَى أَنَّهُ إِذَا نَهَاهُ فَلَيْسَ لَهُ أَنْ يَسْتَخْلِفَ، وَذَلِكَ لأَِنَّ الْقَاضِيَ إِنَّمَا يَسْتَمِدُّ وِلاَيَتَهُ مِنَ الإِْمَامِ، فَلاَ يَمْلِكُ أَنْ يُخَالِفَهُ فِي تَعْيِينِ خَلَفٍ لَهُ مَتَى نَهَاهُ، كَالْوَكِيل مَعَ الْمُوَكِّل، أَمَّا إِنْ أَطْلَقَ الإِْمَامُ فَلَمْ يَأْذَنْ وَلَمْ يَنْهَ فَهُنَاكَ اتِّجَاهَاتٌ فِي الْمَذَاهِبِ تَفْصِيلُهَا فِي مُصْطَلَحِ (اسْتِخْلاَف ف ٣٢)٠

Artinya : Ulama' Fiqh sepakat bahwasanya :
Seorang Imam apabila memberi izin pada Qodli dalam masalah istikhlaf (mengangkat petugas pengganti) maka bagi Qodli boleh melakukan istikhlaf tersebut. Dan apabila Imam melarang Qodli melakukan istikhlaf (mengangkat petugas pengganti) maka bagi Qodli tidak boleh melakukan istikhlaf tersebut karena kekuasaan Qodli merupakan kepanjangan tangan kekuasaan Imam sehingga Qodli tidak boleh (tidak punya hak) menyelisihi tugas telah ditentukan oleh Imam saat Imam melarangnya, hal ini sebagaimana hukum wakil terhadap muwakkil (orang yang mewakilkan). Adapun jika Imam memerintakan secara mutlak baik dalam hal memberi izin maupun melarang istikhlaf maka dalam masalah tersebut ada beberapa pendapat dalam berbagai madzhab yang perinciannya bisa dilihat dalam bagian istikhlaf yang ada di ensiklopedi juz 2 (dua).


الموسوعة الفقهية الكويتية، جز ٢ صحفة ٩٤٥

اتّفق فقهاء المذاهب على أنّ الإمام إذا أذن للقاضي في الاستخلاف فله ذلك ، وعلى أنّه إذا نهاه فليس له أن يستخلف ، وذلك لأنّ القاضي إنّما يستمدّ ولايته من الإمام ، فلا يملك أن يخالفه إذا نهاه ، كالوكيل مع الموكّل ، فإنّ الموكّل إذا نهى الوكيل عن تصرّفٍ ما فليس له أن يخالفه

Artinya : Ulama' Fiqh sepakat bahwasanya :
Seorang Imam apabila memberi izin pada Qodli dalam masalah istikhlaf (mengangkat petugas pengganti) maka bagi Qodli boleh melakukan istikhlaf tersebut. Dan apabila Imam melarang Qodli melakukan istikhlaf (mengangkat petugas pengganti) maka bagi Qodli tidak boleh melakukan istikhlaf tersebut karena kekuasaan Qodli merupakan kepanjangan tangan kekuasaan Imam sehingga Qodli tidak boleh (tidak punya hak) menyelisihi tugas telah ditentukan oleh Imam saat Imam melarangnya, hal ini sebagaimana hukum wakil terhadap muwakkil (orang yang mewakilkan), karena sesungguhnya ketika muwakkil melarang wakil melakukan apa yang selain ditugaskan, maka wakil tidak boleh menyelisihi muwakkil. 


تحفة المحتاج بشرح المنهاج، الجزء ١١ الصحفة ٢٨٢

ولو وكل) غير الحاكم (قبل استئذانها) يعني إذنها (في النكاح لم يصح) النكاح (على الصحيح) لأنه لا يملك التزويج بنفسه حينئذ فكيف يفوضه لغيره أما بعد إذنها وإن لم يعلم به حال التوكيل فإنه يصح كما هو ظاهر اعتبارا بما في نفس الأمر أما الحاكم فله تقديم إنابة من يزوج موليته على إذنها له بناء على الأصح أن استنابته في شغل معين استخلاف لا توكيل



Artinya : Apabila orang selain hakim mewakilkan tugasnya kepada orang lain untuk menjadi wali sebelum mendapatkan izin dari mempelai wanita untuk menikahkannya, maka pernikahan tersebut tidak sah menurut Qoul Shohih, karena orang itu sendiri sebenarnya tidak memiliki hak untuk menikahkan, bagaimana bisa dia menyerahkan hak menikahkan tersebut kepada orang lain ? Adapun apabila telah mendapat izin dari mempelai wanita, meskipun tidak diketahui saat akad peralihan perwakilan maka pernikahan tersebut sah sebagaimana hal yang nampak, dengan melihat sisi kenyataannya. Adapun bagi hakim boleh menunjuk seorang yang menjadi penggantinya sebagai wali untuk menikahkan menjadi wali mempelai wanita tersebut meskipun si hakim belum mendapatkan izin dari si mempelai wanita, hal ini didasarkan atas Qoul Ashoh yang menyatakan bahwa menunjuk pengganti saat hakim mengalami kesibukan tertentu hal itu termasuk katagori bentuk istikhlaf bukan katagori taukil.


فتح المعين، الصحفة ٤٧٥

فرع لو استخلف القاضي فقيها في تزويج امرأة لم يكف استخلاف لا توكيل الكتاب فقط بل يشترط اللفظ عليه منه وليس للمكتوب إليه الاعتماد على الخط هذا ما في أصل الروضة وتضعيف البلقيني له مردود بتصريحهم بأن الكتابة وحدها لا تفيد في الاستخلاف بل لا بد من إشهاد شاهدين على ذلك : قاله شيخنا في شرحه الكبير

Artinya : Cabang permasalahan Apabila Qodli menunjuk seorang Faqih sebagai penggantinya dalam melaksanakan tugas menikahkan seorang wanita, maka istikhlaf tersebut tidak cukup hanya menggunakan penunjukan perwakilan dengan berdasarkan surat saja, akan tetapi disyaratkan adanya pengucapan akad, dan tidak cukup bagi faqih yang ditunjuk tersebut hanya berpegangan pada surat yang ditulis hakim tersebut, hal ini seperti keterangan yang ada di kitab Ashlur Roudloh. Adapun pendapat al-Bulqini yang menyatakan bahwa pendapat itu dloif itu ditolak, disebabkan penjelasan para Ulama' yang lain yang menyatakan bahwa istikhlaf itu tidak cukup hanya melalui surat, namun surat istikhlaf itu haruslah disaksikan oleh 2 orang saksi, pendapat ini disampaikan oleh guru kami dalam kitab syarahnya.


عمدة المفتي والمستفتي، الجزء ٢ الصحفة ٥٢١

والمراد بمن يتولي عقود الأنكحة هو من يزوج من لا ولي لها او لها ولي غائب الى مرحلتين او عضلها وليها او كان محرما او فقد ولم يعرف موضعه هذا هو الذي تحتاج الي الشروط المذكرة أما لو جاء الولي والزوج الي شخص ليتوسط بينهما في العقد ويلقنهما فلايشترط فيه شيء من الشروط السابقة لأنه لو قال الولي للزوج بحضرة شاهدين عدلين زوجتك بنتي فقال قبلت نكاحها صح وان لم يكن بينهما قاض ولاعالم ولاغيرهما اذا تم ذلك٠


Adapun yang dimaksud dengan orang yang diangkat menjadi wali akad nikah adalah orang yang menikahkan :Wanita yang tidak memiliki Wali, Atau punya wali namun Walinya jauh darinya sampai pada jarak 2 marhalah, Atau Walinya tidak mau menikahkannya Atau Walinya masih dalam kondisi ihrom. Atau Walinya hilang tidak diketahui keberadaannya. Ini merupakan syarat-syarat yang harus terpenuhi untuk ke absahan seseorang Mutawalli menikahkan seorang wanita yang tidak ada Walinya. Adapun jika seorang wali dan calon suami datang kepada seseorang agar dia menjadi perantara akad nikah keduanya dan menuntun akad nikah keduanya, maka bagi orang tersebut tidak wajib memenuhi syarat-syarat di atas karena, pada dasarnya jika wali Wanita di hadapan 2 orang saksi yang adil mengatakan kepada calon suami : "Aku nikahkan anak perempuan ku. lalu si suami mengatakan : "Aku terima nikahnya.. ", maka pernikahan itu sah. Meskipun diantara keduanya tidak ada Qodli, ataupun orang alim ataupun yang lainnya, ketika akad itu sempurna.


الأم للشافعي، الجزء ٣ الصحفة ٢٣٧

أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ : قَالَ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ إمْلَاءً قَالَ: وَإِذَا وَكَّلَ الرَّجُلُ الرَّجُلَ بِوَكَالَةٍ فَلَيْسَ لِلْوَكِيلِ أَنْ يُوَكِّلَ غَيْرَهُ مَرِضَ الْوَكِيلُ أَوْ أَرَادَ الْغَيْبَةَ أَوْ لَمْ يُرِدْهَا؛ لِأَنَّ الْمُوَكِّلَ رَضِيَ بِوَكَالَتِهِ، وَلَمْ يَرْضَ بِوَكَالَةِ غَيْرِهِ. وَإِنْ قَالَ: وَلَهُ أَنْ يُوَكِّلَ مَنْ رَأَى كَانَ ذَلِكَ لَهُ بِرِضَا الْمُوَكِّل

Menceritakan pada kami, Ar-Robi' dari Imam As-Syafi'i dia berkata: "Jika seseorang mewakilkan suatu urusan (الموكِّل) kepada orang lain (الوكيل), maka bagi wakil tidak boleh mewakilkan kepada orang lain lagi (توكيل الوكيل), baik si wakil tersebut sakit atau misalnya ingin bepergian maupun tidak, karena muwakkil (orang yang mewakilkan) itu ridlo perwakilan kepada si wakil dan dia tidak ridlo dengan perwakilan selain si wakil, namun si wakil boleh mewakilkan terhadap orang lain asalkan dengan ridlo muwakkil. 


الغرر البهية في شرح البهجة الوردية، ج ١٤ صح ٢٤٣ 

قَوْلُهُ : ثُمَّ السَّلْطَنَةُ ) قَالَ م ر الْمُرَادُ بِالسُّلْطَانِ هُنَا وَفِيمَا يَأْتِي مَنْ شَمِلَهَا وِلَايَتُهُ عَامًّا كَانَ أَوْ خَاصًّا كَالْقَاضِي وَالْمُتَوَلِّي لِعُقُودِ الْأَنْكِحَةِ . وَالْمُرَادُ بِالْمُتَوَلِّي لِعُقُودِ الْأَنْكِحَةِ مَنْ نَصَّبَهُ بَدَلَهُ فِي وِلَايَةِ الْعُقُودِ لَا مَنْ نَصَّبَهُ لِإِجْرَاءِ الْعَقْدِ بَيْنَ الزَّوْجِ وَالْوَلِيِّ كَمَا هُمْ الْآنَ

Artinya : Perkataan mushonnif yakni ; "Adapun hak kekuasaan", Imam Romli berkata : "Yang dimaksud sulton di bab ini maupun bab-bab selanjutnya adalah meliputi orang yang memiliki kekuasaan secara umum maupun secara khusus semisal kekuasan Qodli dan Mutawalli (orang yang diberi kuasa untuk menjadi wali) untuk akad nikah. Adapun yang dimaksud Mutawalli untuk akad nikah disini adalah orang yang ditunjuk (diangkat) oleh Qodli sebagai pengganti Qodli untuk melaksanakan akad nikah, bukan orang yang di tunjuk (diangkat) untuk melangsungkan akad nikah antara suami dengan wali sebagaimana disalah fahami di masa kini.


والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Penanya: Farhan AM
Alamat : Tegal Besar Kaliwates Jember Jawa Timur 
____________________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WhatsApp Tanya Jawab Hukum

PENASEHAT :

Habib Ahmad Zaki Al-Hamid (Kota Sumenep Madura)
Habib Abdullah bin Idrus bin Agil (Tumpang Malang Jawa Timur)
Gus Abdul Qodir (Balung Jember Jawa Timur)

PENGURUS :

Ketua : Ust. Suhaimi Qusyairi (Ketapang Sampang Madura)
Wakil : Ust. Zainullah Al-Faqih (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Sekretaris : Ust. Moh. Kholil Abdul Karim (Karas Magetan Jawa Timur)
Bendahara : Ust. Syihabuddin (Balung Jember Jawa Timur)

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin (Umbul Sari Jember Jawa Timur)
Deskripsi masalah : Ust. Taufik Hidayat (Pegantenan Pamekasan Madura)
Moderator : Ust. Zainul Al-Qudsy (Sumber Sari Jember Jawa Timur )
Perumus + Muharrir : Ust. Mahmulul Huda (Bangsal Jember Jawa Timur)
Editor : Hosiyanto Ilyas (Jrengik Sampang Madura)
Terjemah Ibarot : Ust. Robit Subhan (Balung Jember Jawa Timur)

LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://chat.whatsapp.com/KRbPrzUz9m8GCTLzyn0b5K 
____________________________________________

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Terlebih Dahulu Halalkah ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?