Hukum Berdakwah Di Media Sosial


HASIL KAJIAN BM NUSANTARA 
(Tanya Jawab Hukum Online)

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

DESKRIPSI:

Media sosial menjadi simbul kebebasan Masyarakat dalam berkomunikasi dan mengakses informasi, bahkan bisa menjadi bomerang bagi Aqidah Kita dan Idiologi keutuhan dan persatuan Bangsa, bagaimana tidak melalui medsos facebook, grop Whatsapp, postingan berisi ajaran yang tidak sesuai dengan Ahlus sunnah waljamaah, Paham Liberal, Paham Pluralisme (menganggap semua agama benar) serta informasi hoax sangat mudah di sebarluaskan dan diakses oleh Masyarakat awam.

Namun bagi kita yang kedapatan menemukan postingan demikian, hanya diam tak berupaya menanggapi, membalas komentar dan meluruskan. mereka beralasan untuk menghindari debat kusir saling menghujat saling membenci yang tak berkesudahan. 

PERTANYAAN:

Sejauh mana kewajiban berdakwah melalui medsos?

JAWABAN:

Berdakwah melalui medsos adalah tidak wajib, karena medsos adalah bukan satu-satunya media untuk berdakwah. Berdakwah amar ma'ruf nahi munkar adalah fardlu kifayah baik bagi orang yang berkecimpung di Medsos atau tidak.

REFERENSI:

رسالة المعاونة والمظاهرة،  الصحفة ١٢٤

واعلم ان الأمر بالمعروف والنهى عن المنكر فرض كفاية إذا قام به البعض سقط الحرج عن الباقين، واختص الثواب بالقائمين به،وإذا لم يقم به أحد عم الحرج كافة العالمين به القادرين على إزالته

Artinya : Ketahuilah bahwasanya amar ma'ruf dan nahi munkar hukumnya fardlu kifayah. Apabila ada sebagian orang yang melaksanakannya, maka gugur kewajiban bagi yang lainnya, dan pahala hanya diperoleh oleh orang yang melakukannya, namun apabila tidak ada yang melakukannya sama sekali, maka berdosalah semua orang yang mengetahuinya serta mampu menghilangkannya.


روضة الطالبين وعمدة المفتين، الجزء ١٠ الصحفة ٢١٩

 مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ 

Artinya : Barang siapa diantara kalian yang melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangan/kekuasaan kalian, apabila tidak mampu maka rubahlah dengan lisan kalian apabila tidak mampu maka dengan ingkar dihati".

قَالَ أَصْحَابُنَا: وَإِنَّمَا يَأْمُرُ وَيَنْهَى مَنْ كَانَ عَالِمًا بِمَا يَأْمُرُ بِهِ وَيَنْهَى عَنْهُ، وَذَلِكَ يَخْتَلِفُ بِحَسَبِ الْأَشْيَاءِ

Para pengikut Madzhab Syafi'i berpendapat ; "sesungguhnya kewajiban memerintah dan melarang adalah bagi  orang yang mengetahui apa yang Dia perintahkan dan yang dilarang dan itu berbeda-beda tergantung masalahnya.

فَإِنْ كَانَ مِنَ الْوَاجِبَاتِ الظَّاهِرَةِ، وَالْمُحَرَّمَاتِ الْمَشْهُورَةِ، كَالصَّلَاةِ وَالصِّيَامِ وَالزِّنَى وَالْخَمْرِ وَنَحْوِهَا، فَكُلُّ الْمُسْلِمِينَ عُلَمَاءُ بِهَا

Apabila masalah itu menyangkut kewajiban dhohir, dan perkara-perkara harom yang sangat terkenal, semisal Sholat, Puasa, Zina, Khomr, maupun lainnya, maka setiap Muslim mengetahuinya.
 
وَإِنْ كَانَ مِنْ دَقَائِقِ الْأَقْوَالِ وَالْأَفْعَالِ، وَمِمَّا يَتَعَلَّقُ بِالِاجْتِهَادِ، لَمْ يَكُنْ لِلْعَوَامِّ الِابْتِدَاءُ بِإِنْكَارِهِ، بَلْ ذَلِكَ لِلْعُلَمَاءِ وَيَلْتَحِقُ بِهِمْ مَنْ أَعْلَمَهُ الْعُلَمَاءُ بِأَنَّ ذَلِكَ مُجْمَعٌ عَلَيْهِ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ إِنَّمَا يُنْكِرُونَ مَا أُجْمِعَ عَلَى إِنْكَارِهِ

Dan apabila masalah tersebut merupakan pendapat maupun perbuaatan yang rumit (bersifat detail), serta berhubungan dengan masalah ijtihad, maka bagi orang awam tidak boleh langsung mengingkarinya, akan tetapi diserahkan kepada Ulama'nya. Dan secara kewajiban disamakan dengan Ulama', yaitu orang yang diajar / diberitahu oleh Ulama' bahwa hal tersebut merupakan hal-hal yang disepakati oleh Ulama'. Kemudian Ulama' hanya mengingkari hal yang memang wajib diingkari menurut ijma' Ulama'. 

أَمَّا الْمُخْتَلَفُ فِيهِ فَلَا إِنْكَارَ فِيهِ؛ لِأَنَّ كُلَّ مُجْتَهِدٍ مُصِيبٌ، أَوِ الْمُصِيبُ وَاحِدٌ وَلَا نَعْلَمُهُ، وَلَا إِثْمَ عَلَى الْمُخْطِئِ، لَكِنْ إِنْ نَدَبَهُ عَلَى جِهَةِ النَّصِيحَةِ إِلَى الْخُرُوجِ مِنَ الْخِلَافِ، فَهُوَ حَسَنٌ مَحْبُوبٌ، وَيَكُونُ بِرِفْقٍ

Adapun perkara yang masih ikhtilaf (diperselisihkan), maka tidak boleh mengingkarinya, karena setiap mujtahid itu benar, atau yang benar hanya satu dan kita tidak mengetahuinya, dan tidak ada dosa bagi orang yang salah dalam berijtihad, akan tetapi apabila mensunahkan sesuatu sebagai bentuk nasehat untuk keluar dari perbedaan pendapat itu merupakan hal yang baik dan  disukai dan hendaknya nasehat tersebut dilakukan dengan lembut


    والله أعلم بالصواب

 و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

 PENANYA

Nama : Sunnatullah
Alamat : Kokop Bangkalan Madura Jawa Timur

_______________________________

MUSYAWWIRIN :

Member Group WA Tanya  Jawab Hukum.

PENGURUS :

Ketua : Ust. Zainullah Al-Faqih
Wakil : Ust. Suhaimi Qusyairi
Sekretaris : Ust. Sholihin
Bendahara : Ust. Syihabuddin

TIM AHLI :

Kordinator Soal : Ust. Qomaruddin
Deskripsi masalah : Taufik Hidayat
Moderator : Ust. Zainullah Al-Faqih
Perumus : Ust. Zainul Qudsiy, Ust. Robit Subhan
Muharrir : Ust. Mahmulul Huda, Ust. Anwar Sadad
Editor : Hosiyanto Ilyas
Terjemah Ibarot : Ust. Abd. Lathif, Ust. Robit Subhan

PENASEHAT : Gus Abd. Qodir

LINK GROUP TANYA JAWAB HUKUM :
https://t.me/joinchat/ER-KDnY2TDI7UInw

_________________________



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Group BM Nusantara (Tanya Jawab Hukum Online)

Hukum Anak Zina Lahir 6 Bulan Setelah Akad Nikah Apakah Bernasab Pada Yang Menikai Ibunya ?

Hukum Menjima' Istri Sebelum Mandi Besar ?